MEDAN (Waspada.id): Persoalan kelangkaan BBM yang kembali mencuat di Sumatera Utara di tengah situasi bencana bukan hanya soal antrean panjang di SPBU, tetapi memperlihatkan adanya persoalan lebih mendasar dalam tata kelola distribusi energi di daerah.
Hal ini menjadi sorotan utama Komisi D DPRD Sumut dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama manajemen PT Pertamina Patra Niaga Regional Sumut di gedung DPRD Sumut, Jumat (5/12/2025).
Rapat tersebut dipimpin Ketua Komisi D Timbul Jaya Hamonangan Sibarani SH MH, didampingi Wakil Ketua Ir Yahdi Khoir Harahap MBA, serta anggota Luhut Simanjuntak SE dan Tukari Talunohi. Suasana rapat berlangsung dinamis karena para anggota komisi menilai krisis BBM kali ini menandakan adanya persoalan struktural yang perlu dibenahi segera.
Meski sebagian wilayah mengalami longsor, banjir, dan putusnya akses jalan, Komisi D menilai alasan itu tidak cukup menjelaskan mengapa antrean BBM juga terjadi di daerah yang tidak terdampak bencana sama sekali.
“Ini bukan persoalan bencana semata. Bahkan sebelum bencana, antrean sudah panjang. Artinya ada masalah pembagian kuota, monitoring distribusi, atau manajemen stok yang tidak berjalan optimal,” ujar Timbul Jaya.
Menurutnya, kondisi psikologis masyarakat kini semakin tertekan. Mereka harus bergulat dengan kebutuhan pokok yang melambung dan akses energi yang tidak menentu.
“Gesekan di antrean sangat mungkin terjadi. Di lapangan, sopir truk bahkan tidur di truk semalaman hanya untuk memastikan mendapatkan BBM,” tambahnya.
Perwakilan Pertamina, Tito, menjelaskan bahwa kondisi distribusi belum normal karena banyak jalur logistik terputus akibat bencana. Armada pengangkut BBM bahkan harus ikut membantu membuka jalur dan mengirimkan bantuan ke daerah isolasi.
“Kami sudah mengerahkan tambahan armada dari Jawa, Palembang, dan pelabuhan sekitar. Diharapkan satu minggu ke depan situasi kembali stabil,” kata Tito.
Namun, Komisi D menilai terdapat ketimpangan informasi antara yang disampaikan Pertamina dengan kenyataan lapangan.
Wakil Ketua Komisi D, Yahdi Khoir Harahap, menegaskan bahwa kekosongan BBM terjadi di daerah yang aksesnya aman dan tidak mengalami hambatan distribusi.
“Di Medan dan Batubara, akses lancar. Tapi SPBU kosong. Jadi jangan katakan stok aman kalau masyarakat tak bisa membelinya,” ujarnya.
Ia menegaskan, stok yang dianggap aman oleh Pertamina berada di depo, bukan di SPBU.
“Stok aman itu kalau masyarakat bisa mengisi tanpa mengantre berjam-jam,” tegasnya. (id23)












