MEDAN (Waspada.id): Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Eko Wahyu Prayitno memastikan bahwa Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution dan Rektor Universitas Sumatera Utara (USU) Muryanto Amin tidak termasuk dalam daftar saksi untuk perkara dugaan korupsi eks Kadis PUPR Sumut, Topan Obaja Putra Ginting.
Hal itu disampaikan Jaksa Eko menanggapi pertanyaan sejumlah wartawan, usai sidang di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Rabu (19/11).
Eko menjelaskan bahwa saksi yang akan dihadirkan merupakan pihak-pihak yang tercantum dalam berkas penyidikan.
Wartawan awalnya menanyakan sejumlah saksi yang akan dihadirkan pada sidang pekan depan. Eko mengatakan, ada sekitar 30-40 saksi yang akan dihadirkan. Tetapi, saat ditanyakan apakah Gubsu Bobby Nasution dan Rektor USU akan dihadirkan sebagai saksi, Eko menjelaskan, bahwa kedua nama itu tidak ada dalam dakwaan.
“Di berkas penyidik memang kedua saksi itu tidak ada,” ujarnya.
Eko menyebut, tim JPU KPK telah menyiapkan sekitar 30 hingga 40 saksi untuk dihadirkan di persidangan. Namun, jumlah pasti dan jadwal kehadiran para saksi masih diseleksi dan belum dapat dipublikasikan.
“Akan kami pilah-pilah, saksi yang mendukung pembuktian dakwaan kami. Kurang lebih sekitar 30 sampai 40 orang,” katanya.
Saat disinggung mengenai nama-nama saksi yang akan dihadirkan pada persidangan pekan depan, Eko menegaskan bahwa hal tersebut belum dapat disampaikannya.
Sebelumnya, KPK secara resmi mendakwa mantan Kadis PUPR Provinsi Sumatera Utara, Topan Obaja Putra Ginting, bersama Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) UPTD Gunung Tua, Rasuli Efendi Siregar dan Heliyanto, mantan PPK 1.4 pada Satuan Kerja (Satker) pada Pelaksana Jalan Nasional (PJN) Wilayah I Kementerian PUPR atas dugaan menerima suap dalam pengaturan pemenang dua proyek peningkatan struktur jalan yang bernilai total Rp165,8 miliar.
Dakwaan tersebut disampaikan dalam persidangan berdasarkan Surat Dakwaan Nomor 57/TUT.01.04/24/11/2025 di gedung Pengadilan Negeri (PN) Medan yang dipimpin majelis hakim yang diketuai Mardison beranggotakan Asad Lubis dan Rurita Ningrum.
Dalam dakwaannya, Ketua tim penuntut umum KPK Eko Wahyu Prayitno menjelaskan bahwa kedua terdakwa yakni Topan Ginting dan Rasuli menerima masing-masing Rp50 juta serta menyepakati janji commitment fee sebesar 5 persen dari nilai kontrak pekerjaan, dengan pembagian 4 persen untuk Topan dan 1 persen untuk Rasuli.
Uang dan janji fee tersebut diberikan oleh Direktur PT Dalihan Na Tolu Grup, Muhammad Akhirun Piliang, serta Direktur PT Rona Na Mora, Muhammad Rayhan Dulasmi Piliang telah disidangkan lebih dulu yang keduanya disebut ingin memuluskan perusahaan mereka sebagai pemenang dua proyek bernilai besar itu melalui skema e-katalog.
Dua proyek yang masuk dalam perkara ini adalah peningkatan struktur jalan Ruas Sipiongot–Batas Labuhanbatu dengan pagu anggaran Rp96 miliar, serta peningkatan struktur jalan Ruas Hutaimbaru–Sipiongot di Kabupaten Padang Lawas Utara dengan pagu anggaran Rp69,8 miliar.
Menurut dakwaan, proyek tersebut masuk dalam perubahan APBD 2025 yang diajukan Topan pada 12 Maret 2025 dan disetujui Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) pada 13 Maret 2025, meskipun dinas belum memiliki dokumen perencanaan teknis yang lengkap.
KPK menilai pengusulan anggaran itu dilakukan tanpa dasar perhitungan yang memadai dan tidak termasuk kategori pekerjaan mendesak atau darurat sebagaimana diatur dalam ketentuan penganggaran.
Rangkaian peristiwa dugaan suap tersebut dimulai sejak Februari 2025. Dari berbagai pertemuan yang dilakukan, KPK mencatat bahwa pembahasan fee dan pengaturan tender berlangsung di sejumlah lokasi seperti Tong’s Coffee Medan, Kantor Dinas ESDM Sumut, Brothers Caffe, hingga Grand City Hall Medan.
Dalam salah satu pertemuan di Kantor Dinas ESDM Sumut, Topan disebut menyetujui pembagian commitment fee 5 persen yang diajukan pihak perusahaan untuk memastikan kedua paket pekerjaan tersebut jatuh kepada PT Dalihan Na Tolu Grup dan PT Rona Na Mora.
Aliran uang dalam perkara ini juga diuraikan secara rinci. Pada 30 April 2025, Rayhan mentransfer Rp20 juta ke rekening Rasuli, diikuti dengan transfer berikutnya sebesar Rp30 juta pada 19 Juni 2025. Sementara itu, uang sebesar Rp50 juta untuk Topan diberikan secara tunai pada 25 Juni 2025 di Grand City Hall Heritage Medan dan diterima melalui ajudannya, Aldi Yudistira.
Selain para terdakwa, beberapa staf UPTD Gunung Tua juga disebut menerima pemberian uang dalam proses survei lapangan dan pengubahan spesifikasi teknis.
Dalam dakwaan, KPK menyoroti perubahan spesifikasi material saluran beton dari tipe DS3 menjadi DS4 yang dilakukan setelah pertemuan di Brothers Caffe pada 24 Juni 2025.
Perubahan itu disebut hanya dapat dipenuhi oleh dua perusahaan tersebut, sehingga mengunci keduanya sebagai calon pemenang tender. Spesifikasi yang telah diubah kemudian dimasukkan ke dalam dokumen perencanaan oleh konsultan, CV Balakosa, untuk memastikan kesesuaian dengan perusahaan pemberi suap.
KPK juga menegaskan adanya instruksi langsung dari Topan kepada Rasuli untuk menayangkan dua paket pekerjaan tersebut ke sistem e-katalog pada 26 Juni 2025. (id23)












