MEDAN (Waspada): Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (FK USU) kembali menggelar Pengabdian Masyarakat, bekerja sama dengan Pusat Informasi dan Kegiatan Perkumpulan Orang Tua Anak dengan Down Syndrome (PIK POTADS), di Pendopo FK USU, Jalan Dr Mansyur Medan, Minggu (26/6).
Kegiatan yang mengambil tema, ‘Peningkatan Kualitas Hidup Anak Down Syndrome Melalui Positive Deviance Dari PIK POTADS Sumatera Utara’ ini merupakan skim Mono Tahun Reguler Tahun 2022, yang diketuai Nenni Dwi Aprianti Lubis SP MSi, dengan Anggota, Dr Hidayat Sasmita MBiomed, Sri Amelia MKes dan Dr Ariyanti Yosi SpKK(K) MKed(KK). Turut hadir, Ketua PIK POTADS Sumut, Umi Idayanti SPsi dan 75 orang tua beserta anaknya yang memiliki kebutuhan khusus, Down Sindrom. Kegiatan ini juga didukung Dekan FK USU, Prof Dr dr Aldy Safruddin Rambe SpS(K)
Ketua Pengabdian Masyarakat FK USU, Nenni Dwi Aprianti Lubis SP MSi menjelaskan, kegiatan ini bertujuan, memberikan penyuluhan kepada para orang tua, tergabung di dalam kelompok atau komunitas PIK POTADS Sumut yang memiliki anak berkebutuhan khusus, yakni down sindrom.
Menurut Nenni, pihaknya memberikan perhatian kepada anak-anak down sindrom, dikarenakan setiap tahun jumlahnya semakin meningkat, sementara perhatian terhadap mereka juga kurang. “Karena itu kita dari akademisi melihat apa yang bisa dilakukan untuk membantu permasalahan yang ada pada anak berkebutuhan khusus, terutama anak down sindrom tersebut,” ujar Nenni yang didampingi Dr Hidayat Sasmita MBiomed, Sri Amelia MKes dan Dr Ariyanti Yosi SpKK (K) MKed (KK) kepada wartawan di sela-sela acara, di gedung FK USU, Jalan Dr Mansyur Medan.
Dia berharap, penyuluhan ini bukan hanya untuk memberikan pengetahuan kepada perkumpulan orang tua yang memiliki anak down sindrom semata, seperti penyuluhan, mengajarkan fisio terapi gerak, fisio terapi bicara dari terapis khusus, terapi dari psikiater atau psikolog, hingga gizi terbaik dari ahli gizi, tetapi juga setelah penyuluhan ini, mereka yang hadir dapat menularkan informasi ini kepada lingkungan sekitarnya atau anggota baru yang memiliki anak down sindrom.
“Sebab, perkumpulan dari orang tua yang memiliki anak down sindrom ini, ekonominya beragam. Akan sangat sulit bagi golongan menengah ke bawah, karena setiap tahapannya, seperti ke dokter, terapis, ke rumah sakit semuanya berbayar. Jadi dengan adanya pengetahuan dasar ini, bagaimana anak itu tetap sehat, tumbuh kembangnya tetap baik mereka dapat berbagi informasi antar kalangan mereka dan lingkungan sekitar yang memiliki permasalahan yang sama,” harapnya.
Adapun, lanjutnya, masa kegiatan tersebut berlangsung selama 8 bulan, sejak Bulan Ramadhan Tahun 2022 lalu hingga nanti selesai. Untuk kegiatan berikutnya, pihaknya akan menggelar fisioterapi dan webinar. “Kita berharap dengan penyuluhan ini para orang tua yang ada di kelompok tersebut dapat pemahaman positif (positive deviance), sehingga penyebaran informasinya dapat lebih baik, karena mendapatkan pengetahuan dari ahlinya. Bahkan kita juga bekerja sama dan menghadirkan Psikiater/Psikolog untuk ibu-ibu yang mengalami stres atau depresi dalam menghadapi anak berkebutuhan khusus ini,” tandasnya.
Sementara itu, Ketua PIK POTADS Sumut, Umi Idayanti SPsi mengungkapkan, kelompok PIK POTADS Sumut sudah ada di 33 Kabupaten/Kota di Sumut, dengan jumlah anak berkebutuhan khusus, down sindrom sebanyak 175 orang. Dan yang hadir dalam penyuluhan ini masih yang berdomisili yang dekat dengan FK USU, yakni Medan, Deliserdang dan Langkat, dengan jumlah anak 75 orang.
“Kegiatan yang bekerja sama dengan FK USU ini, banyak menerima keluhan orang tua dengan masalah gizi, mal nutrisi dan obesitas, dari usia 0-18 tahun. Di kegiatan ini kita juga berikan penyuluhan tentang gizi, genetik, konseling mental orang tua. Sebab, banyak orang tua yang masih belum siap dan menerima mendapatkan hadiah dari Tuhan dengan anak berkebutuhan khusus ini,” ujarnya.
Dia menjelaskan, penyebab utama down sindrom adalah kelainan genetik di kromosom 21. Dalam pemisahan kromosom ada 3 kemungkinan yang didapati, yakni mosaik (hanya sedikit mengambil permasalahan down sindrom), lalu trisomy 21, ini yang banyak dihadapi di kelompok/komunitas PIK POTADS. Terjadinya secara spontan, dengan orang tua normal. Biasanya dari penelitian, karena si ibu hamil di atas 36 tahun. Tetapi kenyataannya di usia produktif (di bawah 30 tahun dan kehamilan anak pertama) bisa juga mendapatkan anak down sindrom. Sebaiknya hal ini harus dilakukan penelitian ulang atau lebih mendalam soal ini. Yang terakhir, translokasi atau turunan dari orang tuanya, bisa dari keturunan ibu atau keturunan bapak.
“Penyuluhan ini penting, agar dapat diminimalisir dan tidak terulang mendapatkan anak down sindrom. Mana tahu orang tuanya ingin memiliki anak lagi. Selama ini ada, dengan mengambil sampel sejak hamil dari plasenta anak. Tetapi biayanya mahal, nominalnya kurang lebih Rp10 juta,” katanya.
Umi menuturkan, kebanyakan anak down sindrom bahkan mendapatkan penyakit penyerta, seperti bocor jantung, kelainan usus, kelainan paru-paru, atresia ani, dan sebagainya. “Saya juga memiliki anak down sindrom, di golongan trisomy 21, dengan penyakit penyerta kelainan paru-paru. Tetapi kita bersyukur, di komunitas ini, tidak ada lagi yang mendapatkan anak berikutnya kembali down sindrom,” tuturnya.
Menurutnya, anak down sindrom memang anak istimewa, semua serba mahal sebab gizinya khusus, susunya mahal dan harus sering di terapi. Anak-anak down sindrom kebanyakan kesulitan dalam berbicara, sehingga kebanyakan bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB).
Karena itu, sambungnya, anak-anak ini sebenarnya bisa bersosialisasi dengan anak-anak normal dan bersekolah di sekolah inklusi, asalkan memang orang tuanya benar-benar memperhatikan dan sering diajak terapi. Mereka memang tidak bisa membaca, tetapi mereka dapat faham denfan visual dan diajarkan berulang-ulang, yakni membaca dengan ada visualnya atau gambarnya.
“Kita berharap ada perhatian dari Pemerintah, agar anak-anak ini memiliki kepercayaan diri, dapat mandiri dan tidak merasa dibuang. Tentunya akan berefek ke masa depannya kelak. Kita juga sedang membutuhkan rumah singgah, untuk segala kegiatan anam Down Sindrom, seperti pelatihan kreatifitas (memasak, menggambar, tanam menanam, dan sebagainya). Ini kita yang belum ada dan berharap ada bantuan dari pihak sukarelawan,” pungkasnya. (rel)
NB: Teks Foto: Bersama: Ketua Pengabdian Masyarakat FK USU, Nenni Dwi Aprianti Lubis SP MSi bersama Anggota, Dr Hidayat Sasmita MBiomed, Sri Amelia MKes, Dr Ariyanti Yosi SpKK(K) MKed(KK), Ketua PIK POTADS Sumut, Umi Idayanti SPsi dan lainnya, di Pendopo FK USU, Jalan Dr Mansyur Medan, Minggu (26/6). Ist