MEDAN (Waspada): Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Cakra Keadilan selaku kuasa hukum Sarwono (Pemohon) mengajukan Permohonan Praperadilan (Prapid) ke Pengadilan Negeri (PN) Medan melawan Kapolrestabes Medan cq Kasat Reskrim Polrestabes Medan (Termohon), Senin (2/6).
Adapun dasar (alasan) Permohonan Prapid Nomor : 37/ Pid.Pra/ 2025/ PN MDN yang diajukan
Summerson Immanuel Giawa SH, dan Edison Damanik SH, dijelaskan penahanan klien mereka Sarwono (Pemohon) yang dilakukan Termohon sarat pelanggaran hukum acara atau tidak sesuai prosedur KUHAP.
Kuasa hukum juga menilai penahanan Pemohon yang dilakukan Termohon (Penyidik) sewenang-wenang dan adanya aroma kriminalisasi.
Terkait Permohonan Prapid ini sebelumnya diberitakan Tim kuasa hukum LBH Cakra Keadilan, Sabtu (31/5) menjelaskan, klien mereka Sarwono yang saat ini mendekam di balik jeruji besi Polrestabes Medan, ditahan atas dugaan penipuan dan penggelapan.
Kasus berawal Sarwono yang menguasai dan mengusahai tanah eks PTPN II di Dusun XX, Desa Bandar Klippa, Percut Sei Tuan, Deliserdang, melakukan jual beli tanah dengan Ardila. Padahal, jual beli ini dilakukan secara terang, disaksikan notaris, dengan klausul perjanjian yang jelas menyebutkan bahwa pembeli telah memeriksa dan menyetujui seluruh kondisi tanah beserta risikonya.
“Dimana letak pidananya?! Semua pihak tahu status tanah, pembeli bahkan survei hingga tiga kali. Surat-surat asli sudah diserahkan, objek tanah sudah dikuasai pembeli. Ini jelas urusan perdata, bukan pidana,” kata tim kuasa hukum.
Yang membuat miris, sebut mereka, penahanan Sarwono dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor SP.Han/306/V/RES 1.11/Reskrim tanggal 27 Mei 2025 tanpa adanya surat penetapan tersangka, tanpa SPDP, dan tanpa surat penangkapan yang sah.
Padahal, Pasal 109 ayat 1 KUHAP jelas menyebut SPDP harus diteruskan kepada terlapor dalam waktu tujuh hari setelah surat penyidikan diterbitkan.
“Ini bentuk kesewenang-wenangan. Apa penyidik sudah lupa bahwa hukum acara bukan sekadar formalitas? Pasal 21 KUHAP mengatur penahanan hanya boleh dilakukan bila ada kekhawatiran pelaku melarikan diri atau mengulangi perbuatan. Kenapa klien kami diperlakukan seakan penjahat besar? Kami menduga ada permainan di balik ini. Jangan-jangan sudah ada yang ‘main’ di belakang layar?” ujar kuasa hukum.
LBH Cakra Keadilan tidak tinggal diam. Mereka bersiap membawa kasus ini ke Kompolnas dan akan mengajukan gugatan praperadilan untuk melawan tindakan sewenang-wenang penyidik Polrestabes Medan.
“Kami ingin membuka mata publik: siapa pun bisa jadi korban kriminalisasi! Penegakan hukum harus berjalan secara bersih, adil, dan transparan, bukan atas dasar kepentingan atau titipan,” sebut mereka. (m15)