Scroll Untuk Membaca

Medan

Jemaat GKPI Sriwijaya Kota Medan Pertanyakan Kelanjutan Buku Sejarah Gereja

Jemaat GKPI Sriwijaya Kota Medan Pertanyakan Kelanjutan Buku Sejarah Gereja
Gereja GKPI Sriwijaya Kota Medan. Waspada.id/ist
Kecil Besar
14px

MEDAN (Waspada.id): Jemaat Gereja Kristen Protestan Indonesia (GKPI) Sriwijaya Kota Medan mempertanyakan kelanjutan penerbitan buku sejarah gereja ini. Pasalnya, setelah sebelumnya sempat diberi masukan, kritik dan saran, kelanjutan pengerjaan maupun penerbitan buku ini jadi tidak terdengar lagi hingga sekarang.

Hal itu disampaikan salah seorang jemaat GKPI Sriwijaya Kota Medan yang tak ingin namanya disebut, Jumat (19/9/2025)

Dikatakannya, sebelum diterbitkan, buku ini sempat dibedah untuk mendengar masukan dan saran dari jemaat. Tapi setelah itu, malah tidak terdengar lagi informasi perkembangannya. Hal itu membuat jemaat jadi bertanya-tanya.

“Kami mempertanyakan kelanjutan buku sejarah itu. Pasalnya hingga kini belum ada kabarnya. Tentu ini menjadi pertanyaan jemaat, apalagi ini menyangkut sejarah, uang dan integritas pendeta resort,” katanya.

Dijelaskannya, kelanjutan buku sejarah itu jadi mandek setelah ada masukan dan kritikan jemaat antara lain tentang sejarah lahan gereja. Jemaat juga sempat mempertanyakan sejarah dan status lahan gereja.

Jemaat menilai ada informasi yang kurang tepat terkait sejarah lahan gereja. Sayangnya setelah itu, kabar perkembangan buku sejarah itupun tidak terdengar lagi.

Terkait dana, menurut sumber, untuk pembuatan buku itu, setidaknya sudah menghabiskan biaya kurang lebih Rp 50 juta. Sehingga sangat wajar jika jemaat meminta kepastian.

“Kami sebagai jemaat meminta kepastian pasalnya uang sudah keluar. Apalagi ini menyangkut sejarah, harus benar-benar sesuai fakta. Pendeta JP Simorangkir sebagai pendeta resort harus menunjukkan tanggungjawabnya. Biaya sudah keluar kurang lebih Rp 50 juta. Jumlah ini tidak sedikit, maka wajarlah jemaat mempertanyakan,” kata sumber.

Pertanyaan lain dari jemaat saat draft buku dibedah adalah soal lahan yang ditengarai tidak didaftarkan di BPN. Kondisi ini, katanya, membuat jemaat semakin bertanya-tanya. Dijelaskan sumber, informasi yang benar terkait sejarah dan status hukum lahan gereja sangat penting untuk dibukukan sehingga generasi mendatang dapat mengetahui dengan benar.

“Karenanya integritas seorang pendeta, apalagi pendeta resort merupakan hal yang sangat penting. Hal inilah yang sering kami tuntut, tapi kalau saran maupun masukan tidak didengar atau justru dianggap kebencian, ya susah. Berarti integritas dan kredibiltasnya apalagi sebagai gembala patut dipertanyakan,” tandasnya.

Sementara Pendeta JP Simorangkir yang coba dikonfimasi tidak mau merespon. Pesan wa tidak dibalas dan berkali kali dihubungi Simorangkir juga tidak mau mengangkat telepon. (id23/rel)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE