MEDAN (Waspada.id): Dilaporkannya Sukidi, 60, ke polisi dalam insiden kecelakaan lalu lintas melibatkan mobil mewah di kawasan perumahan elite Citraland Bagya City, Jl Kenangan Baru, Desa Percut Seituan, Deliserdang, ternyata berbuntut panjang.
Pasalnya, mobil listrik BYD Sealion 7 warna hitam dengan nomor polisi BK 1880 CA yang pada saat itu dikendarai seorang wanita diketahui bernama Susi, ternyata diduga mengenakan nomor plat kendaraan tidak terdaftar kepemilikannya alias palsu.
Hal ini terungkap saat Sukidi menerima surat panggilan pemeriksaan dalam rangka penyidikan oleh Aipda Taufik H Rambe untuk dimintai keterangan terkait laka lantas antara mobil BYD Sealion 7 plat BK 1128 AGC dengan mobil Honda CR-V BK 1944 VA yang dikendarai Sukidi.
“Padahal saat kejadian wanita pengendara Sealion 7 itu menggunakan plat BK 1880 CA tapi kenapa di laporan mereka malah berbeda, dugaan kita ada sesuatu hal yang tidak benar,” tegas kuasa hukum Sukidi, Joko Suandi SH, MH, kepada wartawan, Sabtu (20/9) malam.
Bukan itu saja, tambah Joko, mobil listrik yang diamankan di Satlantas Polrestabes Medan tersebut tidak mengenakan plat kendaraan TNKB baik depan dan belakang.
“Hal itulah membuat kami curiga sehingga langsung mengeceknya dan hasilnya mobil BYD Sealion BK 1880 CA yang dikendarai wanita itu mengenakan identitas kosong alias palsu,” tegas Joko lagi.
Mengetahui hal tersebut membuat pihaknya merasa aneh kenapa laporan Susi bisa serta merta diterima oleh penyidik Satlantas Polrestabes Medan. Sebab, dalam Peraturan Kapolri (Perpol) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor mengatur secara rinci tentang legitimasi asal-usul dan kelaikan kendaraan bermotor.
“Di Perpol ini jelas menyebutkan bahwa penggunaan plat nomor yang tidak sesuai dengan ketentuan, termasuk plat nomor toko, dianggap melanggar aturan dan dapat dikenakan sanksi seusai dengan Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,” tegas Joko kembali.
Oleh sebabnya, pihaknya menduga pada saat berlangsungnya proses pemeriksaan ditemukan fakta bahwa penyidik Unit Gakkum Satlantas Polrestabes Medan atas nama Aipda Taufik H. Rambe telah bersikap tidak profesional dan telah melakukan penyalahgunaan wewenang dalam menangani Laporan Polisi Laka Lantas tersebut.
“Untuk itu kita memohon Direktur Lantas Polda Sumut selaku Pengawas kewilayahan untuk melakukan Gelar Perkara Khusus dalam mencari kepastian dan dasar hukum Unit Gakkum Satlantas Polrestabes Medan dalam menindaklanjuti Laporan Polisi ini, padahal yang dimiliki bukti permulaan hanya satu saksi dan satu CCTV yang belum ditafsirkan jelas oleh Saksi Ahli mengenai siapa pengemudi mobil yang dinyatakan berkendara cepat di Plpersimpangan hingga menyebabkan kecelakaan lalulintas,” tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, raut wajah Sukidi ,60, tampak muram ketika ditemui di rumahnya di kawasan Patumbak, Deliserdang. Kakek 7 cucu yang sehari-hari bekerja sebagai sopir ini mengaku tidurnya tak pernah nyenyak sejak dirinya dilaporkan ke polisi terkait kecelakaan lalu lintas
Diceritakannya, kecelakaan itu terjadi pada Selasa malam, 12 Agustus 2025 sekitar pukul 19.53 WIB. Saat itu, Sukidi baru saja menjemput dua anak majikannya yang masih duduk di bangku SMA dan SMP.
Ia mengemudikan mobil majikannya melalui Jalan Orchard BLVD, persimpangan Orchard Road, kawasan Citraland Bagya City.
Menurut Sukidi, mobil yang dikendarainya melaju pelan karena melewati polisi tidur. Tiba-tiba, dalam waktu bersamaan sebuah mobil BYD Sealion 7 warna hitam dengan nomor polisi BK 1880 CA juga melintas di area persimpangan. Mobil itu, katanya, menyerempet kendaraan yang ia kendarai.
“Kalau saya yang kencang, pasti mobil hitam itu terpental. Ini malah mobil saya yang terseret,” tutur Sukidi, Jumat (21/9/2025) malam.
Benturan membuat airbag mengembang. Sukidi sempat terbentur dengan airbag tersebut hingga sempat pingsan, sementara dua anak majikannya mengalami luka ringan. Mobil majikannya rusak parah dengan biaya perbaikan yang hampir mencapai Rp 100 juta.
Dua hari setelah kecelakaan, Sukidi didampingi kerabat majikannya menghadiri pertemuan dengan pihak keluarga pemilik BYD hitam di sebuah kafe di kawasan Citraland.
Namun, sang pengemudi perempuan tidak hadir, hanya diwakilkan oleh famili. Dalam pertemuan itu menggunakan bahasa mandarin.
“Saya kira malam itu selesai secara kekeluargaan, rupanya tidak. Mereka menolak usulan perbaikan masing-masing. Malah menuntut saya membayar Rp 200 juta,” ucap Sukidi.
Karena tak ada kesepakatan damai, kasus berlanjut ke jalur hukum. Pada 26 Agustus 2025, Sukidi menerima panggilan dari kepolisian. Ia mengaku terkejut sekaligus semakin terpuruk.
“Saya sudah jelaskan, saya tidak menabrak. Bisa nanti dicek CCTV. Tapi saya tetap dilaporkan. Setiap hari hati saya berdebar-debar,” ujarnya.
Di tengah kebingungannya, Sukidi mengaku semakin heran ketika menerima surat panggilan penyidikan dari kepolisian. Dalam surat itu tertulis bahwa mobil yang kontra dengannya bernomor polisi BK 1128 AGC, bukan BK 1880 CA sebagaimana yang ia lihat saat kejadian.
“Ini yang bikin saya makin bingung. Setahu saya plat mobil malam itu BK 1880 CA. Tapi di surat polisi yang dipanggilkan ke saya, jadi BK 1128 AGC. Kenapa bisa berbeda?” katanya, bingung.
Sejak itu, hari-harinya dipenuhi rasa cemas. Sukidi lebih banyak berdiam di rumah, berusaha menenangkan istrinya yang juga ikut ketakutan. Namun, keresahan tak kunjung hilang.
“Saya tinggal berdua sama istri, anak-anak sudah berkeluarga. Kalau saya sampai ada apa-apa dengan saya, bagaimana dengan istri saya?,” katanya sedih.
Sukidi hanyalah seorang sopir yang menggantungkan hidup dari pekerjaannya. Kini, hidupnya mendadak berubah: dari sekadar mencari nafkah, ia harus berhadapan dengan proses hukum dan tuntutan ratusan juta rupiah yang jauh melampaui kemampuannya.
“Saya percaya aparat kepolisian bisa adil. Tolonglah, periksa baik-baik. Lihat CCTV, lihat kebenarannya. Jangan sampai saya jadi korban,” tutupnya.(id94 )