MEDAN (Waspada): Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Sumut melaporkan Wali Kota Sibolga periode 2010-2015 ke Kejaksaan Tinggi Sumut, Kamis (20/10).
Laporan disampaikan terkait dugaan korupsi pengadaan tanah pertapakan pembangunan rumah susun sederhana sewa (rusunawa) di Jalan Merpati/Mojopahit, Aek Manis, Sibolga Selatan.
Laporan itu dibenarkan Ketua DPD IMM Sumut Muhammad Arifuddin Bone dan Sekretaris Rahmad Darmawan Daulay.
“IMM Sumut mempersoalkan dugaan keterlibatan Wali Kota Sibolga periode 2010-2015 dalam penentuan harga tanah pertapakan milik Adely Lis itu,” kata Arifuddin, Jumat (21/10).
Kasus itu sebelumnya telah diputus oleh Pengadilan Negeri Medan pada Februari 2017, juga telah diputus Mahkamah Agung RI pada Mei 2018. Dalam putusannya, akibat pengadaan tanah pertapakan rusunawa itu menyebabkan kerugian negara sebesar Rp3,2 miliar.
Kerugian itu setelah terdakwa kasus tersebut, JES membayar ganti rugi atas tanah tersebut kepada Adely Lis.
Arifuddin menyebutkan, dalam sidang terhadap terdakwa JES semua fakta-fakta itu terungkap. Bahwa mantan Wali Kota Sibolga dua periode berinisial SH, yang menentukan harga pembayaran, bukan tim penilai.
Namun anehnya, kata dia, SH tidak dimintai keterangan. “Bahkan tidak terkena pasal ikut bekerjasama menguntungkan orang lain atau pihak tertentu, sebagaimana diterapkan dalam UU tindak pidana korupsi,” sebutnya.
Apalagi harga yang diucapkan SH berada di atas harga yang telah ditentukan oleh tim penilai, yakni Rp850 ribu/meter. “Kita tidak tahu dasar SH menaikkan harga, dan kita indikasikan ada niat menguntungkan orang atau pihak tertentu atas perintah pejabat tersebut,” ujar Arifuddin.
Karenanya, selain telah terbuka dalam persidangan melalui saksi-saksi pada perkara atas nama JES, Arifuddin meminta agar Kejati Sumut selaku penyidik serta penuntut, melakukan pemeriksaan terhadap mantan Wali Kota Sibolga terkait perintahnya menaikkan harga pembayaran itu.
“Dalam waktu dekat kita juga akan melakukan aksi damai terkait adanya dugaan mafia dan mafia perkara dalam kasus itu, sehingga SH yang memberikan perintah pembayaran dengan harga lebih tinggi dari harga taksiran tim penilai sama sekali terlepas dari jerat hukum,” kata dia. (m10)