MedanNusantara

In Memoriam Teruna Jasa Said Mewujudkan Konvergensi Media Di Tengah Senjakala

In Memoriam Teruna Jasa Said Mewujudkan Konvergensi Media Di Tengah Senjakala
Kecil Besar
14px


Oleh Armin Nasution
 
KABAR duka yang datang Minggu (9/11/2025) pagiterasa menyeruak. Hari yang dingin menebar kabar duka. Hari itu berpulang satu sosok tokoh pers Sumut yang sudah turut membesarkan Harian Waspada. Dialah H Teruna Jasa Said bin H Mohammad Said, wakil pemimpin Redaksi Harian Waspada dan Pemimpin Redaksi Berita Sore, berpulang di usia 77 tahun.

Rasa kehilangan itu diwakili oleh headline Harian Waspada esoknya dengan judul Sumut kehilangan tokoh pers.
Niat untuk menyelesaikan tulisan ini akhirnya rampung juga. Banyak pertimbangan yang membuat saya harus berfikir ulang untuk merampungkan tulisan ini. Kenapa? Begini, Harian Waspada yang dilahirkan sosok HM Said dan Hj Ani Idrus punya hubungan bathin yang sangat kuat dengan histori keluarga kami.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN

Ayah saya Syarifuddin Nasution (alm) adalah wartawan Harian Waspada di Padangsidimpuan. Meniti karir dari bawah hingga kemudian menjadi kepala perwakilan Harian Waspada wilayah Tabagsel. Saya pun dibesarkan Harian Waspada. Masuk tahun 2000 tapi menulis di harian ini sejak 1995 kemudian keluar secara struktural 2014. Adik ipar saya Syukri Falah Harahap sekarang masih aktif menjadi wartawan Harian Waspada biro Tabagsel.

Adik laki-laki saya satu-satu-nya M. Suhandi Nasution pernah menjadi wartawan di Harian Waspada. Coba kurang kekuatan emosional apalagi yang bisa menggambarkan bagaimana Harian Waspada dan sosok Teruna Jasa Said ini bagi kami. Maka ayah saya pernah dipimpin Bg Una (panggilan akrabnya). Saya pernah jadi repoter-nya Bang Una. Syukri Falah adalah bawahannya begitu juga M. Suhandi.

Maka untuk mendiskripsikan sosoknya dalam tulisan singkat ini terasa tidak cukup. Kepada almarhum ayah yang menghabiskan masa tuanya di Padangsidimpuan, Bg Una pernah bilang: menulislah terus walaupun sudah tua. Cuma itu yang membuat kita tidak pikun.
Dan kalau saya yang bertemu Bang Una akan selalu ditanyanya: mana tulisan Armin? Menulislah terus. Walaupun kritikan dan ide tulisan tak direspon para pejabat tapi setidaknya itulah integritas diri kita. Dan mahasiswa di kampus pasti membaca tulisan Armin, kata Bang Una. Karena dia tahu pasti ketika saya menulis tulisan-tulisan itu paling tidak akan ditampilkan di slide presentasi saat mengajar di kampus sebagai perbandingan atau diskripsi atas satu kejadian. Sesekali dia mmengirimkan chat whatsapp ‘memuji’ tulisan saya di  Waspada.

Maka dengan tulisan singkat ini semua kenangan baik soal sisi humanisnya yang diakui oleh seluruh karyawan maupun seluruh wartawan yang pernah dipimpinnya mutlak adanya. Saya pernah diskorsing di Harian Waspada. Tiga bulan lamanya atas satu peristiwa yang membuat status saya di harian ini nyaris putus.

Di ujung cerita saya akhirnya memberanikan diri menemui Bang Una ke rumahnya di Komplek Koserna. Tahu apa endingnya? Dia bilang begini: Saya tahu Armin. Saya juga dekat dengan orang tua Armin. Harian Waspada ini tempat kita sama-sama. Maka perbaiki segala kesalahan dan belajarlah bekerjasama dalam tim. Saya kira ini hanya akan sampai skorsing tidak akan sampai ke pemecatan.

Kalimatnya bukan saja respon seorang pimpinan tapi kedekatan emosional. Di perjalanan pulang dari rumahnya, teleponnya masuk. “Nanti Armin buat surat pernyataan dan permohonan maaf kepada Harian Waspada ya. Itu paling tidak jadi dasar kami untuk pertimbangan sanksi,” katanya.

Begitulah dia menyelesaikan permasalahan. Bukan karena merasa dekat, lalu memutuskan tanpa pertimbangan. Singkat cerita saya keluar dari Harian Waspada 2014. Hanya saja hubungan dengan Bang Una, Bang Prabudi Said (pemimpin redaksi) dan Ibu dr. H. Rayati Syafrin (pemimpin umum) tetap terjaga dengan baik. Karena saya tetap menulis kolom di harian ini terutama yang berhubungan dengan makro ekonomi.

Setelah keluar pun saya masih sempat diajak lagi oleh Ibu Rayati Syafrin untuk mendalami beberapa laporan keuangan Harian Waspada dan kondisi kekinian di manajemen. Beruntungnya, saya bisa ikut rapat umum pemegang saham lengkap dengan Indra Buana Said yang disambungkan lewat teleconference karena tinggal di Norwegia.

Merupakan satu kehormatan bisa bergabung dengan para pemilik saham membahas berbagai hal tentang keberlangsungan bisnis dan kondisi keuangan Harian Waspada. Karena konon pertarungan media cetak yang tergerus oleh online. Saat itulah kemudian saya berdiskusi cukup alot dengan Tribuana Said dan Teruna Jasa Said, memaparkan bagaimana harusnya konvergensi media bisa dijalankan disaat surat kabar menghadapi senjakala.

“Coba Armin kasi pandangan dulu bagaimana konsep bisnis ini bisa berjalan kalau kovergensi media kita jalankan,” kata Teruna Jasa Said waktu itu. Karena dia juga memegang kuasa penuh atas perwakilan Harian Waspada di Biro Jakarta. Diskusi kami memang tidak tuntas. Bahkan selepas rapat umum pemegang saham pun belum ketemu solusi ideal untuk keberlangsungan bisnis secara umum.

Yang saya tahu konvergensi media ini adalah salah satu yang dicetuskan oleh Teruna Jasa Said saat kami bertemu dan berdiskusi intens. Konvergensi media yang dicetuskannya adalah  penggabungan berbagai media seperti audio, visual, dan teks ke dalam satu platform digital atau perangkat.

Adanya konvergensi teknologi, yang menyatukan komputasi, komunikasi, dan konten, serta memungkinkan informasi yang sama disajikan di berbagai platform, seperti situs web, media sosial, dan aplikasi mobile.

Bagaimana misalnya Harian Waspada bertransformasi sehingga sebuah berita dapat ditemukan di koran, situs berita online, dan diunggah ke media sosial, atau bagaimana aplikasi seperti Gojek menggabungkan transportasi, e-commerce, dan media hiburan. 
Diskusi tentang konvergensi media yang ingin dibangun Harian Waspada ini mengemuka lagi ketika saya dengan Bang Una sering bertemu. Di tengan kondisi badannya yang sering drop, dia masih sering menyempatkan diri datang ke Bumi Warta Harian Waspada, Jl. Brigjend Katamso Medan. Di situlah kami sering bertemu beberapa waktu terakhir.

Kehadirannya di situ merupakan support luar biasa atas hadirnya Waspada TV yang dirancang oleh Hang Tuah Jasa Said, putra sulungnya. Saya faham betul beberapa karakter yang dimiliki Bang Una memang mengalir ke darah Hang Tuah. Dia berani mengambil risiko dan mendorong hadirnya platform TV digital berbasis Youtube di tengah hegemoni platform sejenis yang sudah marak di level nasional.

Wapada TV ini bukan saja berisi konten berita tapi juga podcast. Yang kalau dibandingkan untuk skala Sumut tentu akan sulit mengejar rating sekelas open the door Dedy Courbouzier atau Denny Sumargo. Tapi Hang Tuah menghadirkan itu. Peran Bang Una pun hadir memberi berbagai masukan terkait Waspada TV termasuk misalnya soal konten dan pertanyaan kepada narasumber saat podcast.

Namun inti utama yang masih dicita-citakannya sampai saat ini adalah konvergensi media dengan induk Harian Waspada. Kenapa ini penting dirumuskan? Harian Waspada adalah media perjuangan usai kemerdekaan sampai gelombang reformasi datang. Tentu para pendiri sampai generasi ke generasi mengharapkan media ini terus berkibar.

Jika dulu media fokus pada mempertahankan kemerdekaan maka kini media harus mengawalnya. Selain itu, media tetaplah sebagai institusi bisnis. Yang di dalamnya menggali profit. Maka keberlangsungan Harian Waspada di tangan generasi selanjutnya perlu memikirkan konvergensi media seperti yang sudah lama digagas H Teruna Jasa Said dan komisaris lainnya.

Di penghujung tulisan saya masih ingat yang disampaikan Bang Una: Armin ini bapaknya saya kenal sebagai sahabat dan wartawan kita. Armin ini pun saya kenal. Jadi bapak dan anaknya sama-sama dekat dengan saya. Kedekatan emosional itulah kemudian yang membuat saya susah ‘move on’ dari Harian Waspada ini. Kelak ketika diminta ‘kembali pulang’ pun untuk mengabdi lagi ke Harian Waspada tak pernah saya tolak.

Sosok humanis itu telah pergi. Tapi cita-citanya tentu tak boleh padam. Ketika seseorang menghadap-NYA ada tiga hal yang terus mengiringinya, sedekah jariyah, ilmu yang diajakar serta doa anak yang soleh. Bagi kami banyak ilmu, kepedulian, sisi humanis dan keteladanan yang layak tetap dikenang. Selamat jalan Bang Una, Allohumagfirlahu warhamhu wa’afihi wa’fu anhu.

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE