*Tidak Ada Tumpang Tindih Tanah
MEDAN (Waspada.id): Dr Khomeini SH mengharapkan pihak Polres Batubara dapat segera memfasilitasi dan menyelesaikan persoalan dengan cara mediasi dan Non Litigasi terkait Laporan Polisi (LP) No.LP/B/348/X/2025/SPKT/POLRES BATUBARA/ POLDA SUMATERA UTARA tertanggal 01 Oktober 2025 atas nama pelapor Sardianus Nainggolan.
“Kami yakin Polres Batubara dapat menyikapi persoalan tanah ini dengan arif dan bijaksana terkait laporan pengaduan dari Sardianus Nainggolan (pelapor) di Polres Batubara terhadap klien kami Deddy Azhar,” ujar Dr Khomaini dari Kantor Hukum KHO & Partner di Medan, Senin (27/10).
Pernyataan tersebut disampaikan Khomaini terkait adanya pemberitaan yang terkesan tendensius yang diberitakan salah satu media online yang terkesan menyudutkan dan merugikan kliennya Deddy Azhar.
Dijelaskan Khomaini, kliennya disudutkan seolah-olah melakukan penyerobotan lahan, sementara dalam Laporan Polisi yang dibuat oleh pelapor Sardianus Nainggolan bahwa LP tersebut sangkaan Pasalnya adalah Dugaan Pelanggaran Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nompor 51 Tahun 1960 tentang larangan pemakaian tanah tanpa izin yang berhak atau Kuasanya sesuai dengan Pasal 6 Ayat (1), bukan Pasal 385 KUHPidana yang mengatur tentang Kejahatan menjual
atau menyewakan hak atas tanah yang bukan milik sendiri secara melawan hukum.
“Oleh karena itu kami berharap kepada salah satu LSM di Kabupaten Batubara jangan mencoba menggiring opini publik yang menyesatkan dan seolah-olah ingin mencari panggung dan popularitas, dikarenakan persoalan tanah yang menyangkut masalah personal dan pribadi, sehingga tidak etis rasanya untuk terlalu mencampuri permasalahan antara klien kami Deddy Azhar dengan Sardianus Nainggolan,” tegas Khomaini.
Dijelaskan Khomaini, kasus lahan tersebut berawal dari penjualan tanah seluas 14 rante setengah yang terletak di Dua Lokasi yang berbeda di Desa Tanjung Muda milik Juandus Nainggolan kepada Deddy Azhar, yang pada faktanya Juandus Nainggolan adalah adik kandung dari Pelapor Sardianus Nainggolan.
“Tanah milik Juandus Nainggolan dikelola dan diusahai oleh abang kandungnya yang bernama Sardianus Nainggolan terserbut selama 10 tahun lebih tanpa menerima hasil sepeserpun dari Abang Kandungnya. Akhirnya Juandus Nainggolan berniat ingin menjual tanah tersebut kepada abang kandungnya Sardianus Nainggolan. Sampai dengan 4 bulan ditunggu, namun Sardianus Nainggolan namun tidak ada niat sama sekali untuk membayar tanah tersebut, hingga akhirnya Juandus Nainggolan menawarkan tanah tersebut kepada klien kami Deddy Azhar DEDDY AZHAR) untuk dibeli,” terang Khomaini.
Selanjutnya, tambah Khomaini, kliennya menyerahkan uang panjar sejumlah Rp.20.000.000. Setelah pembayaran panjar tersebut, lanjut Khomaini, beberapa hari kemudian secara tiba-tiba Sardianus Nainggolan mendatangi rumah Deddy Azhar dan menyampaikan kepada Deddy Azhar agar membatalkan pembelian tanah tersebut.
“Klien kami menolak permintaan dari Sardianus Nainggoan
dikarenakan klien kami menganggap persoalan jual beli tanah tersebut antara klien kami dengan Penjual yaitu Juandus Nainggolan dan tidak ada kaitannya dengan Sardianus Nainggolan,” tutur Khomaini.
Selain itu, tambah Khomaini jikalau pun ada permasalahan keluarga antara abang dan adik ini berkaitan dengan persoalan tanah, kliennya tidak pernah mencampuri permasalahan itu.
“Klien kami sah sebagai pembeli yang beritikad baik, oleh karena itu permintaan dari Sardianus Nainggolan ini ditolak secara baik-baik oleh Klien kami,” paparnya lagi.
Dampaknya, tambah Khomaini, Sardianus Nainggolan mengatakan bahwa ia tidak akan mau menandatanangai batas Pringgan Tanah jika transaksi jual beli ini tetap dilakukan.
Beberapa bulan berselang, pembelian tanah tersebut dilunasi oleh Deddy Azhar sebesar Rp.130.000.000,- kepada Juandus Nainggolan sebagai pemilik tanah yang sah.
Dokumen dan surat tanah tersebut kemudian diajukan kepada Pj.Kepala Desa Tanjung Muda, Muhammad Nuur Saragih, SH demi pengurusan administrasi dan pembuatan surat kepemilikan, proses administrasi berjalan lancar, dan 3 orang saksi penanda batas/ pringgan telah menandatangani dokumen tersebut, namun Sardianus Nainggolan menolak untuk menandatangani batas Pringgan dengan alasan yang tidak masuk akal dan tidak logis karena keberatan atas transaksi jual beli yang dilakukan oleh adik kandungnya Juandus Nainggolan.
Khomaini menambahkan, Pj.Kepala Desa Tanjung Muda Muhammad Nuur Saragih, S.H. sudah mencoba memanggil sampai 3 kali
panggilan kepada Sardianus Nainggolan untuk melakukan pengukuran tanah agar tidak terjadi kesalahan dan kekhilafan, namun yang bersangkutan tidak pernah kooperatif untuk hadir pada saat
pengukuran.
“Akhirnya terdapat kesalahan bahwa akibat salah ukur tersebut, dimana tanah Sardianus Nainggolan masuk 1,2 meter dan begitu juga dengan tanah klien kami masuk 6 meter dari mengikuti surat lama, sehingga akibat kejadian ini ketika klien kami mencoba untuk merapikan tanah
dengan menggunakan alat berat, tanpa ada niat dan unsur kesengajaan terkikislah tanah Sardianus Nainggolan selebar 1,2 Meter, namun demikian Klien kami dengan itikad baik memperbaiki kembali tanah Sardianus Nainggolan. Ironisnya, Sardianus Nainggolan malah melaporkan klien kami ke Polres Batubara,” ujar Khomaini.
Kemudian, tambah Khomaini, muncul pemberitaan di salah satu media online tertanggal 24 Oktober 2025 yang intinya disebutkan bahwa
terjadi tumpang tindih lahan.
Jika kita merujuk kepada KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) tumpang tindih dalam konteks Pertanahan itu adalah : “ Merujuk pada situasi dimana terdapat dua atau lebih surat (alas hak) tanah yang berbeda untuk 1 bidang tanah yang sama atau Sebagian” padahal jelas
faktanya tanah yang dibeli oleh Klien kami adalah sah pemilik surat awal dari Juandus Nainggolan yang merupakan adik kandung dari Sardianus Nainggolan.
“Oleh karena itu, pemberitaan yang menyatakan bahwa adanya tumpang tindih tanah yang dibeli oleh klien kami adalah menyesatkan dan terkesan mengada-ngada dan tidak sesuai fakta, sementara tidak ada statement atau pernyataan dari pihak Polres Batubara maupun Perangkat Desa ketika melakukan Investigasi dan Pengukuran Ulang ke Lokasi Lahan yang menjadi Permasalahan saat ini. Kami sangat menyayangkan dan keberatan atas pemberitaan tersebut,” beber Khomaini, yang juga merupakan Dosen Magister Ilmu Hukum di salah satu Perguruan Tinggi Swasta di Kota Medan.
Disebutkan Khomaini, pihaknya juga telah mendapatkan bukti Surat Penyerahan Hak Tanah/ Ganti Rugi tanah seluas ± 3.300 m2 yang
letaknya di Dusun III Desa Tanjung Muda Kecamatan Air Putih Kabupaten Batubara dari Bonari Purba kepada Juandus Nainggolan dan Surat Keterangan Situasi Tanah Nomor : 593/14/TMD/V/2015 dan Nomor: 593/13/TMD/V/2015 tertanggal 11 Mei 2015 yang ditandatangani
oleh Kepala Desa Tanjung Muda pada saat itu dijabat oleh Marhap Martius Sitorus atas asal usul tanah sebagaimana yang dikuasai oleh Juandus Nainggolan yang pada saat itu juga tidak ditandatangani oleh Pringgan sebelah Utara seluas 53 meter.
Yaitu Julidman dan Pringgan sebelah Barat seluas 31 meter juga tidak ditanda tangani oleh Sabarudin. Maka selaras dengan apa proses jual beli tanah yang dilakukan oleh Juandus Nainggolan dengan Deddy Azhar, apakah ini juga dikatakan tidak sah dan cacat administrasi jika salah satu sempadan tidak mau menandatangani batas Pringgan.
“Justru akan berimplikasi hukum jika salah satu sempadan keberatan
dan tidak mau menandatangani batas, dan dapat dianggap menghalang-halangi Proses Jual beli dan merusak sistem Administrasi Pelayanan Publik.
Oleh karena itu isi pemberitaan yang mengatakan bahwa
LSM tersebut keberatan dengan kinerja Pj.Kepala Desa dengan menerbitkan Surat Keterangan Tanah (SKT) yang cacat administrasinya, justru kami selaku Kuasa Hukum menilai bahwa pernyataan LSM
tersebut sangat tidak mencerminkan transparansi dan akuntabilitas dan tidak Profesional,” sebut Khomaini.
Dia menambahkan, bahwa Kepala Desa tidak secara otomatis dianggap salah jika salah satu pemilik batas atau sempadan dalam Proses jual beli tanah, namun Kepala Desa memiliki tanggung jawab untuk memfasilitasi dan memberikan keterangan yang akurat terkait proses jual beli tanah.
Hal tersebut dibuktikan dengan diundangnya Sardianus Nainggolan ke Kantor Desa sebanyak 2 kali untuk melakukan Proses Mediasi, namun Sardianus Nainggolan tidak pernah mau hadir.
Khomaini yang juga merupakan Ahli Pidana dan sering memberikan Keterangan Ahli di Pengadilan menjelaskan, jika Kepala Desa telah melakukan upaya yang wajar untuk memfasilitasi proses penandatanganan surat sempadan dan telah memberikan kesempatan untuk menandatangani, tetapi mereka tetap tidak mau menandatangani, maka Kepala Desa tidak dapat dipaksa untuk bertanggung
jawab atas tindakan tersebut.
“Kepala Desa tidak dapat dianggap salah atas ketidakmauan pemilik batas atau sempadan untuk menandatangani Surat Sempadan, karena pada hakikatnya Kepala Desa adalah Pejabat yang bekerja sesuai dengan Surat Keputusan yang melekat tanggung jawabnya sebagai
Aparatur Pemerintahan Desa yang bertanggung jawab melayani masyarakat Desa baik dari sisi Administrasi surat-menyurat dan memfasilitasi masyarakat desa untuk mencari penyelesaian
permasalahannya dengan Musywarah dan Mufakat,” pungkas Khomaini.
Dia mengharapkan kepada semua pihak untuk dapat menahan diri dan jangan memprovokasi permasalahan ini seolah-olah persoalan ini adalah merupakan suatu bentuk kejahatan yang sangat luar
biasa, padahal ini adalah permasalahan yang dapat diselesaikan dengan cara-cara yang elegan dan lebih bermartabat.
Yakni melalui mekanisme Mediasi dan Penyelesaian secara Musyawarah dan Mufakat, jangan langsung mengambil sikap dengan membuat Laporan kepada Aparat yang berwajib, meskipun membuat Laporan itu
adalah Hak setiap Warga Negara, namun harus dilihat secara Komprehensif dan Bijaksana. (id15)













