MEDAN (Waspada.id): Sebanyak enam remaja penyandang disabilitas bersama sepuluh guru pendamping dari Sekolah Alam Medan menggelar kegiatan makan siang bersama untuk lebih dari 200 penghuni Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Anak Tanjung Gusta, Medan, Sabtu (22/11/2025).
Kegiatan ini tidak hanya menjadi momen berbagi, tetapi juga mempertemukan dua komunitas yang kerap terpinggirkan dalam ruang publik.
Acara yang mendapat dukungan pimpinan Lapas Anak dan sejumlah sponsor tersebut berlangsung hangat sejak pagi. Para remaja penyandang disabilitas turut melayani pembagian makanan dan berinteraksi dengan para penghuni Lapas, menciptakan suasana penuh empati dan penerimaan.
Selain makan siang bersama, kegiatan ini dirangkaikan dengan Talent Show yang menampilkan hasil pelatihan tiga bulan para anak binaan. Mereka unjuk kemampuan sebagai barista, juru masak vegetarian, hingga pelukis, setelah dibimbing mentor dari berbagai bidang, termasuk My Mama Pho Kitchen. Beberapa karya kuliner dan olahan by product makanan turut dipresentasikan sebagai hasil pembelajaran mereka.
Suasana semakin hidup dengan penampilan Music Band Sekolah Alam Medan dan hiburan dari para pemangku kepentingan yang hadir. Seluruh rangkaian acara dirancang untuk memberi ruang berekspresi sekaligus membangun kepercayaan diri anak-anak binaan.
Pendamping penyandang disabilitas, Elisabeth Lily dan Andreas S. Sukendro, menyebut kegiatan ini menjadi wadah pembelajaran sosial bagi kedua kelompok. “Harapannya, mereka yang kini berada di Lapas dapat tumbuh menjadi calon wirausahawan setelah bebas nanti,” ujar Andreas.
Melalui kegiatan ini, para penyelenggara menegaskan kembali nilai-nilai keadilan sosial. Bahwa kebalikan dari kemiskinan adalah keadilan, kebalikan dari kelaparan adalah kesetaraan, dan kebalikan dari gangguan kesehatan adalah inklusi dan penerimaan.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada DAAI-TV, seluruh donatur, para relawan, serta jajaran Lapas Anak Tanjung Gusta atas dukungan mereka. Penyelenggara berharap program berbagi ini memberi manfaat jangka panjang bagi seluruh peserta dan menjadi model interaksi sosial yang lebih inklusif di masa depan.***












