MEDAN (Waspada.id) : Puluhan mahasiswa dari Universitas Sumatera Utara (USU) menggelar aksi di depan Mapolda Sumut, jalan Sisingamangaraja Km.10,5, Medan Amplas, Senin (1/9). Lengkap memakai jaket almamater massa aksi yang datang mulai pukul 15.00 sore ini membawa sejumlah tuntutan kepada pihak kepolisian.
Massa memulai aksi dengan mengaitkan spanduk bertuliskan “Polisi Pembunuh, Polda Sumut Mundur”, dan juga “Copot Kapolda Sumatera Utara” di gerbang utama Mapoldasu.
Tak lama, massa aksi pun memulai orasi dengan membacakan sejumlah tuntutan mereka. Tuntutan berfokus kepada aksi represif yang kerap dilakukan kepolisian kepada pendemo, yang bahkan sudah menghilangkan nyawa.

Mahasiswa menuntut aksi arogansi kepolisian dihentikan, selain itu juga meminta agar aparat yang melakukan tindakan represif saat pengamanan demonstrasi untuk diusut tuntas secara transparan.
Untuk itu, mahasiswa mendesak Kapolda Sumatera Utara segera mundur dari jabatannya sebagai bentuk pertanggungjawaban moral dan juga menuntut dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem pendidikan dan pelatihan kepolisian untuk mendorong reformasi Polri yang berorientasi pada perlindungan rakyat.
Atas tuntutan mahasiswa, Kapoldasu Irjen Pol. Whisnu Hermawan Februanto pun mendatangi massa, dia duduk mendengarkan dan menjawab langsung pertanyaan mahasiswa.
Kepada mahasiswa, Whisnu pun berjanji akan bertindak tegas terhadap anggota yang melakukan pelanggaran baik, disiplin, etik, maupun pidana.
“Saya selaku Kapolda siap melakukan tindakan tegas kepada anggota yang melanggar peraturan Kapolri dan tindak pidana,” ucap Whisnu.
Sebelum mengakhiri pertemuan dengan mahasiswa, Kapoldasu pun menandatangani perjanjian untuk berkomitmen dalam menuntaskan permasalahan.
Kepada wartawan, perwakilan mahasiswa Ahmad Bukhari mengaku belum puas atas pertemuan ini, dia mengaku pihaknya akan terus mengawal prosesnya hingga semua tuntutan tercapai.
“Tetap ini akan kami kawal. Tetap kami akan terus tagih janji-janji Kapolda yang hari ini sudah banyak sekali disampaikan ke kita. Empat tuntutan ini kalau tidak diakomodir kami pikir kami juga akan terus melakukan aksi-aksi serupa seperti ini,” sebut Bukhari.
Selain itu, Bukhari juga menegaskan bahwa tuntutan mahasiswa yang meminta Kapoldasu mundur merupakan bentuk tanggungjawab institusional seorang atasan terkait pelanggaran yang terjadi saat aksi unjuk rasa belakangan.
“Ya, bagi kami ini adalah pertanggung jawaban moral. Dan juga institusional. Itu yang kami sampaikan,” tambah Bukhari.
Mahasiswa masih menunggu tindakan tegas dari Kepolisian Sumatera Utara terhadap penangangan kepada personel yang melakukan pelanggaran.
Dalam kesempatan yang sama, Salsabila Putri, mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat USU pun menyampaikan kekhawatiran yang dialaminya selama ia menjadi petugas medis pada aksi unjuk rasa belakangan.
Salsabila mengadukan kepada Kapoldasu, Irjen Pol Wishnu Februanto bahwa pihaknya sebagai petugas medis justru tak mendapat perlindungan dari kepolisian saat aksi demonstrasi berlangsung.
Padahal, di sana Salsabila bertugas untuk menyelamatkan orang yang terlukan namun justru dia dan teman petugas medis lain mendapatkan sikap represif dari aparat.
“Kami itu seharusnya dilindungi, kalau kami tak dilindungi oleh polisi, lalu kepada siapa kami meminta perlindungan,” ucap Salsabila kepada Kapolda.
Salsa bercerita, saat aksi unjuk rasa berubah ricuh petugas medis kerap mendapat perlakuan yang mencekam, untuk itu menurutnya polisi juga harus hadir melindungi.
“Harusnya kami dari petugas kesehatan mendapat prioritas dari aparat, tapi malah kami yang jadi korban,” pungkas Salsabila.
Aksi dari mahasiswa USU sendiri berakhir pukul 16.00, massa yang membubarkan diri dikawal pihak kepolisian untuk kembali ke kampus. (Id23)