MEDAN (Waspada): Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, mengkritik keras terkait perlakuan ‘istimewa’ dari Polda Sumut, terhadap mantan Bupati Batubara, Zahir, yang kembali maju sebagai calon bupati (Cabup) meski berstatus tersangka dan sempat masuk DPO.
“Polda Sumut sangat luar biasa memberikan perlakuan terhadap zahir yang berstatus DPO. Diketahui yang bersangkutan sempat membuat SKCK di Polres Batubara. Tepati bukannya ditangkap dan ditahan, ini malah dilayani,” kata Direktur LBH Medan, Irvan Saputra, saat dimintai tanggapannya, Minggu (1/9).
Irvan menegaskan, meski Polda Sumut mengklaim penyidikan terhadap Zahir tetap berjalan, tetapi perlakuan yang diberikan sangat diskriminatif, dan menunjukkan tidak adanya persamaan hak di mata hukum.
“Ini sangat tidak masuk akal, betul-betul mempermainkan hukum dan bertentangan dengan hak asasi manusia, apa bertentangannya? Ketika orang yang tidak mampu, ketika tukang becak, tukang cuci, pedagang ataupun sopir angkot melakukan kejahatan, itu tidak ujug-ujug langsung ditangguhkan,” ujarnya.
Berbeda dengan Zahir, sudah berstatus tersangka, sempat DPO dan penahanannya ditangguhkan serta melenggang mulus mengurus SKCK demi maju menjadi calon Bupati Batubara.
“LBH menilai jika Polda Sumut telah mempermainkan hukum dan memberikan privilege (Keistimewaan) terhadap tersangka korupsi PPPK khusus mantan Bupati Batubara,” ujarnya.
Polda Sumut, lanjutnya, semakin menjadi sorotan dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi. Polda Sumut, saat ini mengalami degradasi hukum dan moral dalam penegakan hukum terhadap para pelaku korupsi.
Padahal sebelumnya, kata dia, status DPO mantan Bupati Batubara jelas dan tegas disampaikan oleh Kabid Humas Polda Sumut kepada media.
“Mantan bupati ini, tersangka tindak pidana korupsi dalam kasus seleksi PPPK Batubara, maka ketika orang ditetapkan sebagai tersangka dan DPO, itu sebelumnya telah dipanggil sebagai tersangka dua kali secara patut. Namun tidak hadir dan tidak memberikan penjelasan atas ketidakhadirannya,”sebutnya.
Hal ini, kata dia, mengacu pada Perkap Kapolri No.14 Tahun 2012 Manajemen Penyidikan, yang diatur dalam Pasal 31.
“Maka sudah barang tentu ini kesalahan besar yang dilakukan Polda Sumut. Ketika ada mantan pejabat yang telah ditetapkan sebagai DPO dan tersangka, dan ketika balik menyerahkan diri dan ditanguhkan penahanannnya, ini sudah melanggar kode etik profesi Polri. Yakni, ada ketidakprofesionalan dan tidak menjalankan prosedur dengan benar yang dilakukan polisi,” sebutnya.
LBH Medan menilai, apa yang dilakukan Polda Sumut, akan menjadi preseden yang sangat-sangat buruk dan tindakan tersebut sudah sangat kelewatan.
“Ini betul-betul preseden buruk di Polda Sumut dan ini harus di suarakan oleh masyarakat Sumut. Praktek buruk seperti ini harus dihentikan. Selain itu, ini sangat merusak citra kepolisian dan menghancurkan program Kapolri yaitu Presisi dan tidak berkompromi terhadap pelaku korupsi,” pungkasnya. (m32)
Waspada/ist
Direktur LBH Medan Irvan Saputra.