MEDAN (Waspada.id): Ribuan massa menggelar aksi unjukrasa di depan Kantor Gubsu, Senin (10/11). Salah satu tuntutan mereka adalah mendesak Gubsu Bobby Nasution, agar menyurati Presiden RI untuk mencabut izin operasional PT. Toba Pulp Lestari (TPL).
Ribuan massa yang melakukan aksi damai hari itu tergabung dalan Sekretariat Bersama (Sekber) Gerakan Oikumenis untuk Keadilan Ekologis di Sumut. Dalam pernyataan sikapnya, mereka menyebutkan bahwa aksi tersebut menjadi bentuk keprihatinan mendalam terhadap krisis ekologis dan sosial yang terus melanda kawasan Tapanuli Raya. Itu terjadi, akibat operasi industri kehutanan PT. TPL yang telah berlangsung hampir empat dekade.
Pimpinan Aksi Rokki Pasaribu, saat membacakan pernyataan sikapnya mengatakan, keberadaan PT. TPL telah memicu kerusakan hutan secara masif dan sistemik. Hal ini berdampak pada bencana ekologis beruntun, serta penderitaan sosial bagi masyarakat di sekitar Danau Toba dan Tapanuli Raya.
Kata Rokki Pasaribu, perusakan hutan telah melahirkan bencana yang tidak hanya menelan korban jiwa dan materi, tetapi juga menyisakan trauma mendalam. “Terutama bagi perempuan dan anak-anak,” katanya.
Dalam aksinya, Sekber juga menyoroti peningkatan pelanggaran Hak Azasi Manusia (HAM), yang disebut sebagai konsekuensi langsung dari konflik agraria dan perampasan ruang hidup masyarakat adat oleh aktivitas industri TPL tersebut.
Sementara itu, Ketua Sekber Gerakan Oikumenis untuk Keadilan Ekologis di Sumut Partor Walden Sitanggang mengatkan, banyak masyarakat adat yang dikriminalisasi, diintimidasi, bahkan diteror, karena mempertahankan tanah ulayatnya.
Menurut mereka, PT. TPL bukan hanya menjadi simbol eksploitasi ekologis, tetapi juga katalisator konflik sosial yang menempatkan masyarakat adat sebagai korban berlapis. Yakni, kehilangan hutan, lahan, dan martabat.
Massa aksi hari itu juga menyoroti pernyataan Gubsu Bobby Nasution, yang pada 13 Oktober 2025 menyebut PT. TPL memiliki alas hak sah, dan kegiatannya tidak boleh dihalangi. Sekber menilai, pernyataan tersebut mencerminkan keberpihakan pemerintah provinsi kepada korporasi, alih-alih kepada rakyat dan lingkungan.
“Gubernur seharusnya berpihak pada rakyat, bukan pada izin formal perusahaan. Ketika rakyat menderita dan alam rusak, negara wajib berpihak pada keadilan ekologis,” kata Sekretaris Sekber Pdt JP. Robinsar Siregar.
Dalam pernyataannya, Sekber Gerakan Oikumenis untuk Keadilan Ekologis menyampaikan empat poin tuntutan: Yakni, mendesak Gubsu menyatakan kepedulian terhadap korban kriminalisasi dan kerusakan alam akibat aktivitas PT. TPL.
Sekber juga mendesak Gubsu agar menyurati Presiden RI untuk mencabut izin operasional PT. TPL. Juga mereka mendesak Presiden Prabowo Subianto, segera menutup PT. TPL secara permanen.
Mereka menegaskan, sudah saatnya negara hadir menegakkan keadilan ekologis dan melindungi masyarakat adat dari ancaman korporasi besar.
Sampai pukul 14:00, belum ada pihak Pemprovsu yang menemui massa aksi. Keinginan pengunjukrasa untuk berdialog langsung dengan Gubsu, juga belum terwujud. Sementara, Wagubsu Surya, yang sudah menemui massa, sesaat kemudian kembali ke Kantor Gubsu. Karena terjadi dorong-dorongan di pintu pagar Kantor Gubsu. (id23)












