MEDAN (Waspada.id): Bencana Banjir di Sibolga dan wilayah lain,menjadi catatan tersendiri bagi setiap keluarga yang mengalami musibah. Dari cerita pilu kehilangan harta benda, keluarga tercinta saat musibah itu datang, tercatat seorang adik bernama Rifki Alamsyah Harahap, putera Dr.Burhanuddin Harahap selaku Kepala MAN 3 Medan, yang harus berjuang sekuat tenaga mengunjungi abangnya Ahmad Fadil Harahap beserta keluarga kecilnya tinggal tepat di titik bencana.
Empat hari tidak bisa menghubungi abangnya disana. Iapun bertekad kuat melakukan perjalanan dari Medan ke Sibolga dengan sepeda motor.
Rifki Alamsyah, pada Rabu(3/12/2025) menceritakan, banjir bandang di Sibolga membuat kami sekeluarga sangat resah dan khawatir dikarenakan abang pertama saya, Ahmad Fadil Harahap beserta keluarga kecilnya tinggal tepat di titik bencana. Kabar terakhir yang kami dapat dari abang kami pada hari Selasa (25/11) dia sedang berada di dalam mobil yang mogok ditengah kepungan banjir.
Tiga hari kami menunggu kabar sambil terus memantau informasi yang minim seperti update lokasi-lokasi pengungsian dan daftar nama pengungsi. Setiap video dan foto yang berhubungan dengan pengungsian dan kabar di sibolga kami perhatikan dengan teliti berharap ada abang kami dan keluarga dalam keadaan sehat.
Setelah berunding dengan keluarga, akhirnya keluarga saya mengikhlaskan saya menyusul abang saya dari Medan ke Sibolga. Dengan segala persiapan termasuk membawakan bahan pokok, obat-obatan dan alat-alat emergency, saya dan adik sepupu saya Musbar Soleman berangkat pada hari Jumat (28/11) pagi menggunakan sepeda motor. Jalan yang kami lalui tidak mematahkan semangat kami. Keluar dari rumah saja kami sudah di kepung banjir dan butuh waktu 2 jam dari Lau
dendang ke Batang Kuis yang seharusnya hanya butuh waktu sekitar 20 menit.
Bermalam di hutan
Di Tebingtinggi sepeda motor kami mogok karena kami terendam banjir setinggi paha orang dewasa. Setelah menemukan bengkel yang lumayan jauh dari tempat kejadian, kami membetulkan sepeda motor dan disarankan oleh penduduk setempat untuk melanjutkan perjalanan menggunakan mobil travel KUPJ menuju Tarutung dikarenakan banyak jalanan yang terdampak banjir.
Setibanya di Tarutung kami kembali melanjutkan perjalanan menggunakan sepeda motor ke Adiankoting. Dan perjalanan kami terhenti di sana dikarenakan ada 60 titik yang terkena longsor dan sedang dalam penanganan. Dikarenakan mulai petang dan perjalanan tidak dapat dilanjutkan kamipun bermalam di Hutan Adiankoting.
Jatuh ke longsoran tanah
Keesokan paginya, kami memaksa melanjutkan perjalanan melalui Adiankoting. Di sana kami terpeleset jatuh ke dalam longsoran tanah akibat tidak mengindahkan anjuran aparat yang berjaga di sana. Sehingga kami memutar balik ke Kota Tarutung untuk membersihkan diri dan berdiskusi kembali dengan keluarga tentang bagaimana agar perjalanan ini tetap bisa dilanjutkan.
Saat sedang makan siang, adik kandung dari istri abang saya Fadlan Siregar menghubungi bahwasanya Sibolga dapat ditempuh melalui Padangsidempuan dengan melewati hutan di daerah Batangtoroe selama ± 4jam perjalanan. Dan dia sudah berjumpa dengan abang kami dan keluarga dalam keadaan sehat wal afiat.
Masuk Tarutung-Sidimpuan
Semangat kami semakin membara, kamipun memutar balik melalui Tarutung menuju Padang Sidempuan dengan waktu tempuh 6 jam karena banyak wilayah terdampak longsor dan banjir. Kami bermalam di Padang Sidempuan dan melanjutkan perjalanan menuju Sibolga pada Minggu (29/11) bersama dengan abang ipar saya Fadlan, menggunakan sepeda motor.
Perjalanan kami tidak mulus, banyak rintangan seperti jalan yang licin, jembatan yang putus, sepeda motor kami tidak dapat melewati medannya, kekhawatiran adanya hewan buas di tengah hutan dan kecemasan yang masih tersisa soal kondisi abang kami.
Tiba di Sibolga
Setibanya di rumah abang kami, tangis saya pecah sejadi-jadinya. Perasaan saya campur aduk dan penuh rasa syukur karena saya dapat melihat kondisi abang saya secara langsung.
Puas hati saya dapat mengantarkan bahan pokok yang saya bawa untuk abang saya. Kami pun makan bersama dan abang kami menceritakan apa yang dia alami saat hari kejadian.
Alhamdulillah, puji syukur rumah abang kami dan keluarganya tidak terkena banjir namun mereka terkepung daerah yang terdampak banjir. Abang saya dan keluarga tidak dapat mengakses jalan maupun informasi. Untuk membeli kebutuhan pokok pun tidak bisa. Mereka sampai makan beras yang ketumpahan minyak lampu dan minum air hujan.
Abang Sangat Hebat
Cerita Abang, pagi itu abang kami pegawai honorer di kantor PUPR, sedang dalam perjalanan kembali ke rumah dari kantornya. Sebab, banjir mulai melanda dan khawatir dengan kondisi anak-anak dan istrinya di rumah.
Dalam kondisi lapar dan belum sempat sarapan abang saya terjebak di simpang Tukka yang banjirnya hampir menenggelamkan rumah warga. Tak hanya sendiri abang kami bersama 4 orang tetangganya yang kebetulan bertemu dengan kekhawatiran yang sama untuk pulang menemui anak dan istrinya berusaha berenang sambil memegangi pohon, tiang-tiang maupun benda yang lewat. Berenang mulai pukul 12 siang sampai dengan pukul 10 malam, akhirnya abang saya tiba di rumahnya. Sesulit itu dia melewati musibah yang ada.
Titah Orang Tua
Rifki Alamsyah Harahap menuturkan,dalam pertemuan penuh haru itu, semua rasa lelah itu pecah jadi air mata syukur. Setelah perjalanan panjang dan penuh rintangan, akhirnya tiba di Sibolga dan melihat abangnya selamat.
Perjalanan ini mengajarkanku satu hal: sejauh apa pun, selama masih ada yang kita perjuangkan, keluarga selalu menjadi tujuan pulang yang paling berharga. Dan titah orang tua untuk saling sayang menyayangi Abang-Adik, serasa bisa dia jalankan seutuhnya. Tak ada rasa takut menembus malam kelam. Lapar dan haus diperjalanan. Tubuh lunglai melihat jauhnya jarak tempuh.
Khawatir dengan kondisi di Sibolga, kami membawa keponakan kami ke Kota Padang Sidempuan. Setelah itu saya dan adik sepupu saya kembali ke kota Medan. Demikian Rifki Alamsyah.(id18)












