MEDAN (Waspada): Dr Alpi Sahari, SH. M.Hum (foto) Ketua Prodi Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara mengatakan, sosok seperti Irjen Pol. Prof Dr Dedi Prasetyo memiliki kematangan dalam penalaran keilmuan yang memandang suatu fenomena secara menyeluruh dan holistik.
“Di tengah kesibukan Irjen Dedi selaku ASSDM Kapolri sangat banyak menuangkan pemikiran dalam bentuk buku. Di dalam pemikirannya terdeksripsikan ketajaman dalam menganalisis dengan mengharmonisasikan aspek praktis dengan aspek teoritis, bahkan pemikiran beliau jauh telah menjangkau radiks di bidang keilmuan,” kata Dr Alpi.
Hal inilah, katanya, bentuk keteladan profetik keilmuan Irjen Dedi sehingga dapat menjadi rujukan dalam memformulasikan mind set dan culture set baik untuk kebutuhan akademisi maupun kebutuhan organisasi Polri menuju Indonesia Emas karena telah mempresentatifkan knowledge, skill, research, writing, thinking dan ethics.
Dr Alpi yang juga merupakan Alumni Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung 2010 ini melanjutkan, keteladan profetik Irjen Dedi karena kelimuannya telah menyentuh aspek nilai humanisasi, liberasi dan transendensi. “Artinya keilmuan tidak boleh hanya berpuas diri dalam usaha untuk menjelaskan atau memahami realitas dan kemudian memanfaatkannya begitu saja, tetapi lebih dari itu, keilmuan harus juga mengemban tugas transformasi menuju cita-cita yang diidealkan masyarakat secara universal dalam bingkai idiologi Pancasila,” urainya.
Dalam pemikiran Irjen Dedi, sambungnya, pada buku berjudul “Radikalisme, Terorisme dan Deradikalisasi di Indonesia”, yang menekankan Pancasila tidak hanya buah pikir founding fathers Indonesia untuk menjaga keutuhan bangsa dari ancaman paham-paham ekstrem, tapi juga strategi yang menjaga perdamaian dunia.
Irjen Dedi menekankan bahwa Pancasila tidak bertentangan sedikitpun dengan agama-agama yang diakui pemerintah Indonesia. Irjen Dedi telah menjelaskan tentang agama dan negara menjadi dua hal yang justru saling melengkapi.
“Dalam tatanan keilmuan menujukkan kedalaman pandangan dan pemikiran Irjen Dedi yang menganalisis radikalisme, terorisme dan deradikalisasi di Indonesia dalam optik pilar humanisasi yang merupakan landasan ontologis, liberasi sebagai landasan epistimologi dan transendensi sebagai landasan aksiologis,” ujarnya.
Menurutnya, keteladan profetik Irjen Dedi dalam penalaran keilmuan dapat menjadi contoh yang sangat unggul bagi praktisi maupun akademisi.
“Dalam gagasan bidang ilmu hukum profetik misalnya, maka kunci keberhasilan dari gagasan ilmu hukum sebenarnya tidak terletak pada keterjawaban konseptual atas aspek aksiologis transendensial, tetapi harus terlebih-lebih pada tawaran daya liberasi hukum yang mencerahkan sehingga sanggup memanusiawikan manusia,” sebut dia.
Liberasi yang diemban oleh ilmu hukum sebagai ilmu praktis adalah liberasi yang kontekstual, namun liberasi ini tidak berhenti sampai di situ saja karena ia merupakan proses untuk melangkah ke liberasi yang lebih hakiki lagi yakni menuju keridhaan Tuhan.
“Tidak mungkin ada liberasi ke arah transendensi , tanpa menuntaskan lebih dulu liberasi di ranah humanisasi. Dengan kata lain, tidak mungkin orang diajak berketuhanan tanpa terlebih dulu ia berkemanusiaan. Barang siapa ingin dekat dan mengenal Tuhannya, haruslah ia mengenal diri dan sesamanya terlebih dahulu,” katanya.(m05/A)











