MEDAN (Waspada): Beredarnya wacana terkait pencabutan subsidi untuk pupuk ZA dan SP-36 serta pupuk Organik yang dibahas Panitia Kerja (Panja) Komisi IV di DPR RI beberapa waktu lalu. Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumatera Utara (TPH Sumut) mengatakan belum ada surat keputusan resmi yang diterima terkait wacana tersebut.
Bahkan, Kepala Bidang Sarana Prasarana Dinas TPH Sumut, Jhoni Akim Purba mengatakan pihaknya belum bisa memberi keterangan lebih jauh terkait wacana yang tengah beredar itu.
“Akan tetapi, begitu ada keputusan resmi nantinya akan kita umumkan ke masyarakat. Karena itu berhubungan dengan kebijakan nasional. Kalaupun ada berita yang beredar mengenai tinggal pupuk NPK dan Urea saja yang di subsidi kita tunggu keputusan resminya dari pusat ya,” katanya saat diwawancarai di ruang kerjanya, Selasa (22/3).
Menurutnya, terkait pupuk ini sebenarnya Dinas TPH Sumut berusaha bagaimana masyarakat tidak bergantung kepada pupuk bersubsidi. Disebutkan Akim harus dengan strategi, diantaranya bagaimana petani yang selama ini tergantung pada pupuk kimia, maka akan dikembalikan menggunakan pupuk organik.
“Sebab pupuk organik banyak di lingkungan kita, mulai dari kotoran sapi, kambing dan ternak lah pada umumnya. Lalu limbah pertanian, itu kita kembalikan ke lahan kita. Kalau kita menggunakan pupuk organik, maka kita bisa hemat sampai 30-40 persen. Kita kembalikan sejarah sebenarnya seperti di tahun 70-an, petani kita belum menggunakan pupuk kimia,” jelas Akim.
Dijelaskan Akim Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) dulunya mensosialisasikan kepada masyarakat supaya petani menggunakan pupuk kimia dalam rangka peningkatan produksi. Sehingga bertahan lah itu sampai sekarang dan dulu kita sampai swasembada.
“Namun, dengan kondisi sekarang ternyata pupuk kimia itu sudah mempengaruhi terhadap fisik, kimia dan biologi tanah. Kalau itu sudah rusak, tentu harus kembali organik. Memang tidak seperti membalikkan telapak tangan, umpama hari ini dikasih organik langsung produksinya tinggi, tentu tidak. Mungkin di musim pertama adanya penurunan sedikit di kedua mulai normal dan di ketiga sudah bisa high,” bebernya.
Akim juga memberikan contoh perusahaan Jepang, atau petani Jepang saat ini lebih mengutamakan penggunaan pupuk organik. Bahkan, untuk konsumen di Jepang itu tidak mau menerima produk yang ada menggunakan bahan kimia.
“Dan, sekarang juga beberapa petani di Sumut juga telah menggunakan pupuk organik untuk tanamannya. Contoh petani lobak kita di Simalungun, Dairi. Lobak itu tidak boleh menggunakan pupuk kimia, namun menggunakan pupuk organik dan buahnya kita ekspor ke Jepang. Jadi, sebenarnya banyak tanaman kita yang sudah menggunakan organik, contoh juga Nanas Sipahutar dari dulu tidak pernah dipupuk. Yang paling menarik lagi tanaman jengkol dan pete kita yang tidak pernah dipupuk begitu juga durian kita, juga salak yang tidak di pupuk kimia,” ungkapnya.
Akim berharap tanaman pangan yang selama ini tergantung kepada pupuk kimia bisa dialihkan atau dikembalikan menggunakan tanaman organik.
“Itulah target kita kedepannya. Dan, kita ingin merubah mainset petani tidak perlu anggaran khusus, namun melalui PPL harus mensosialisasikan ini. Karena untuk ekspor tidak menerima buah atau sayuran yang menggunakan pupuk kimia tapi harus organik,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Akim juga menjabarkan hingga saat ini serapan pupuk subsidi ke petani di Sumut masih diangka 24 persen dan ini khusus Pupuk Urea. Sedangkan pupuk SP36 masih 15 persen, NPK di angka 3 persen, sedangkan pupuk organik 5 persen.
“Artinya sebenarnya angka ini kalau dikondisikan dengan lapangan harusnya sudah 3 persen karena sudah masuk musim tanam. Nantinya kita akan evaluasi ke lapangan. Kita berharap tetap bisa membantu. Namun tujuan kita ke depan petani tidak tergantung dengan pupuk kimia tapi ke pupuk organik,” pungkasnya. (cbud)