Scroll Untuk Membaca

Medan

FITRA Sumut Soroti Kode “Sipiongot DP7,5” di Persidangan: Indikasi Aliran Uang Mencurigakan Lewat Bank Sumut

FITRA Sumut Soroti Kode “Sipiongot DP7,5” di Persidangan: Indikasi Aliran Uang Mencurigakan Lewat Bank Sumut
Elfenda Ananda, Analis FITRA Sumatera Utara
Kecil Besar
14px

MEDAN (Waspada.id): Fakta baru terungkap dalam sidang lanjutan perkara korupsi proyek infrastruktur yang menyeret terdakwa Akhirun Piliang alias Kirun, Direktur Utama PT Dalihan Natolu Grup (DNG). Dalam sidang di Pengadilan Tipikor Medan, Rabu (15/10), muncul kode transaksi mencurigakan “Sipiongot DP7,5” yang dikaitkan dengan penyerahan uang tunai senilai Rp1,3 miliar di kantor pusat Bank Sumut.

Saksi Taufik Hidayat Lubis, Komisaris PT DNG, mengaku ikut mengurus sejumlah proyek pemerintah bersama terdakwa. Ia mengonfirmasi adanya transaksi uang tunai di Bank Sumut, namun mengaku tidak mengenal penerima dana tersebut.

Pernyataan itu memancing reaksi keras Ketua Majelis Hakim Khamozaro Waruwu. Ia langsung mengkonfrontir terdakwa Akhirun mengenai makna kode “Sipiongot DP7,5” yang tercatat dalam catatan internal perusahaan.

“Terdakwa, kepada siapa Anda perintahkan uang tersebut diserahkan dengan kode Sipiongot DP 7,5 itu?” tanya Hakim Khamozaro dengan nada tegas.

Akhirun sempat terdiam sebelum menyebut bahwa uang itu merupakan pinjaman kepada seseorang bernama Lunglung. Jawaban tersebut tidak memuaskan majelis hakim maupun jaksa KPK yang menangani perkara.

Analis FITRA Sumut: Kode “Sipiongot DP7,5” Bukan Sekadar Catatan

Menanggapi fakta sidang tersebut, Elfenda Ananda, Analis FITRA Sumatera Utara, menilai bahwa kemunculan kode “Sipiongot DP7,5” mengindikasikan adanya mekanisme tersembunyi dalam aliran dana proyek pemerintah.

Menurut Elfenda, istilah DP7,5 sangat mungkin merujuk pada uang muka atau komisi sebesar 7,5 persen, untuk orang “besar” dari nilai proyek yang dikaitkan dengan pekerjaan di kawasan Sipiongot.

“Kalau dilihat dari pola korupsi proyek di daerah, istilah seperti ‘DP7,5’ bukan kebetulan. Ini bisa berarti 7,5 persen dari nilai proyek yang disiapkan sebagai fee awal untuk pihak yang membuka akses proyek,” ujar Elfenda saat dihubungi, Kamis (16/10).

Ia menambahkan, penggunaan kode semacam itu dan penyerahan uang melalui Bank Sumut menunjukkan bahwa praktik suap tidak dilakukan secara acak, melainkan terstruktur dan melibatkan pihak-pihak yang punya akses ke dalam sistem anggaran daerah.

“Kalau uang sebesar Rp1,3 miliar diserahkan di bank daerah, itu jelas tak bisa dilakukan tanpa restu jaringan tertentu. Maka penting ditelusuri siapa yang memerintahkan transaksi itu dan siapa penerimanya,” tegas Pendiri Suluh Muda Indonesia ini.

Minta KPK Dalami Jejak Dana

Elfenda mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelusuri aliran dana di Bank Sumut terkait kode “Sipiongot DP7,5”. Ia menyebut hal itu bisa menjadi pintu masuk untuk membongkar keterlibatan pejabat tinggi daerah atau pihak ketiga yang menjadi penerima manfaat dari proyek-proyek bernilai miliaran rupiah.

“Bank Sumut harus membuka data CCTV pada waktu dan tanggal tersebut. Kita ingin tahu siapa yang menerima uang itu, dan atas dasar apa transaksi Rp1,3 miliar itu dilakukan. Jangan sampai hanya berhenti di level eksekutor,” ujarnya.

Elfenda juga menilai, kesaksian yang mengungkap penggunaan stempel resmi Dinas PUPR Sumut dan UPTD Gunungtua oleh PT DNG semakin memperkuat dugaan bahwa praktik korupsi dilakukan secara sistemik.

“Ini bukan hanya soal suap proyek, tapi sudah masuk ke wilayah penyalahgunaan simbol negara dan jabatan. Ketika perusahaan swasta memiliki stempel dinas, maka integritas birokrasi sudah jebol,” tambahnya.

Hakim Minta Penelusuran Diperluas

Menutup persidangan, Hakim Khamozaro Waruwu meminta KPK menindaklanjuti temuan itu secara serius dan bahkan menyarankan agar Kejaksaan Agung dilibatkan untuk memperluas penyelidikan terhadap para penerima dana.

Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menyatakan bahwa isu mengenai penyerahan uang Rp1,3 miliar di Bank Sumut belum menjadi fokus persidangan kali ini, namun tidak menutup kemungkinan akan didalami dalam tahap berikutnya.

“Untuk poin itu belum masuk dalam ranah sidang yang kami tangani, karena saat ini fokus kami masih pada dakwaan terhadap pemberi suap, yakni Akhirun Piliang dan Rayhan Dulasmi Piliang,” kata JPU KPK usai persidangan.(id96)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE