Scroll Untuk Membaca

Medan

Habis Galian Drainase Terbitlah Lubang Menganga di Jalanan

Habis Galian Drainase Terbitlah Lubang Menganga di Jalanan
Founder Ethics of Care, Farid Wajdi. Waspada/ist
Kecil Besar
14px

MEDAN (Waspada): Pengerjaan galian drainase di sejumlah bahu jalan menyisakan protes warga. Lubang bekas galian menganga yang mengancam keselamatan warga, termasuk material tanah galian yang biarkan begitu saja tanpa mengembalikannya kembali kepada kondisi semula. Hal itu disampaikan, Founder Ethics of Care Farid Wajdi (foto) , Senin(4/9).

Kata dia, sepatunya warga diberikan informasi proses, waktu dan dampak serta kompensasi dari ekses galian tersebut.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Habis Galian Drainase Terbitlah Lubang Menganga di Jalanan

IKLAN

Banyak dan sudah lama proses galian drainse yang dibiarkan seperti itu dan terkini adalah apa yang dialami warga Jl. Perjuangan, Kota Medan. Seperti sudah jadi tradisi, galian dibiarkan mengangga begitu saja serta berantakan tanpa adanya perbaikan. Padahal semestinya sebagai pekerja proyek lebih teliti jangan meninggalkan masalah baru bagi warga.

“Selain merusak bahu jalan, keberadaan bekas galian yang tidak rapi cukup mengganggu pengguna jalan, akibat banyaknya material galian yang memakan bahu jalan,”sebutnya.

Lanjut dia, tidak cukup hanya itu, galian drainase juga telah merambah ke dampak rusaknya rumah warga yang rusak dan usaha warga terbengkalai. Ini jelas membahayakan dan merugikan! Setelah itu, cukup hanya pasang plang permintaan maaf, lalu masalah dianggap selesai?

“Bahkan seiring masuknya musim hujan, bekas galian drainase yang masih menganga menimbulkan titik banjir di lingkungan warga. Masaahnya airnya tidak mengalir, jadi menjadi becek dan titik banjir baru?

Melawan hukum

Dia mencontohkan, perbuatan melawan hukum yakni
kejadian yang dialami Jl. Perjuangan, tentu sangat memprihatinkan. Terkesan kontraktor seenaknya memotong ruas jalan yang ada dengan cara melakukan penggalian dan pemasangan pipa dan lain sebagainya.

Padahal itu melanggar hukum. Secara normatif, badan atau seseorang melakukan pemotongan ruas jalan aspal, otomatis melanggar UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan. Pengguna jalan dapat menuntut para penyelenggara jalan jika terjadi kecelakaan akibat jalan rusak.

Dalam hal ini pemborong (swasta/BUMN) dan pemerintah Kota Medan. Ketentuan itu dituangkan dalam Pasal 24 ayat 1 UU No. 22 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang menyatakan penyelenggara jalan wajib segera dan patut untuk memperbaiki jalan yang rusak yang dapat mengakibatkan kecelakaan lalu lintas.

Seterusnya, kalau penyelenggara jalan tidak memasang tanda pada jalan rusak, maka ketentuan pidana atas pelanggaran Pasal 24 ayat (2) diatur dalam Pasal 273 ayat (4), sehingga penyelenggara jalan terancam pidana penjara paling lama 6 bulan atau denda paling banyak Rp1,5 juta. Jika penyelenggara jalan tidak segera memperbaiki kerusakan dan mengakibatkan munculnya korban, maka ada ancaman sanksi pidana. Jika korban mengalami luka ringan dan/atau kerusakan kendaraan ancaman hukumannya adalah paling lama 6 bulan penjara atau denda paling banyak Rp12 juta.
Lalu, jika korban mengalami luka berat, maka penyelenggara jalan bisa terancam pidana penjara paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp24 juta.

“Selanjutnya, jika korban sampai meninggal dunia, maka penyelenggara terancam penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp120 juta (vide Pasal 273). Selain itu, bagi warga yang merasa dirugikan dapat menuntut ganti rugi secara material dan immaterial atas dasar perbuatan melawan hukum (Pasal 1365 KUHPerdata),”pungkasnya.(m22)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE