MEDAN (Waspada): Pakar Hukum Tata Negara UMSU, Dr (cd) Andryan, SH, MH, menilai bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bersifat anomali atau penyimpangan dari nalar sehat. Katanya, syarat usia 40 tahun untuk mencalonkan diri sebagai Capres-Cawapres tetap berlaku syarat mutlak.
“Dalam putusannya MK berpandangan bahwa perihal batas usia Capres-Cawapres merupakan kewenangan pembentuk undang-undang, yakni kebijakan hukum terbuka atau open legal policy yang menjadi kewenangan sepenuhnya Dewan Perwakilan Rakyat bersama dengan Presiden,” tegasnya di Medan, Selasa (17/10).
Sebelumnya, MK menolak gugatan uji materi batas usia minimal calon presiden (Capres) dan calon wakil presiden (Cawapres) dalam Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang diajukan oleh sejumlah kepala daerah. MK menolak permohonan kepala daerah yang meminta seseorang yang belum berusia 40 tahun, tetapi sudah berpengalaman menjabat kepala daerah atau penyelenggara negara lainnya bisa maju sebagai Capres atau Cawapres.
Andryan menuturkan, terkait dengan batas usia minimum 40 tahun bagi calon presiden dan wakil presiden, tentu saja bertujuan agar mempunyai kapasitas dari sisi intelektual, kecerdasan emosi, spiritualitas, dan kematangan dalam berpikir. “Tugas seorang presiden tidak hanya sebagai kepala pemerintah, juga sebagai kepala negara yang akan menjalin kerja dengan pemimpin dunia lainnya,” terangnya.
Hal yang menjadi kontroversi terkait dengan putusan MK, Kepala Bagian HTN/HAN UMSU juga mengatakan “tentu saja disatu sisi MK menyatakan batas usia 40 tahun sebagai Capres/Cawapres adalah kebijakan hukum terbuka. Tetapi di sisi lain MK justru membuat norma baru dengan adanya pengecualian apabila seseorang meskipun tidak mencapai umur 40 tahun tetap bisa menjadi capres apabila pernah menjabat kepala daerah atau penyelenggara negara lainnya.
“Sebenarnya, putusan MK ini termasuk kategori putusan inkonstitusional bersyarat dan tentu saja MK sudah beberapa kali memberikan putusan inkonstitusional bersyarat. Artinya, pasal yang dimohonkan diuji tersebut adalah inkonstitusional jika syarat yang ditetapkan oleh MK tidak dipenuhi,” ujarnya.
Andryan kembali menambahkan, putusan MK yang memberikan pengecualian batasan umur capres apabila pernah/sedang menjabat sebagai kepala daerah, dinilai sebagai putusan yang bernuansa politis dan diyakini akan melunturkan marwah MK sebagai pengawal konstitusi.
Terlebih lagi, putusan MK tersebut juga seakan tidak memberikan persamaan hak bagi setiap warga negara untuk menjadi Capres meskipun tidak mencapai batasan usia 40 tahun. Apakah landasan berpikir MK menempatkan seseorang yang pernah/sedang menjabat sebagai kepala daerah dapat menjadi capresi meskipun tidak mencapai usia 40 tahun?
Padahal, tidak ada kepastian hukum dan jaminan apabila seorang yang pernah/sedang menjabat sebagai kepala daerah akan memiliki kapasitasi emosional serta spiritual yang mumpuni, mengingat banyak kepala daerah yang justru terlilit kasus hukum. “Maka tidak salah kita menegaskan apabila putusan MK tentang batasan umur Capres/Cawapres tersebut bersifat anomali/penyimpangan dengan nalar yang sehat,” katanya.(m05/A)
Teks
Pakar Hukum Tata Negara UMSU, Dr (cd) Andryan, SH, MH. Waspada/ist