MEDAN (Waspada): Namanya Marni binti Poksum, 68. Kesehariannya menjual serabi. Berkat gigih menabung akhirnya ia bisa berangkat haji ke Tanah Suci.
Ia berjualan serabi sejak tahun 2002. Selama lebih dari dua dekade, ia menjajakan serabi. Sebelum menjadi penjual serabi, Nek Marni juga pernah berganti profesi sebagai penjual mie sop dan lemang yang ia antar hampir setiap hari ke pajak (pasar).
“Pernah jual mie sop, lemang, dan terakhir jual serabi. Nenek menabung sedikit demi sedikit, dari hasil jualan itu. Anak-anak juga bantu,” ucapnya lirih, mengenang 12 tahun perjuangan sejak pertama kali berniat menunaikan rukun Islam kelima tersebut.
Nek Marni menceritakan, pada tahun 2012 ia resmi mendaftar bersama salah satu putranya, Agus Suhendra. Sejak itu, penantian panjang dimulai. Tahun lalu, namanya sempat disebut sebagai calon jemaah yang akan berangkat. Namun takdir berkata lain. Namanya belum masuk daftar akhir.
“Ya nenek hanya bisa bilang, belum rezeki. Berbaik sangka aja sama Allah. Mungkin tahun depan, kalau umur panjang,” ujarnya saat diwawancarai di Asrama Haji Medan, Selasa (20/5).
Dan ternyata, Allah memang menyiapkan waktu yang lebih baik untuk Nek Marni. Setelah 12 tahun menunggu, ia akhirnya dapat berangkat menunaikan ibadah ke Baitullah. Tergabung dalam Kelompok Terbang (Kloter) 16 Embarkasi Medan (KNO 16) bersama 116 jemaah asal Kota Tebing Tinggi.
Namun perjalanan menuju momen ini tidaklah mudah. Sekitar tujuh bulan lalu, Nek Marni terjatuh. Tubuh renta itu tak lagi sekuat dulu. Ia pun berhenti berjualan serabi selama 7 bulan.
Ia bahkan sempat khawatir menjelang bulan Ramadan kemarin tidak bisa menjalankan puasa, tarawih bahkan ibadah haji dengan sempurna karena kondisi kaki yang lemah.
“Tiga hari sebelum puasa, nenek benar-benar berdoa minta sama Allah. Nenek bilang, Ya Allah, sebentar lagi puasa, izinkan aku supaya bisa puasa, bisa tarawih tidak tinggal, sehatkan,” kisahnya dengan mata berkaca-kaca.
“Aku juga ingin ziarah ke makam ibu saya di kampung sebelum berangkat haji, nenek berdoa,” tambahnya.
Keajaiban pun datang. Kesehatannya berangsur pulih. Ia bisa kembali berjalan, bisa menyiapkan diri menyambut Ramadan dan panggilan mulia menuju Tanah Suci.
Ditinggal suami sejak 2018, kini Nek Marni mengandalkan semangat dari 5 anak dan 13 cucu yang terus menyemangatinya. Mereka adalah saksi hidup betapa tabahnya seorang nenek yang tak pernah menyerah pada keadaan.
Saat ditanya apakah pernah terlintas ingin membatalkan niat ibadah haji, mengingat masa tunggu yang begitu lama, Nek Marni mengatakan tidak pernah terlintas sedikitpun, meski banyak yang mengajaknya untuk pergi umroh saja.
“Nggak pernah terlintas untuk membatalkan niat haji, meskipun dulu ada yang ngajak untuk umroh aja. Tapi nenek bilang, haji itu wajib. Biarlah saya tunggu, saya mau menunaikan kewajiban itu cemanapun,” tegasnya.
Nek Marni pun juga menyampaikan pesan bagi yang belum melaksanakan ibadah haji.
“Nenek hanya ingin sampaikan satu pesan. Kalau sudah ada niat, daftar dulu. Jangan tunggu mampu, jangan tunggu tua. Niatkan sungguh-sungguh, ikhtiarkan sebisanya. Allah yang akan cukupkan,” ucapnya.
Kisah Nek Marni adalah bukti bahwa niat yang tulus, usaha yang konsisten dan keyakinan yang kuat kepada takdir Allah mampu menembus segala keterbatasan. Bahwa dari dapur sederhana dan serabi pun, jalan menuju Baitullah bisa terbuka luas.(m22)