# JPU Didesak Kasasi Vonis Bebas Mantan Kepala BKD
MEDAN (Waspada): Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan menilai kasus suap seleksi penerimaan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di Kab. Langkat merupakan bentuk extraordinary crime atau kejahatan luar biasa.
Karena itu, LBH Medan mendesak agar empat terdakwa yang telah dinyatakan bersalah oleh Pengadilan Negeri (PN) Medan segera dipecat dari jabatannya.
LBH Medan juga menyoroti putusan bebas terhadap mantan Kepala BKD Langkat, Eka Syahputra Depari, salah satu terdakwa dalam kasus yang sama. LBH mendesak Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sumut untuk segera mengajukan kasasi atas putusan tersebut.
“Atas adanya putusan majelis hakim PN Medan, LBH Medan secara tegas mendesak keempat terdakwa yang diputus bersalah harus dipecat dan mendesak JPU Kejati Sumut untuk melakukan upaya Kasasi atas putusan bebas Kepala BKD Langkat,” tegas Direktur LBH Medan, Irvan Saputra SH MH, Senin (14/7).
“JPU harus menggunakan hak kasasi sebagai bentuk komitmen untuk menegakkan keadilan dan memberantas korupsi sampai ke akar,” ujarnya menambahkan.
Sebelumnya, PN Medan telah menjatuhkan vonis terhadap lima terdakwa kasus korupsi PPPK Langkat tahun 2023. Empat di antaranya terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama yakni mantan Kadis Pendidikan, Kasi SD, serta dua kepala sekolah dasar.
“Perlu diketahui sebelumnya JPU menuntut para terdakwa dengan pidana 1 tahun 6 bulan penjara karena telah melanggar Pasal 11 UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi. Ringannya tuntutan tersebut memicu aksi protes oleh ratusan guru honorer Langkat yang menjadi korban dengan menggelar aksi unjukrasa di PN Medan,” ujarnya.
Irvan menyatakan bahwa putusan ini menunjukkan lemahnya komitmen terhadap pemberantasan korupsi yang semestinya dipandang sebagai kejahatan luar biasa.
“Inib bukan tanpa alasan, tindak pidana korupsi yang dilakukan para terdakwa merupakan extraordinary crime (Kejahatan Luar Biasa). Di mana kejahatan tersebut dilakukan secara terstruktur, sistematis dan masif sehingga menyebabkan ratusan guru honorer dan keluarga menjadi korban,” pungkasnya.
Pihaknya juga menilai, kasus suap PPPK Langkat telah melanggar prinsip-prinsip konstitusi dan hak asasi manusia sebagaimana diatur dalam UUD 1945, UU HAM, DUHAM, dan ICCPR.
Sebelumnya dalam sidang pembacaan putusan yang digelar di PN Medan, Jumat (11/7) malam, mantan Kepala BKD Kab. Langkat, Eka Syahputra Depari divonis bebas oleh majelis hakim. Hakim menyatakan Eka tidak terbukti bersalah melakukan korupsi berupa penerimaan suap PPPK Langkat tahun 2023.
Sedangkan mantan Kadisdik Kab. Langkat, Saiful Abdi, divonis tiga tahun penjara. Kemudian, selain mantan Kadisdik, tiga terdakwa lain divonis 1,5–2,5 tahun penjara.
Ketiga terdakwa tersebut, yaitu Alek Sander selaku mantan Kepala Seksi Kesiswaan Sekolah Dasar Disdik Langkat, Rohayu Ningsih selaku mantan Kepala SD 056017 di Tebing Tanjung Selamat, dan Awaluddin selaku mantan Kepala SD 055975 di Pancur Ido Salapian Langkat.
Diketahui perkara suap itu, bermula saat ada penerimaan seleksi PPPK 2023, terdakwa Syaiful Abdi menugaskan kepada terdakwa Alex Sander untuk peserta seleksi yang mau lulus bayar Rp40 juta. Atas instruksi tersebut, terdakwa Alex menghubungi Awaluddin dan Rohayu Ningsih selaku Kepala Sekolah untuk mencari peserta seleksi.
Setelah peserta dikumpulkan, uang disetorkan ke Syaiful Abdi. Alex dan Awaluddin menaikan tarif dari permintaan Kadis Rp40 juta/peserta menjadi Rp60-65 juta. Kemudian terdakwa Syaiful Abdi dan terdakwa Eka Syahputra Depari yang mengolah nilai peserta seleksi PPPK Langkat.(m32)