MEDAN (Waspada): Anggota DPRD Sumut Ahmad Darwis (foto) berpendapat, solusi atas polemik terkait terkait kepemilikan empat pulau yang terletak di wilayah perbatasan Aceh dan Sumut, harus disikapi secara bijak, berlandaskan fakta dan hukum dan dialog yang sehat. Karenanya, perlu upaya mencari titik temu Aceh dan Sumut soal empat pulau itu demi kemajuan bangsa.
“Polemik batas wilayah juga harus berlandaskan semangat kolaboratif antara Aceh dan Sumut agar tidak terjadi kesalahpahaman di tingkat akar rumput dan persatuan tetap yang utama,” kata Ahmad Daris dalam keteragannya kepada Waspada di Medan, Minggu (15/6).
Anggota dewan dari Fraksi PKS itu, merespon hangatnya reaksi yang terjadi di ruang publik terkait empat pulau, yakni Pulau Panjang, Pulau Mangkir Besar, Pulau Mangkir Kecil, dan Pulau Lipan, yang dialihkan ke Sumatera Utara.
Keempat pulau yang dimaksud—sebagian berada di perairan dekat Kabupaten Aceh Singkil dan sebagian lainnya di sekitar perbatasan Kabupaten Tapanuli Tengah—menjadi titik sensitif dalam penataan batas wilayah antara kedua provinsi.
Polemik ini mencuat ke permukaan dan menjadi perhatian publik setelah munculnya perbedaan data administrasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Menyikapi hal itu, Ahmad Darwis berharap, persoalan ini adalah hal yang sangat penting untuk dibahas bagaimana solusi yang terbaik, karena ini bukan soal siapa yang menang atau kalah, tapi soal bagaimana membangun kesepahaman berdasarkan hukum dan data yang objektif.
Sebagaimana disampaikan tokoh masyarakat dari Aceh yang mengimbau agar penyelesaian persoalan ini dilakukan secara arif, terbuka, dan menjunjung tinggi semangat persaudaraan antardaerah. Aceh dan Sumut punya sejarah panjang kebersamaan. Jangan sampai urusan batas ini memecah ukhuwah dan semangat gotong royong.
Dijelaskan Ahmad Darwis, sengketa batas wilayah seperti ini bukan hal baru di Indonesia, namun dapat menjadi peluang untuk memperkuat sistem koordinasi antardaerah serta mempercepat penataan wilayah yang akurat dan adil.
Hingga kini, belum ada keputusan final. Namun masyarakat di sekitar wilayah perbatasan berharap agar persoalan ini tidak dimanfaatkan untuk kepentingan politik sempit, kepentingan pribadi atau kelompok.
Karenanya, imbuh Ahmad Darwis, polemik batas wilayah harus disikapi secara bijak, berlandaskan fakta, hukum, dan dialog yang sehat.
“Semangat kolaboratif antara Aceh dan Sumatera Utara sangat dibutuhkan agar tidak terjadi kesalahpahaman di tingkat akar rumput dan persatuan tetap yang utama,” paparnya.
Ahmad Darwis mengingatkan, jangan biarkan batas wilayah memisahkan persaudaraan yang telah lama terjalin. Pemerintah perlu menjadi teladan dalam menyelesaikan perbedaan dengan kepala dingin, data yang valid, dan hati yang terbuka. Jadilah pemimpin yang mengedepankan persatuan untuk memajukan bangsa.
“Mari kita jadikan polemik ini sebagai momentum untuk memperbaiki sistem tata ruang nasional dan pembinaan antardaerah,” katanya.
Wilayah bisa dipetakan, tapi persaudaraan tidak boleh dipisahkan. Kita semua adalah saudara sebangsa. Mari jaga hati, jaga kata-kata, dan jaga perdamaian.
Jangan biarkan isu ini merusak silaturahmi dan kekeluargaan yang sudah terjalin lama.
“Mari bersama-sama menjadi contoh warga yang dewasa dalam menyikapi perbedaan. tetap tenang,dukung penyelesaian damai. Aceh dan Sumut memiliki sejarah panjang, Mari jaga suasana agar rukun dan membangun,” pungkasnya. (cpb)