Scroll Untuk Membaca

Medan

Nyali Kejaksaan Diuji Periksa Ketua Dekranasda Kahiyang Ayu Kasus Anggaran MFF

Nyali Kejaksaan Diuji Periksa Ketua Dekranasda Kahiyang Ayu Kasus Anggaran MFF
Kahiyang Ayu, Bobby Nasution dan Pj. Gubsu Agus Fatoni saat menyaksikan penampilan di ajang MFF 2024.Waspada.id/Ist
Kecil Besar
14px

MEDAN (Waspada.id): Kasus anggaran Medan Fashion Festival (MFF) selama 3 tahun terakhir terkesan ‘meroket’ mulai dari tahun 2022-2024. Pada 2022 saat ditangani Dinas Pariwisata Medan masih senilai Rp844 juta.

Tahun 2023 meningkat tajam setelah dialihkan ke Dinas Koperasi UKM Perindustrian dan Perdagangan (Kop-UKM Perindag) menjadi Rp1.998.113.220, kemudian kembali ‘meroket’ menjadi Rp4.854.339.301 atau sekitar 570 persen.

MFF 2024 dilaksanakan selama empat hari (10-14 Juli 2024) di Santika Dyandra Convention Hall Medan. Wali Kota Medan dijabat Bobby Nasution dan istrinya Kahiyang Ayu menjabat ketua Dekranasda Medan.

‘’Lonjakan anggaran hingga 570 % dalam tiga tahun terakhir tanpa peningkatan signifikan dalam output kegiatan menunjukkan potensi inefisiensi belanja publik dan lemahnya evaluasi kinerja program non-fisik,’’ sebut pengamat anggaran dan kebijakan publik, Elfenda Ananda, Selasa (14/10/2025).

Selain itu, kata Elfenda, pergeseran kegiatan dari Dinas Pariwisata ke Dinas Koperasi UKM Perindag menimbulkan pertanyaan dari sisi fungsi kelembagaan, karena kegiatan berbasis promosi dan ekonomi kreatif semestinya tetap dalam domain pariwisata yang tujuannya mendorong pariwisata dan perekonomian daerah.

‘’Alih kelola kegiatan dari Dinas Pariwisata ke Dinas Koperasi sendiri sudah menimbulkan tanda tanya besar,’’ ucapnya.

Anggaran MFF adalah kegiatan yang substansinya berkaitan erat dengan promosi industri kreatif dan pariwisata kota.

‘’Mengapa kemudian diambil alih oleh dinas yang lebih berorientasi pada pengembangan usaha kecil dan perdagangan. Pergeseran fungsi semacam ini membuka ruang tumpang tindih program dan rawan menjadi pintu masuk bagi penganggaran yang tidak sesuai mandat kelembagaan,’’ cetusnya.

Saat ini kadis Koperasi sudah dipanggil Kejari Medan untuk diklarifikasi. Namun Ketua Dekranasda Medan 2024, Kahiyang Ayu, hingga kini belum dipanggil kejaksaan untuk diklarifikasi.

Sementara kegiatan MFF adalah kolaborasi Dekranasda Medan dengan Dinas Koperasi Kota Medan.

Dalam hal ini, sudah seharusnya aparat penegak hukum (Kejari Medan atau bahkan Kejati Sumut) wajib juga memeriksa keterlibatan Ketua Dekranasda dalam konteks potensi conflict of interest terutama bila terdapat bukti bahwa program dan anggarannya beririsan dengan kebijakan Pemko Medan atau dikelola melalui perangkat daerah yang dipimpin oleh bawahannya sendiri.

‘’Pihak Kejari harus transparan mengungkap kasus ini agar tidak ada hal yang ditutup-tutupi karena ketua Dekranasda adalah istri pejabat dan juga anak mantan presiden,’’ sebutnya.

Elfenda juga menyebutkan dalam konteks kewajiban Pemko untuk memperbaiki tata kelola anggaran, sudah sewajibnya juga melakukan tindakan audit oleh inspektorat didampingi oleh BPK RI untuk audit keuangan, audit kinerja dan kepatuhan khusus terhadap kegiatan kolaboratif antara dinas dan Dekranasda, termasuk penelusuran aliran dana, pelaksanaan kegiatan, dan penentuan vendor/pihak ketiga.

‘’Audit ini perlu dipublikasikan secara terbuka untuk mengembalikan kepercayaan publik,’’ tandasnya.

Dalam konteks kebijakan publik, kasus MFF ini seharusnya menjadi momentum bagi Pemko Medan untuk melakukan audit kinerja dan keuangan terhadap seluruh kegiatan seremonial yang menggunakan dana APBD.

‘’Transparansi dokumen Rencana Anggaran Biaya (RAB) serta hasil evaluasi program harus dibuka untuk publik,’’ ungkapnya.

DPRD Medan, terutama komisi yang membidangi anggaran dan ekonomi, juga perlu mengambil peran pengawasan lebih aktif dengan memanggil seluruh pihak terkait dalam rapat dengar pendapat terbuka.

Pemerintah daerah tidak boleh memperlakukan kegiatan promosi seperti fashion festival hanya sebagai panggung pencitraan atau simbol kemewahan kota. Tanpa ukuran manfaat yang jelas bagi pelaku UMKM, desainer lokal, maupun perekonomian daerah, anggaran semahal apa pun hanya akan menjadi konsumsi seremonial yang cepat dilupakan.

Lebih buruk lagi, lanjut Elfenda, bila belanja semacam ini menjadi ajang pembenaran penggunaan dana publik atas nama “kolaborasi” yang tidak pernah diukur manfaatnya.

‘’Jika tata kelola dan integritas tidak segera dibenahi, Medan berisiko terjebak dalam lingkaran pemborosan anggaran dan krisis kepercayaan publik yang makin dalam,’’ ungkapnya.(id96)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE