MEDAN (Waspada): Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) DPRD Sumut menilai dalam Laporan keterangan pertanggungjawaban (LKPJ) Gubernur Sumatera Utara tahun anggaran 2023 terdapat program/kegiatan yang kurang matang, sehingga mengakibatkan hasil yang kurang maksimal.
Hal itu disampaikan Jumadi juru bicara F-PKS saat membacakan Pandangan Fraksi terhadap LKPJ Gubsu akhir tahun anggaran 2023 di ruang dewan, Rabu (5/6).
Hadir di sana Pj Gubsu Hasanuddin, Ketua DPRD Sumut, Sutarto, didampingi wakil Harun Mustafa,, para Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan sejumlah anggota dewan.
Fraksi PKS menyoroti berbagai hal, di antaranya pelaksanaan Panitia Khusus (Pansus) LKPJ di kabupaten/kota yang memiliki permasalahannya masing-masing, dan masih ada kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang tidak hadir dalam pembahasan LKPJ. Mereka hanya mengirim pejabat kepala bidang yang terkadang tidak bisa memberikan jawaban yang diharapkan.
“Tentunya hal ini berakibat kurang obyektifnya penilaian atas kinerja Gubernur dalam melaksanakan visi misi pembangunan di Sumut tahun 2023,” kata Jumadi.
Fraksi juga memberi pandangan berkaitan dengan angka kemiskinan dan ketimpangan sosial, dengan grade hanya berkurang 23.000 jiwa atau 0,18 persen dari tahun 2022.
“Fraksi memberi catatan agar Pemprovsu membuat program promasyarakat kecil, sehingga indeks pemerataan dan ketimpangan secara keseluruhan (Gini Ratio) bisa diperkecil, agar kemiskinan di Sumut bisa berkurang signifikan,” katanya.
Selanjutnya, Fraksi juga menyoal jumlah angkatan kerja, indeks pembangunan manusia, pertumbuhan ekonomi, dan produk domestik bruto, urusan wajib pendidikan, urusan wajib kesehatan, pekerjaan umum, wajib perumahan, dan wajib pangan.
Untuk jumlah angkatan kerja, khususnya di sektor pertanian dan peternakan lebih di-support, baik masalah anggaran dan program kerja, guna mengurangi penganguran.
Adapun untuk IPM, sepanjang 2023 meningkat dari 73,62 persen jadi 75,13 persen, dengan salah satu daerah tertinggi adalah Medan. Fraksi berharap hal ini jadi perhatian, guna mengurangi ketimpangan antardaerah dan antarkawasan.
Ketimpangan Sangat Tinggi
Adapun pertumbuhan ekonomi dan produk domestik bruto, meski cukup menggembirakan, yakni 5,01 persen dibanding 4,73 persen, dan PDRB Rp 68,3 juta, di sisi lain ketimpangan daerah masih sangat tinggi, di mana PDRB per kapita Kota Medan Rp 122,5 juta dan Nias Barat hanya Rp 24,5 juta atau 20 persen dari PDRB per kapita tertinggi.
Berkaitan dengan urusan wajib pendidikan, fraksi mengatakan, dari sisi pendidik, presentase guru SMK bersertifikasi dari target 49,8 persen hanya tercapai 25,30 persen. Atau guru SMK bersertifikasi 10.221 orang dari guru SMK 40.398 orang.
Kemudian, untuk urusan wajib kesehatan, diperlukan sinergitas Pemprovsu dengan Pemkab/Pemko agar capaian di bidang kesehatan berjalan maksimal.
Menyinggung masalah infrastruktur, Fraksi menyebutkan, Pemprovsu belum optimal mengawasi program yang ada. Presentase jalan mantap provinsi baru mencapai 78,13 persen dari target 85 persen. Hal ini berkaitan dengan gagalnya penyelesaian proyek tahun jamak (multiyear). sebesar 78 persen, yang seharusnya selesai tahun 2023
Selanjutnya, soal urusan wajib pendidikan akses rumahtangga terhadap hunian layak masih cukup rendah baru mencapai 67,26 persen dari target 94,22 persen, sehingga diharapkan Pemprvsu bersinergis dengan pemerintah pusat agar akses hunian layak dapat ditingkatkan.
Terakhir urusan wajib pangan, yang dilaksanakan tahun 2023 tidak tercapai. Sasaran strategis yang harus dicapai Dinas Ketahanan Pangan, Tanaman Pangan dan Holtikultura, yaitu peningkatan diserfikasi dan ketahanan pangan masyarakat, yakni skor pola pangan harapan (PPH) tahun 2023 sebesar 90.8 poin dari yang ditargetkan 92,5 poin atau 98,16 persen.
Dari pandangan-pandangan tersebut di atas, Jumadi, jubir Fraksi PKS DPRD Sumut menilai, di LKPJ Gubsu tahun 2023 terdapat perencanaan program kegiatan yang kurang matang.
“Ini berakibat hasil yang kurang maksimal, baik output dan outcome, baik ditinjau dari sisi optimalisasi pendapatan, maupun dari efektifitas dan efisiensi belanja serta pelaksanaannya yang kurang profesional.” Imbuh Jumadi. (cpb)