MEDAN (Waspada.id): Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Sumatera Utara angkat suara terkait penangkapan 16 warga Sibolga yang diduga terlibat penjarahan minimarket saat bencana banjir dan longsor melanda wilayah tersebut.
IDAI Sumut meminta pihak kepolisian mempertimbangkan aspek kemanusiaan dan tidak menahan para warga yang sebagian besar masih berusia sangat muda.
Permintaan itu disampaikan salah satu pengurus IDAI Sumut, dr. Rizky Adriansyah Sp.A, menyusul kondisi para tersangka yang disebut memiliki tanggungan keluarga, termasuk anak-anak yang masih membutuhkan nafkah.
“Mereka punya keluarga, anak, istri, yang harus mereka nafkahi. IDAI Sumut bersedia memediasi dengan pemilik minimarket dan jika perlu mengganti berapa yang dicuri ke 16 orang tersebut,” ujar dr. Rizky dalam keterangannya, Selasa (2/12) kepada Waspada.
Ia menegaskan bahwa langkah penahanan justru dapat memperburuk kondisi keluarga, terutama anak-anak yang kini ikut terdampak bencana dan kehilangan penopang ekonomi.
“Kami meminta warga tersebut tidak ditahan,” tambahnya.
Kronologi Penangkapan 16 Warga
Sebelumnya, Kepolisian Resor Sibolga menangkap 16 warga yang diduga terlibat penjarahan di sejumlah minimarket pada Sabtu (29/12). Viral di media sosial, video menunjukkan beberapa warga membawa makanan dan kebutuhan pokok dari toko yang rusak akibat banjir.
Polisi menyebut sebagian besar tersangka adalah remaja dan pemuda berusia di bawah 20 tahun. Barang yang diambil pun berupa makanan ringan, minuman, susu, sabun, hingga air mineral—kebutuhan yang sangat dibutuhkan saat krisis pangan melanda.
Krisis Pangan Menguatkan Motif Penjarahan
Warga sebelumnya mengaku terpaksa menjarah karena bantuan pemerintah belum cepat tiba di beberapa lokasi, sementara harga bahan pokok melonjak tajam:
Cabai sempat mencapai Rp300 ribu per kg
Telur Rp10 ribu per butir
BBM langka
Beras sulit didapat
Kondisi ini memicu kepanikan pangan sehingga sebagian warga memilih bertahan hidup dengan cara mengambil barang dari minimarket yang rusak.
Seruan Keadilan dan Penegakan Hukum yang Proporsional
Sejumlah pihak menilai, penindakan hukum terhadap warga kecil berlangsung sangat cepat, sementara aktor besar seperti perusahaan perusak hutan—yang diduga menjadi salah satu penyebab banjir besar—belum tersentuh proses hukum.
IDAI Sumut menekankan bahwa pendekatan kemanusiaan lebih dibutuhkan, terutama karena banyak anak yang terdampak secara psikososial dan berpotensi kehilangan figur pencari nafkah jika orang tua mereka ditahan.
IDAI Sumut Siap Fasilitasi Perdamaian
Untuk menghindari kriminalisasi yang tidak proporsional, IDAI Sumut menyatakan kesiapannya:
memediasi antara tersangka dan pemilik minimarket,
memfasilitasi proses restorative justice, bahkan mengganti nilai kerugian yang dicuri oleh 16 warga tersebut.
“Yang dicuri pun bukan barang mewah, melainkan makanan. Di tengah bencana, kami berharap proses hukum bisa mempertimbangkan sisi kemanusiaan,” ungkap dr. Rizky.(id20)












