MEDAN (Waspada): Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) RI, Hilmar Farid, PH.D mengatakan, Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati dan budaya terbesar di dunia selain Brazil dan Afrika. Begitu juga dengan Warisan Budaya Takbenda (WBTb) jadi harta yang luar biasa bagi Indonesia. Hanya saja, penetapan yang sudah dilakukan namun pengembangan dan manajemennya kurang.
“Kebudayaan memainkan peran yang sangat krusial dalam pembangunan. Kebudayaan adalah ekspresi dari alam sekitar. Keragaman alam membentuk keragaman budaya dan pranata sosial. Konsekuensinya, cara masyarakat mengatur hidupnya (metabolisme sosial) bertumpu pada cara alam meregenerasi dirinya (metabolisme alam). Sektor kebudayaan menjadi sangat penting karena ia merupakan titik temu antara alam dan masyarakat,”dalam paparannya saat Kuliah Umum “Memahami Ekonomi Tersembunyi dan Meletakkan Kebudayaan Sebagai Hulu Pengetahuan”, Sabtu (12/10) di Kampus USU, Medan.
Hadir dalam Kuliah Umum tersebut, Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah II Sumatera Utara, Sukronedi, MA, Rektor USU, Dr Muryanto Amin, SSos, MS.i, Dekan FIB, Prof, Dr, Dra, T Thyrhaya Zein, MA para dosen dan mahasiswa.
Lebih jauh, Dirjen Kebudayaan menyebutkan, kebijakan kebudayaan yang mendukung diversitas biokultural adalah landasan penting bagi semua ekonomi tersembunyi di balik pembangunan.
Ini berarti bahwa kebijakan pemerintah harus tidak hanya memihak pada
pelestarian dan pengembangan keragaman budaya, tetapi juga pada perlindungan dan regenerasi ekosistem yang menjadi basis dari keragaman tersebut.
“Untuk mencapai pembangunan yang benar-benar berkelanjutan, diperlukan pendekatan yang lebih holistik dari pemerintah. Tidak cukup hanya memfasilitasi kegiatan budaya, pemerintah juga harus merumuskan kebijakan lingkungan yang secara aktif mendukung regenerasi ekosistem,” sebutnya.
Langkah konkret dapat dimulai dengan program restorasi ekosistem yang melibatkan masyarakat lokal dan mengintegrasikan pengetahuan tradisional mereka.
Sejalan dengan itu, perlu dikembangkan kebijakan yang mendorong praktik pertanian dan perikanan berkelanjutan, yang tidak hanya ramah lingkungan tetapi juga mengakar pada kearifan lokal.
Dirjen juga menyampaikan, saatnya tidak lagi mengatasnamakan Pelestarian untuk mendapatkan belas kasihan agar orang suka dengan apa yang kita kerjakan. Kini saatnya, bagaimana orang suka dan ingin terlibat dengan apa yang kita kerjakan. Tantangannya bagaiman cara kita mengelola ekspresi lokal agar disukai global.
Sementara, Rektor USU Muryanto Amin, SSos, MS.i. berharap agar Kuliah Umum ini dapat memberi manfaat bagi para dosen dan mahasiswa. Dalam upaya pemajuan pelestarian kebudayaan, kolaborasi menjadi kunci.
“Seperti yang sedang kita kerjakan saat ini sedang menggarap film animasi Puteri Hijau kolaborasi antara mahasiwa Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Komunikasi dan Fasilkom-TI),” sebut Rektor.
Dalam waktu 5 tahun ke depan, kata Rektor, kita mau jadikan USU sebagai Center Of Local Wisdom and Art dengan FIB sebagai garda terdepannya. Jadi, budaya yang berbeda bukan jadi halangan dan pemicu konflik. Tapi, jadikan perbedaan dan keragaman budaya sebagai kekuatan.
Sementara itu, Dekan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) USU Prof, Dr, Dra, T Thyrhaya Zein, MA, menyebutkan, budaya diharapkan jadi bagian integral dalam proses pembangunan. Tentunya ini sejalan dengan materi kuliah umum yang disampaikan Dirjen Kebudayaan Kemendikbudristek RI, Hilmar Farid, PHD. Kuliah umum ini merupakan rangkaian kegiatan Dies Natalis ke- 59 FIB.
“Berbagai kegiatan telah kita lakukan dalam rangka Dies Matalis ke-59 FIB USU untuk mewujudkan karakteristik FIB. Kedepan kami harapkan agar para mahasiswa dapat diarahkan untuk penelitian interdisiplin,” jelasnya.(m27)
Waspada/Andi Aria Tirtayasa
Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) RI, Hilmar Farid, PH.D menerima cinderamata dari
Rektor USU Prof Muryanto Amin usai memberikan kuliah umum di Gedung Digital Learning Center Kampus USU, Sabtu (12/10).




 
  
    
  
  
  









