MEDAN (Waspada.id): Banjir ekstrem yang melanda Kecamatan Sungai Liput, Simpang Kanan, Aceh Tamiang, meninggalkan dampak serius. Ketinggian air bahkan mencapai daun pohon setinggi sekitar tujuh meter, menandakan bahwa banyak rumah warga terendam hingga melewati atap.
Kondisi itu ditemukan langsung oleh tim Mitra Arsitektur Indonesia (MAI) saat menyalurkan bantuan kemanusiaan tahap kedua, Minggu (14/12/2025).
MAI membawa bantuan kebutuhan harian hasil donasi anggota dan simpatisan. Total donasi sebesar Rp16 juta dibelanjakan dalam bentuk barang dan disalurkan untuk korban banjir di Aceh Tamiang dan Tanjung Pura, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.
Founder MAI, Syahlan Jukri, mengatakan warga kini memasuki fase darurat kesehatan. Banyak korban mulai sakit akibat lingkungan yang lembap, kotor, dan minim fasilitas dasar.
“Warga sangat membutuhkan alat tidur, kelambu, tikar, ember, gayung, serta obat-obatan. Listrik dan sinyal komunikasi masih padam total,” ujar Syahlan.
Ia menegaskan MAI bukan sekadar komunitas arsitektur, melainkan wadah lintas profesi yang bergerak atas dasar kepedulian kemanusiaan. Di dalamnya tergabung arsitek, ahli teknik, ASN, akademisi, pelaku konstruksi, hingga pemerhati lingkungan.
“Kami disatukan oleh nurani dan tanggung jawab sosial, bukan sekadar profesi,” tegasnya.
MAI menyalurkan bantuan dalam bentuk barang sesuai kebutuhan riil warga, mulai dari makanan, pakaian layak pakai, hingga obat-obatan.
“Ini bukan bantuan seremonial. Semua dibeli berdasarkan kebutuhan di lapangan,” kata Syahlan.
MAI memastikan aksi kemanusiaan ini tidak berhenti di tahap kedua. Tim berkomitmen kembali turun ke lokasi selama warga masih membutuhkan bantuan, mengingat dampak banjir masih berlangsung dan hujan masih kerap turun.
Banjir mungkin mulai surut, namun lumpur di rumah warga dan jejak air di pepohonan menjadi saksi bahwa bencana ini meninggalkan luka panjang—yang hanya bisa dipulihkan dengan kepedulian nyata, bukan sekadar rencana di atas kertas. (Id06)











