Medan

LIPPSU Pertanyakan Tak Hadirnya Wakil Rakyat Asal Sumut Di Tengah Bencana

LIPPSU Pertanyakan Tak Hadirnya Wakil Rakyat Asal Sumut Di Tengah Bencana
Direktur Eksekutif LIPPSU, Azahari AM Sinik. Waspada.id/ist
Kecil Besar
14px

MEDAN (Waspada.id): Saat banjir dan longsor menelan 17 kabupaten/kota di Sumatera Utara, meninggalkan ratusan korban jiwa, rumah luluh lantak, dan ribuan warga mengungsi, muncul satu pertanyaan besar: di mana para wakil rakyat dan tokoh nasional asal Sumut?

Tim investigasi Lembaga Independen Pemerhati Pembangunan Sumut (LIPPSU) menemukan pola yang sama dalam tiga hari terakhir: ramainya unggahan belasungkawa dan “keprihatinan” di media sosial, tetapi minim aksi nyata di lapangan. Sementara itu, para korban hidup dalam kegelapan informasi, kelaparan, dan keterbatasan pertolongan.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN

Direktur Eksekutif LIPPSU, Azahari AM Sinik, bukan satu-satunya yang mempertanyakan absennya para pejabat asal Sumut. Namun pernyataannya menjadi pintu masuk bagi penelusuran lebih dalam.

“Ke mana mereka? Apa mereka tidak tahu korban sudah berhari-hari meminta pertolongan?” ujar Ari, panggilan akrab Azaharii di Medan kepada Waspada.id, Sabtu (6/12).

Penelusuran terhadap aktivitas media sosial sejumlah anggota DPR RI daerah pemilihan Sumut, para pengusaha besar yang lahir dan besar di provinsi ini, serta tokoh nasional asal Sumut menunjukkan pola serupa:

Yakni dengan mempostingan ucapan belasungkawa, unggahan doa, Ajakan “bersabar”, namun tanpa informasi aktivitas bantuan langsung ke lokasi bencana.

Sementara itu, relawan di lapangan justru mengirimkan laporan bahwa logistik sangat minim dan beberapa titik pengungsian belum tersentuh distribusi bahan makanan.

Tim investigasi LIPPSU mewawancarai relawan dan warga dari tiga daerah paling terdampak. Cerita yang muncul kontras dengan narasi pejabat di media.

Seorang ibu di posko pengungsian menyebutkan, “Yang datang relawan dari kampus dan komunitas. Wakil rakyat? Tidak ada. Bantuan pemerintah saja belum merata.”

Di sejumlah lokasi, warga bahkan terpaksa: berbagi satu porsi makanan untuk tiga orang, minum air sungai karena tidak ada distribusi air bersih, tidur di lantai beralaskan baju basah.

Kondisi ini menunjukkan bahwa kehadiran pejabat publik — baik secara fisik maupun administratif — nyaris tidak terlihat.

Minim Aksi

Hasil penelusuran tim investigasi menunjukkan terdapat: lebih dari 40 anggota DPR RI asal Sumut, puluhan pejabat struktural di kementerian, puluhan pengusaha besar dan konglomerat yang mengaku “berasal dari Sumatera Utara”, serta beberapa tokoh publik yang sering menyebut Sumut sebagai “tanah kelahiran”.

Namun hingga hari keempat bencana, tidak ditemukan bukti signifikan keterlibatan mereka dalam bantuan langsung, baik berupa: pengiriman logistik, peninjauan lokasi, atau pembukaan posko bantuan mandiri.

Bahkan beberapa pejabat terpantau tidak berada di Indonesia, melainkan menghadiri agenda pribadi di luar negeri.

Ketidakseragaman Data

Hasil konfirmasi internal LIPPSU menunjukkan adanya ketidakseragaman data antara pejabat daerah dan pusat. Beberapa pejabat saling melempar tanggung jawab mengenai: besaran kerusakan, jumlah korban, dan keterlambatan distribusi logistik.

Ketiadaan komando yang jelas dalam situasi bencana ini memperburuk keadaan di lapangan, memperpanjang masa tanggap darurat, dan membuka ruang bagi keresahan publik.

Karenanya, LIPPSU mendesak hentikan pencitraan, turun ke rakyat. Azahari menekankan bahwa pejabat publik tidak boleh hanya hadir saat musim kampanye.

“Bangkitkan kepedulian. Jangan hanya datang waktu mau cari suara,” tegasnya.

“Korban butuh makanan, air bersih, selimut, obat-obatan. Bukan postingan belasungkawa.”

LIPPSU juga mendesak agar Tokoh publik asal Sumut turun langsung atau mengirim tim bantuan. Pemerintah pusat dan daerah membuka data penanganan bencana secara transparan.

Temuan dari serangkaian penelusuran menunjukkan adanya kesenjangan besar antara representasi politik dan kebutuhan rakyat. Bencana ini menjadi cermin bahwa sebagian wakil rakyat lebih hadir di ruang digital daripada di lokasi bencana yang membutuhkan tindakan cepat.

Di tengah reruntuhan rumah dan jeritan pengungsi, peringatan ini lantang: rakyat tidak membutuhkan pencitraan — mereka membutuhkan kehadiran. (id06)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE