MEDAN (Waspada): Publik Sumatera Utara (Sumut) menunggu langkah konkret dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut dugaan keterlibatan Gubernur Sumatera Utara (Gubsu), Bobby Nasution, dalam kasus korupsi yang menjerat Kepala Dinas (Kadis) Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Sumut, Topan Obaja Putra Ginting.
Meski sang kadis telah ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT), belum ada tanda-tanda KPK akan memeriksa Gubsu.
Hal ini memunculkan kecurigaan publik bahwa KPK tak cukup berani menyentuh tokoh sekelas Gubernur. Bagi banyak pihak, keberanian KPK dalam menangani kasus ini akan menjadi ujian penting bagi independensi dan integritas lembaga antirasuah tersebut.
Menanggapi hal itu, Pengamat Hukum Dwi Ngai Sinaga SH MH, menegaskan, KPK seharusnya tidak ragu memeriksa Gubsu jika ditemukan indikasi atau petunjuk keterlibatan, sebagaimana halnya terhadap pejabat lainnya.
“Logikanya apabila memang sudah ada pengakuan atau petunjuk-petunjuk Topan Ginting mengarah, maka Bobby sebagai warga negara yang baik harus diperiksa. KPK jangan takut, apalagi kalau sudah punya data,” tegas Dwi Ngai, Kamis (17/7).
Menurutnya, hukum harus berlaku sama untuk semua pihak, tanpa memandang jabatan atau kedekatan politik. Ia menekankan bahwa pemeriksaan terhadap Bobby tidak serta-merta berarti menetapkannya sebagai tersangka, tetapi sebagai bagian dari penelusuran fakta hukum.
“Okelah masyarakat menilai KPK lamban dan tidak punya nyali untuk menyentuh Bobby. Kalau memang diperlukan, kenapa harus takut? Yang penting diperiksa dulu, terlibat atau tidak itu nanti pembuktiannya,” ujarnya.
Menanggapi asumsi masyarakat bahwa tidak mungkin Bobby tidak mengetahui proyek-proyek besar yang ditangani bawahannya, Dwi mengingatkan agar hukum dipisahkan dari urusan politik.
“Antara politik dan hukum itu dua hal yang berbeda. Kalau memang ada dugaan keterlibatan, silakan dilaksanakan penyelidikan. Ini bukan soal politik, ini penegakan hukum,” katanya.
Berkaca dari Kasus OTT Topan Ginting, Ia juga menyoroti urgensi KPK untuk menunjukkan ketegasan dan kembali pada semangat awal pembentukan lembaga antirasuah tersebut.
“Penegakan hukum harus tetap berjalan tanpa pandang bulu. Kalau KPK tidak berani, ya lebih baik dibubarkan saja,” tegasnya.
Dwi menyebutkan bahwa korupsi tidak selalu soal uang yang diambil, tetapi juga bisa berupa kebijakan yang merugikan negara atau kelalaian dalam menjalankan tugas.
Ia mencontohkan, jika ada komunikasi atau koordinasi antara Bobby dan Topan terkait proyek tertentu, hal tersebut layak diinvestigasi.
“KPK punya kewenangan penuh untuk melakukan penyelidikan dan investigasi. Gunakan itu,” pungkasnya.
KPK sebelumnya menetapkan Kadis PUPR Sumut, Topan Obaja Putra Ginting, sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap proyek pembangunan jalan mencapai Rp231 miliar.
Penetapan ini dilakukan usai OTT KPK yang digelar di wilayah Mandailing Natal (Madina) Kamis (26/6). KPK juga menyita barang bukti berupa uang tunai sebesar Rp231 juta yang merupakan bagian dari komitmen fee sekitar Rp2 miliar.(m32)