Scroll Untuk Membaca

Medan

Hukum Bertekuk Lutut Ke Atas, Potret Satu Tahun Prabowo

Hukum Bertekuk Lutut Ke Atas, Potret Satu Tahun Prabowo
Farid Wajdi. Waspada.id/ist
Kecil Besar
14px

MEDAN (Waspada.id): Farid Wajdi selaku Founder Ethics of Care/Anggota Komisi Yudisial 2015-2020, pada Rabu(22/10) menyoroti setahun kepemimpinan Presiden Prabowo.

Dipaparkan, janji keadilan Presiden Prabowo mulai pudar di tengah stagnasi reformasi hukum dan absennya keberanian moral aparat.
Satu tahun kepemimpinan Prabowo Subianto seharusnya menjadi momentum koreksi arah hukum nasional.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN

Saat dilantik, Presiden berjanji menegakkan hukum tanpa pandang bulu, menumpas korupsi, dan melindungi rakyat kecil dari kesewenang-wenangan aparat. Ia bahkan menegaskan bahwa hukum tidak boleh “tajam ke bawah, tumpul ke atas.” Namun, setahun berlalu, realitas di lapangan menunjukkan hukum masih belum beranjak dari pola lama: keras kepada yang lemah, lembek kepada yang kuat.

Pemerintah memang menonjolkan sederet capaian simbolik. Pengembalian dana negara Rp13,2 triliun dari kasus ekspor CPO, pengusutan korupsi di sektor energi, hingga gebrakan Kejaksaan Agung dijadikan bukti bahwa hukum bekerja.

Dalam berbagai kesempatan, Prabowo mengingatkan agar aparat seperti Kejaksaan dan Kepolisian tidak mengkriminalisasi masyarakat lemah dan bekerja dengan hati nurani. Prinsip itu bahkan disambut Kejaksaan dengan slogan baru: “tajam ke atas, humanis ke bawah.”

Namun, praktik penegakan hukum masih jauh dari cita-cita moral itu. Kasus Firli Bahuri menjadi contoh paling gamblang bagaimana hukum bisa kehilangan keberanian ketika berhadapan dengan kekuasaan.

Dugaan pemerasan terhadap SYL yang menyeret mantan Ketua KPK itu berjalan tersendat, penuh alasan prosedural, dan tanpa kepastian vonis.

Publik menyaksikan bagaimana lembaga penegak hukum tampak ragu—bahkan enggan—menyentuh figur yang dulu berdiri di puncak antikorupsi.

Sebaliknya, terhadap rakyat kecil, hukum kerap menunjukkan taringnya. Petani di Sulawesi dijebloskan ke penjara karena menebang kayu di tanah sengketa yang telah ia garap puluhan tahun.

Seorang ibu rumah tangga di Jawa dijerat UU ITE lantaran unggahan keluhan tentang harga pupuk. Bahkan, seorang remaja dipidana karena video satir tentang pejabat. Di sinilah hukum tampil dengan wajah paling ironisnya: gagah melawan yang tak berdaya, tapi gemetar di hadapan kekuasaan.

Keterpurukan moral hukum juga tampak dalam kasus Silvester Matutina, yang divonis bersalah karena dianggap mencemarkan nama baik Jusuf Kalla.

Banyak kalangan mencium dugaan intervensi dan tekanan politik di balik perkara ini. Hukum tampak tidak tegak—ia bertekuk lutut pada kehendak nama besar. Di mata publik, keadilan kembali kehilangan wibawanya.

Lebih ironis lagi, pemerintah belum juga membentuk tim reformasi Polri—agenda penting yang sejak awal dijanjikan untuk memperbaiki wajah kepolisian.

Padahal, desakan publik agar Polri menata ulang kultur kekerasan, pungli, dan impunitas semakin nyaring. Namun hingga kini, langkah pembenahan hanya terdengar di panggung pidato, tak pernah menembus ruang praktik. Polisi masih sibuk menjaga citra, bukan memperkuat integritas.

Satu tahun pemerintahan ini akhirnya menegaskan paradoks lama: hukum di Indonesia lebih loyal kepada stabilitas daripada keadilan.

Ia masih menjadi alat legitimasi kekuasaan, bukan pelindung warga negara. Presiden mungkin sungguh percaya pada keadilan substantif, tetapi tanpa reformasi lembaga dan keberanian moral di lapangan, keadilan itu tak akan pernah hadir.

Hukum semestinya menjadi pagar bagi yang lemah, bukan cambuk. Tapi selama aparat lebih takut pada atasan daripada pada nurani, keadilan akan tetap jadi mimpi. Seperti dulu, dan seperti sekarang: tajam ke bawah, layu ke atas.(id18)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE