MEDAN (Waspada.id) – Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi A DPRD Sumatera Utara dan masyarakat Dusun IX Desa Sampali, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deliserdang, berakhir dengan kekecewaan.
Itu terjadi karena pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Deliserdang dan PTPN yang hadir hanya merupakan perwakilan, bukan pejabat yang memiliki kewenangan mengambil keputusan.
RDP yang digelar pada Selasa (2/12/2025) di gedung DPRD Sumut itu membahas permohonan legalitas hak atas tanah yang telah dihuni sekitar 500 kepala keluarga (KK) di Dusun IX Desa Sampali.
Komisi A menegaskan bahwa dalam RDP kedua yang direncanakan berlangsung pada Januari 2026, BPN Deliserdang dan PTPN harus membawa dokumen lengkap yang dibutuhkan untuk penyelesaian masalah tersebut.
RDP tersebut dihadiri anggota Komisi A DPRD Sumut, antara lain Ir Dumanter Tampubolon (PDI-P), Irham Buana Nasution SH MH (Golkar), Pdt Berkat Laoly, Zeira Salim Ritonga (PKB), dan Abdul Khair (Nasdem). Turut hadir pula unsur Pemkab Deliserdang melalui Kabag Tapem, perwakilan Pemprovsu, BPN Deliserdang, PTPN I, serta komunitas masyarakat yang tergabung dalam Marwali 21 bersama tim kuasa hukum dari IBN Law Firm.
Dalam pertemuan tersebut, Ir Dumanter Tampubolon menegaskan pentingnya kehadiran pejabat yang berwenang pada RDP berikutnya. Ia menyampaikan bahwa tanpa dokumen dan kehadiran pengambil keputusan, penyelesaian masalah tanah seluas 23 hektare yang menjadi tempat tinggal masyarakat Dusun IX sulit dipercepat.
“Kami minta RDP kedua tidak lagi hanya dihadiri perwakilan. Pihak BPN dan PTPN harus membawa dokumen yang diperlukan dan pejabat yang berwenang agar masalah ini tidak berlarut-larut,” ujar Dumanter. Ia juga meminta pemerintah mempercepat proses penetapan legalitas mengingat persoalan tanah tersebut telah berlangsung puluhan tahun.
Ketua Marwali 21, Apt Tiora Sinaga SFarm, dalam pemaparannya menyampaikan bahwa masyarakat Dusun IX telah menempati tanah tersebut selama bertahun-tahun dan menuntut kepastian hukum. Ia menegaskan bahwa lahan seluas sekitar 23 hektare yang dikuasai masyarakat merupakan bagian dari area yang telah mendapatkan putusan hukum tetap.
Mereka merujuk pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 1734 K/Pdt/2001 yang ditetapkan pada 9 Januari 2006, yang menurut mereka memperkuat posisi masyarakat dalam penguasaan tanah tersebut.
“Kami memohon kepada Gubernur Sumut, Ketua DPRD Sumut, dan Kepala Kanwil ATR/BPN Sumut untuk memberikan kepastian hukum serta jaminan keamanan. Masyarakat sekitar 500 KK di Dusun IX Sampali membutuhkan perlindungan dari intimidasi maupun gangguan para mafia tanah,” tegas Tiora.

Anggota Komisi A DPRD Sumut, Irham Buana Nasution SH MH, yang sejak awal pernah bertindak sebagai kuasa hukum masyarakat Dusun IX, kembali menegaskan bahwa tanah yang ditempati warga bukan termasuk dalam areal HGU PTPN II, bukan eks HGU, dan bukan tanah garapan.
Ia menyebut bahwa persoalan ini telah mendapatkan ketetapan hukum dari Pengadilan Negeri Lubukpakam, Pengadilan Tinggi Medan, hingga putusan Mahkamah Agung RI.
Ia menegaskan konsistensinya dalam memperjuangkan hak masyarakat, dan meminta agar seluruh pihak terkait menghormati putusan hukum yang telah berkekuatan tetap. (Id06)












