MEDAN (Waspada.id): Ketua DPRD Kota Medan, Wong Chun Sen dituding mempersulit penandatanganan pelaksanaan Rapat Dengar Pendapat (RDP) oleh komisi-komisi di DPRD Medan.
“Kita menduga adanya oligarki dan perusahaan-perusahaan yang dibackup, sehingga aspirasi masyarakat sulit diperjuangkan. juga menyoroti proses penandatanganan RDP berbelit,” ujar
Anggota DPRD Medan dari Fraksi Hanura, Janses Simbolon saat menanggapi aspirasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Medan dalam pertemuan di ruang Badan Musyawarah DPRD Medan, Senin (8/9/2025) lalu.
“Kebanyakan selama ini memang kepentingan pribadi. Oligarki itu tidak lebih utama ketimbang masyarakat Kota Medan, lanjutnya.
Pernyataan itu terkesan menyindir pimpinan dewan, mengingat penandatanganan RDP merupakan kewenangan Ketua DPRD. Dimana, selama ini dari sumber informasi didapatkan sejumlah RDP terkait pengaduan masyarakat terjadi pembatasan.
Bahkan saat Janses menyampaikan tanggapan, Ketua DPRD Medan Wong Chun Sen terlihat berusaha mengakhiri jalannya penyampaian.
“DPRD Medan jangan menjadi perpanjangan tangan kepentingan segelintir pengusaha. Banyk keluhan warga yang tidak diakomodir oleh perusahaan, mulai dari persoalan tenaga kerja hingga keberadaan pabrik yang menimbulkan masalah,” tegasnya.
Ia meminta agar anggota DPRD Medan tidak mengabaikan aspirasi masyarakat hanya karena perbedaan partai atau ego politik.
Selain masalah perusahaan, Janses turut menyinggung nasib guru honorer. Ia menegaskan Komisi II DPRD Medan tidak pernah mundur dalam memperjuangkan kesejahteraan guru honorer, salah satunya melalui RDP bersama Aliansi Guru Honorer Bersatu.
“Percayalah, kami tetap berkomitmen. Kalau ada yang mengatakan guru adalah beban negara, saya justru bilang sebaliknya: Sri Mulyani adalah beban Tuhan,” ujar Janses lantang.
Saat dimintai tanggapan, Ketua DPRD Medan Wong Chun Sen membantah tudingan tudingan tersebut. “Nggak ada itu,” kata Wong singkat kepada wartawan. (id23)