Di depan hakim—sebagai saksi—mantan Sekdaprovsu Effendi Pohan tampak ingin “pasang badan” melindungi Gubernur Bobby soal pergeseran anggaran.
MEDAN (Waspada.id): Suasana rapat paripurna Perubahan APBD Sumut 2025 di Gedung DPRD Sumut, Rabu (17/9/2025), yang semula lancar, tiba-tiba memanas. Sejumlah anggota dewan menyoal keras pergeseran anggaran yang kerap dilakukan eksekutif tanpa melibatkan Badan Anggaran DPRD. Kritik meluncur seperti hujan batu, menuntut akuntabilitas dan transparansi.
Syahrul Efendy, anggota DPRD dari Fraksi PDIP, menyatakan keberatan karena pergeseran anggaran itu acap kali terjadi di luar forum Banggar. “Kami tidak mau bertanggung jawab di dunia akhirat jika pergeseran ini berujung temuan hukum,” ujarnya usai sidang paripurna. Pernyataan tegas itu mewakili kekhawatiran banyak fraksi, yang mengaku enggan terkait dengan tujuh kali pergeseran anggaran sepanjang 2025.
Tak hanya di ruangan paripurna, amatan Waspada.id mencatat ketegangan merembes ke beberapa sidang Badan Anggaran sebelumnya. Dua anggota dewan bahkan “murka” lantaran eksekutif menarik dana secara sepihak saat pembahasan masih bergulir. Upaya Waspada.id mengonfirmasi Sekretaris DPRD Sumut H. M. Subandi melalui WhatsApp, hingga berita ini tayang, belum direspon.
Di tengah gelombang protes, satu fakta mencuat: dari tujuh kali pergeseran, salah satu pergeseran dialokasikan sebagai hibah Rp41 miliar dari APBD Sumut untuk merampungkan Gedung Kolaborasi UMKM Square USU. Hibah itu dicairkan pada Triwulan II melalui biro Kesra Setdaprovsu, meski proyek multiyears di bawah APBD Kota Medan 2023–2024 dengan kontrak Rp97,65 miliar itu sudah berkali-kali adendum dan disorot karena kejanggalan.
Seorang anggota dewan yang meminta namanya dirahasiakan mengaku memahami seluk-beluk pergulatan anggaran itu. “Saya tahu, tapi nanti dulu, ini masih sidang Topan (Kadis PUPR Sumut),” katanya singkat kepada Waspada.id. Kejanggalan aliran dana USU seketika menarik perhatian publik, menggarisbawahi ketidakberesan prosedur pengelolaan keuangan daerah.
Aroma “busuk” dana hibah Rp41 miliar kian pekat saat sidang korupsi pembangunan jalan Sipiongot–Batas Labuhanbatu dan Hutaimbaru–Sipiongot bergulir di PN Medan, Rabu (1/10/2025). Mantan Sekdaprovsu Effendi Pohan yang dihadirkan sebagai saksi tampak ingin “pasang badan” melindungi Gubernur Bobby soal pergeseran anggaran. Berkali-kali ia berkelit ketika hakim mencecar pertanyaan atas perintah siapa pergeseran itu.
Jejak pergeseran anggaran enam hingga tujuh kali di tangannya terungkap melalui dokumen Pergub No. 25/2025, yang ditetapkan pada 15 Agustus 2025.
Ketujuh perubahan ini berdasar Pergub berbeda: No. 34/2024, 6/2025, 7/2025, 16/2025, 23/2025, 24/2025, hingga puncaknya No. 25/2025. Dari Belanja Modal PUPR Rp341,7 miliar (Pergub 7/2025) melesat ke Rp944,5 miliar (Pergub 16/2025) dan mencapai Rp1,09 triliun di era Gubernur Bobby Nasution (Pergub 25/2025). Lonjakan ini menimbulkan tanda tanya besar tentang urgensi perubahan.
Jaksa KPK Rudi Dwi Prastiono menegaskan dalam sidang bahwa pergeseran dana ini saling terkait dan berpotensi menjerat Gubernur Bobby Nasution sebagai saksi. Dugaan kolusi dan pengaturan proyek infrastruktur semakin menguat, menempatkan aparat penegak hukum, pejabat daerah, dan pengusaha dalam satu lingkaran kepentingan.
Menurut Azhari AM Sinik, Direktur Eksekutif LIPPSU, praktik pergeseran tanpa alasan darurat melanggar PP No. 12/2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. “Anggaran hanya boleh dipindahkan dalam kondisi darurat. Tidak ada urgensi pada dana hibah USU,” katanya kepada Waspada.id, Rabu (8/10). Fraksi Golkar dalam rapat paripurna 25 September lalu pun menanyakan urgensi dan mekanisme pengawasan hibah tersebut.
Proyek Gedung UMKM Square USU dikerjakan sejak Mei 2023 oleh PT Karya Bangun Mandiri Persada, menghabiskan Rp97,65 miliar dari APBD Kota Medan 2023–2024. Pelaksanaan 450 hari hingga Agustus 2024 molor tanpa tanda selesai, meski telah tujuh kali adendum. Alexander Sinulingga, Kadis Perkim Cikataru Medan kala itu, kini menjabat Kadis Pendidikan Sumut di era Gubernur Bobby.
Dengan sederet fakta tersebut, Azhari mendesak KPK ‘menggebrak’ sejak tahap awal penyelidikan. “Masyarakat perlu tahu siapa dalang di balik pijakan dana hibah ini,” ujarnya. Menurut dia, jejak anggaran yang saling bertaut menunjukkan keterlibatan tokoh kuat.
Gubernur Bobby Nasution buru-buru membela diri, menyatakan hibah Rp41 miliar itu sudah direncanakan dan disahkan sejak 2024, sebelum ia menjabat. Ia juga mencontohkan hibah serupa untuk Kejaksaan Tinggi Sumut hampir Rp100 miliar. Mengapa hanya USU yang dipersoalkan? “Ini sudah dianggarkan sebelum saya jadi gubernur,” tegasnya kepada wartawan, Selasa (7/10/2025).
Diketahui, Bobby Nasution baru dilantik sebagai Gubernur Sumatera Utara pada Februari 2025. Adapun dana hibah senilai Rp41 miliar untuk pembangunan Gedung UMKM Square USU direalisasikan pada tahun yang sama. “Saya dilantik sebagai gubernur pada Februari, dan realisasinya mungkin sudah berjalan. Itu hibah,” pungkas Bobby. (id96)