Medan

Dr Alpi Apresiasi Subdit III Ditreskrimum Poldasu Ungkap Pelaku Aniaya Jaksa

Dr Alpi Apresiasi Subdit III Ditreskrimum Poldasu Ungkap Pelaku Aniaya Jaksa
Dr Alpi Sahari, SH. M.Hum. Waspada/ist
Kecil Besar
14px

MEDAN (Waspada): Peristiwa penganiayaan terhadap Jaksa dan ASN Kejaksaan di lahan perkebunan Desa Parbahingan Kecamatan Kotarih Kabupaten Serdangbedagai, Sabtu (24/5) telah diungkap pelakunya kurang dari 10 jam oleh Subdit III Ditreskrimum Polda Sumut.

Dr Alpi Sahari, SH. M.Hum Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, Rabu (28/5) mengapresiasi operasi penangkapan langsung dipimpin oleh Kasubdit III Kompol Jama K. Purba, SH, MH dan tim Jatrantras.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN

“Kerja keras ini tidak terlepas dari direktif kerja cerdas Kapolda Sumut Irjen Pol. Wishnu Hermawan Februanto dan Wakapolda Sumut Brigjen Pol. Rony Samtana. Peristiwa dan pengungkapan pelaku ini menjadi perhatian nasional setelah presiden mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 66 Tahun 2025 tentang Perlindungan Negara terhadap Jaksa dalam melaksanakan tugas dan fungsi Kejaksaan Republik Indonesia,” urai Dr Alpi.

Perpers ini, sambungnya, lahir setelah adanya persoalan pengamanan oleh TNI AD terhadap seluruh kantor Kejaksaan mulai Kejagung, Kejati dan Kejari.

“Di dalam hukum pidana untuk memfaktakan adanya suatu peristiwa yang dikualifikasi sebagai tindak pidana tentunya tidak dapat dipisahkan dari locus delicti dan tempus delicti yang dalam peristiwa penganiayaan terjadi pada hari Sabtu dan berada di lahan perkebunan Kabupaten Serdangbedagai, korban penganiayaan adalah jaksa dan ASN pada kejaksaan Deliserdang yang tentunya akan berkolerasi atau menimbulkan persepsi dalam memaknai frasa melaksanakan tugas dan fungsi Kejaksaan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Perpers dimaksud,” bebernya.

Artinya, dia menambahkan, bahwa tidak serta merta mengeneralisir peristiwa penganiayaan disebabkan karena tugas dan fungsi jabatan korban yang dapat diurai dari motif pelaku melakukan penganiayaan.

Walaupun motif bukan merupakan bestandel delict dan hanya merupakan element bukan delict dalam pembukian unsur perbuatan pidana, tapi dapat dijadikan sebagai dasar penguatan Perpres atau tidak memiliki keterkaitan sama sekali dengan Perpers dimaksud.

Dr Alpi yang pernah dihadirkan oleh Kejaksaan Agung pada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat selaku saksi ahli atas peristiwa Duren Tiga Korban Brigadir Josua Hutabarat dan PK II terpidana Jessica Wongso lebih lanjut Dr. Alpi mengemukakan bahwa untuk menyatakan seseorang itu telah melakukan suatu perbuatan pidana dan orang itu dapat mempertanggungjawabankan pidana tersebut mensyaratkan adanya kesalahan.

“Motif dapat dimaknai sebagai dorongan, latar belakang seseorang melakukan sesuatu, sesudah motif ada yang namanya kehendak atau kemauan untuk melakukan perbuatan tersebut artinya ada perbedaan antara motif dan kehendak itu. Di samping itu, harus dipahami bahwa salah satu bentuk kesalahan itu adalah kesengajaan, yang disyaratkan dalam kesengajaan itu adalah willes end witten yang sama sekali unsur kesengajaan tidak memasukkan motif sebagai syarat dari kesengajaan dalam pemenuhan unsur delik.” ujarnya.

Selanjutnya kesalahan dapat dimaknai sebagai kesalahan deskriptif normatif yang diajarkan oleh Pompe yang menjelaskan kesalahan itu pada hakikatnya adalah norma varkreding yakni pelanggaran norma.

“Hal ini pertama kali dikatakan dalam pidato pengukuhan Mulyatno sebagai guru besar hukum pidana dalam acara diesnatalis Universitas Gajah Mada (UGM) pada tanggal 19 Desember 1955 dan sejak itu mengubah praktek hukum di Indonesia maupun dari segi teoritik. Karena deskriptif normatif itu hanya ketika suatu perbuatan memenuhi unsur delik dan perbuatan itu yang dimaksudkan oleh pembentuk undang-undang,” sebutnya.

Dijelaskan, deskriptif normatif meletakkan motif itu di luar persoalan perbuatan pidana, namun motif dapat menandakan pelaku melakukan perbuatan pidana.

Di dalam ajaran kesalahan secara psikologis tentang motif itu sebagai sesuatu yang berada diluar perbuatan pidana, motif itu dipakai sebagai hal yang meringankan atau memberatkan, tegasnya motif itu bukan suatu elemen dari perbuatan pidana sehingga pengungkapan motif tidak menjadi prasyarat karena bukan suatu elemen dari perbuatan pidana.

“Pengungkapan pelaku peristiwa penganiayaan Jaksa dan ASN Kejaksaan Deliserdang yang disertai penangkapan pelaku kurang dari 10 jam telah membuka tabir efektivitas Perpres yang seharusnya didasarkan pada teknis yuridis begrefen dan algemene begrefen dengan pondasi landasan konstitusional fungsi Kamtibmas dan Kamdagri serta Pro Justisia di dalam KUHAP.

“Profesionalisme Polri telah teruji secara akuntabel dan transparan di tengah konsekuensi sebagai institusi prime mover (di tengah masyarakat) sebagaimana tugas dan fungsinya dibidang penegakan hukum, pelayan, pelindung dan pengayom masyarakat yang tentunya sangat rentan dengan kritik masyarakat. Terima kasih kepada Kapolda Sumut, Wakapolda Sumut dan Subdit III Jatrantras Polda Sumut atas kerja keras dan kerja cerdas untuk secara berkelanjutan menguatkan kepercayaan masyarakat,” katanya.(m05)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE