MEDAN (Waspada): Agama Islam telah mengajarkan toleransi antarumat beragama sejak dulu. Hal itu sesuai hadist disampaikan dari Abi Hurairah RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda, agama yang paling dicintai Allah adalah agama yang lurus (benar) lagi toleran (HR. Al-Bukhari).
Demikian antaranya disampaikan Dr. Hasan Matsum, M.Ag selaku
Ketua Umum MUI Kota Medan, saat menjadi narasumber dalam acara silaturahmi kebangsaan dan seminar internasional moderasi beragama, Sabtu (1/10) di Grand Mercure Medan, dilaksanakan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Medan.
Hasan Matsum menyampaikan topik “Normativitas dan Historitas Toleransi dalam Ajaran Islam”.
Lebih lanjut Hasan Matsum memaparkan, toleransi biasa disebut dengan term tasamuh yang berarti sebuah keluwesan dalam bermuamalah dengan i’tidal (seimbang), yaitu sikap wasathi (pertengahan) antara tadhyiq (mempersulit) dengan tasahul (terlalu memudahkan) (Ibrahim, 1989).
“Rasulullah Muhammad Saw menjelaskan agama ini dicintai Allah karena ajaran toleransinya, sebagaimana sabda beliau dalam sebuah hadis sahih (otentik),” sebutnya.
Dijabarkannya, prilaku toleransi bukanlah suatu yang asing dalam ajaran agama Islam, cukup banyak referensi yang dapat dirujuk, baik yang bersifat normatif maupun historis yang telah dicontohkan Rasulullah SAW, demikian pula para sahabatnya.
“Pendekatan normativitas dan historitas melihat toleransi dari berbagai sudut pandang. Normatif merupakan pendekatan yang melihat agama dari segi ajaran pokok dan asli dari Allah dan Rasul-Nya dan di dalamnya belum terdapat penalaran manusia,” paparnya.
Kata dia, dalam pendekatan teologis ini toleransi dilihat sebagai suatu kebenaran mutlak dari Tuhan, maksudnya pendekatan nalar ini dilihat sebagai suatu kebenaran yang utuh dari Tuhan, tidak ada kekurangan sedikit pun dan tampak seimbang. (Abdullah, M.Amin, 1999).
“Pada beberapa teks normatif, Alquran menjelaskan tentang prilaku toleran dalam kehidupan masyarakat yang plural (majemuk), diantaranya terdapat pada surah Hud ayat 118; “Jikalau Tuhanmu menghendaki niscaya Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi
mereka senantiasa berselisih pendapat.” (QS. Hud : 118).
Hal lain, sambung dia, dalam tafsir Al-Qurtubi, Mujahid dan Qatadah menjelaskan maksud kalimat “tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat” adalah mereka menjadi penganut agama yang berbeda-beda dan bermacam-macam. (Imam Al-Qurtubi, 2008).
“Selain mengintrodusir sekaligus mengakui adanya perbedaan dalam beragama Alquran juga mengatur bagaimana sikap toleransi yang mesti ditampilkan oleh seorang muslim (penganut agama Islam), di antaranya adalah larangan menghina atau melecehkan agama dan sembahan orang lain, sebagaimana tercantum dalam surah al-An’am ayat 108: “Dan janganlah kamu memaki/mencela sesembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki-mencela Allah dengan melampaui batas tanpa dasar pengetahuan” (QS : al-An’am : 108).(m22)