MEDAN (Waspada): Dr Alpi Sahari, SH. M. Hum (foto) Ketua Prodi Magister Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) mengatakan, kepemimpinan Polri saat ini berada pada kondisi dinamis dalam distrupsi digital dengan terminologi masyarakat informasi saat ini. “Tahniah (selamat) atas keberhasilan Kapolri dalam menghadapi era disrupsi digital,” ujarnya di Medan, Selasa (2/5).
Menurutnya, kondisi ini ditandai dengan dua hal yakni, pertama, perkembangan pesat teknologi informasi dan pemanfaatannya secara masif yang memberikan kontribusi dan implikasi terhadap stabilitas Kamtibmas dan Kamdagri. Kedua, kondisi situasi VUCA (Volatility, Uncertainity, Complexity dan Ambiguity).
Kepemimpinan transformatif yang dimplementasikan oleh Kapolri Jenderal Polisi Drs Listiyo Sigit Prabowo merupakan kunci keberhasilan Polri meraih penguatan kepercayaan masyarakat (trust building).
“Untuk itu saya mengucapkan tahniah kepada Kapolri atas keberhasilan dalam menguatkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi Polri,” ujar Dr Alpi Sahari.
Dia menguraikan bahwa kepemimpinan transformatif Kapolri teroptimalisasi dalam bentuk prediktibitas, responsibilitas dan transparansi berkeadilan dalam penanganan berbagai kualifikasi delik pidana, terutama terhadap delik pidana yang beririsan dengan stabilitas Kamtibmas dan Kamdagri dengan memanfaatkan Teknologi Informasi.
Dicontohkannya, responsibitas Polri dalam penanganan laporan dari Pemuda Muhammadiyah atas pengancaman terhadap warga Muhammadiyah yang dilakukan oleh peneliti BRIN Andi Pangeran Hasanuddin. Dr Alpi sebagai saksi ahli di Bareskrim Polri dalam kasus hilangnya nyawa Brigadir Joshua Hutabarat mengatakan, peneliti BRIN tersebut telah ditetapkan tersangka dengan persangkaan Pasal 28 ayat (2) junto Pasal 45 A ayat (2) dan/atau Pasal 29 junto Pasal 45 B UU ITE.
“Kedua pasal ini memiliki kualifikasi delik yang berbeda, sehingga tidak dapat dimaknai sebagai conxursus realis atau concursus idealis, agar penyidik dapat memahami kualifikasi delik dimaksud dalam mentersangkakan,” ujar Dr Alpi.
Di samping itu, sambungnya, terkait dengan dolus malus dalam pemenuhan unsur objektif onrechtslemen juga harus menjadi perhatian penyidik karena frasa rumusan deliknya bukan ditujukan pada opzet als oogmerk dalam kerangka pengumpulan alat bukti.
Yakni motivasi seseorang sangat memengaruhi perbuatannya (affectio tua nomen imponit operi tuo) melainkan motifnya membangkitkan, yang ditandai dengan adanya konten mengajak, memengaruhi, menggerakkan masyarakat, menghasut/mengadu domba untuk menimbulkan kebencian dan/atau permusuhan.
“Hal ini ditujukan dalam konteks ‘dapat dipidananya perbuatan’ dan ‘dapat dipidanya orang’ pada konsepsi pertanggungjawaban pidana,” ujar Dr Alpi, yang juga pernah diminta untuk memberikan keterangan ahli dalam peristiwa Stadion Kanjuruhan Malang Jawa Timur.(m05/A)