Scroll Untuk Membaca

Medan

Hakim Minta Gubernur Bobby Dihadirkan, Buka Borok Politik Anggaran Di Sumut

Hakim Minta Gubernur Bobby Dihadirkan, Buka Borok Politik Anggaran Di Sumut
Elfenda Ananda, pengamat anggaran dan kebijakan publik Sumatera Utara.Waspada.id/Ist
Kecil Besar
14px

MEDAN (Waspada.id): Permintaan Ketua Majelis Hakim Tipikor, Khamozaro Waruwu, agar Jaksa KPK menghadirkan Gubernur Sumut Bobby Nasution dan Pj Sekda Effendy Pohan untuk dimintai keterangan dalam fakta persidangan proyek jalan Sipiongot senilai Rp165 miliar di PN Medan, Rabu (24/9/2025), membuka borok politik anggaran di Sumut.

Hal itu ditegaskan pengamat anggaran dan kebijakan publik, Elfenda Ananda kepada Waspada.id, Kamis (25/9/2025), menanggapi berita Waspada.id yang berjudul ‘Hakim Sidang Korupsi Proyek Jalan PUPR Sumut Minta Jaksa KPK Hadirkan Bobby Nasution’.

Elfenda menyebut, penegasan prinsip ‘Equality Before The Law’ jelas penting, dimana pejabat tinggi pun wajib diperiksa bila diduga terlibat. ‘’Namun, pernyataan ini harusnya jangan berhenti pada retorika moral, namun harus diikuti langkah hukum konkret,’’ ujarnya.

Hakim Khamozaro Waruwu menegaskan prinsip equality before the law (semua orang sama di depan hukum) sebagai pengingat bahwa pejabat tinggi pun harus diperiksa bila diduga terlibat dalam kasus.

Meski demikian, kata Elfenda, pernyataan tersebut masih terdengar sebatas retorika moral, karena belum menyinggung secara tegas konsekuensi hukum bagi pejabat atau saksi yang menghalangi, berbohong, atau tidak kooperatif.

Publik berharap ucapan hakim itu tidak berhenti pada retorika, tetapi benar-benar diwujudkan dalam langkah hukum nyata.

Permintaan menghadirkan Gubernur Sumut Bobby Nasution dan Pj Sekda Effendy Pohan memang penting, tetapi harus ditegaskan bahwa enam kali pergeseran anggaran melalui Pergub bukan sekadar persoalan teknis, melainkan dugaan penyalahgunaan kewenangan politik anggaran, kata Elfenda.

Dorongan agar saksi tidak takut kehilangan jabatan dan lebih takut kepada Tuhan memang memberi pesan moral untuk mencegah saksi berbohong karena tekanan struktural.

Namun, pernyataan “jangan takut kehilangan jabatan” juga bisa mengisyaratkan adanya tekanan politik. Karena itu, hakim seharusnya menekankan perlindungan hukum bagi saksi, bukan sekadar memberi imbauan moral.

Kasus ini tidak sekadar soal teknis pergeseran anggaran, melainkan penyalahgunaan kewenangan politik anggaran. Anggaran belanja modal melonjak hingga 104 % hanya dalam enam kali pergeseran lewat Pergub, dari No.7/2025 hingga No.25/2025.

‘’Tender kilat diumumkan sore, disahkan malam itu juga, sementara dokumen perencanaan baru muncul sebulan kemudian. Pejabat teknis mengaku tidak dilibatkan. Fakta ini telanjang: lelang hanyalah formalitas, pemenang sudah disiapkan sejak awal,’’ sebut Elfenda.

Lebih jauh, jejak politik eksekutif sangat kentara. Gubernur Sumut Bobby Nasution meninjau jalan, lalu seakan keesokan harinya anggaran muncul lewat Pergub. Padahal proyek ini bukan darurat, bukan pula Proyek Strategis Nasional yang tetap harus melewati prosedur.

‘’Jika pengadilan hanya menghukum kadis dan kontraktor, sementara gubernur dan pejabat tinggi tidak disentuh, maka hukum sekali lagi tajam ke bawah, tumpul ke atas,’’ tandasnya.

Karena itu, menghadirkan gubernur dan sekda bukan formalitas, tapi ujian keberanian KPK dan Pengadilan Tipikor untuk membuktikan bahwa hukum benar-benar berlaku bagi semua.

Untuk itu, masyarakat Sumut yang sudah membayar pajak atas APBD meminta Aparat Penegak Hukum (KPK dan Hakim Tipikor) jangan berhenti pada operator teknis.

‘’Hadirkan Gubernur Sumut Bobby Nasution dan Pj Sekda Effendy Pohan untuk menguji legalitas Pergub pergeseran anggaran. Fokus pada abuse of power dalam politik anggaran, bukan sekadar maladministrasi tender,’’ pinta Elfenda.

Dalam hal fungsi legislasi dan pengawasan, masyarakat Sumut meminta DPRD Sumut harus melakukan audit khusus terhadap seluruh Pergub pergeseran anggaran 2025. Bentuk Pansus Anggaran untuk menelusuri apakah pergeseran dilakukan demi kepentingan rakyat atau hanya untuk proyek rente.

Bagi publik dan media diharapkan untuk mengawal proses persidangan agar tidak berhenti pada kelinci percobaan (pergeseran anggaran 6X) kambing hitam pejabat rendahan.

‘’Publik harus mendesak perbaikan tata kelola anggaran dan transparansi APBD, khususnya setiap Pergub pergeseran anggaran, yang harus diumumkan secara terbuka,’’ jelas Elfenda.(id96)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE