MEDAN (Waspada): Pengurus Besar Perkumpulan Advokat Sumatera Utara (PB PASU) mengecam tindakan represif aparat terhadap masyarakat di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau, terkait pembebasan lahan untuk pembangunan Rempang Eco City.
PB PASU dalam acara General Meeting dan pernyataan sikap yang dihadiri sejumlah pengurus dan anggota, menilai tindakan aparat terhadap masyarakat Melayu Rempang, Galang, Batam justru mengarah pada pelanggaran HAM.
“Secara tegas kami mengecam adanya tindakan atau aksi kekerasan yang dilakukan oleh aparat pemerintah terhadap warga, terutama para wanita dan anak-anak sehingga upaya paksa yang berujung pada aksi kekerasan seharusnya dihindarkan,” kata Wakil Ketua Umum PB PASU Betty FW Meliala SH kepada wartawan, Jumat (22/9).
Dalam pernyataan sikap yang dihadiri Ketua Umum PB PASU Eka Putra Zakran SH MH, Sekjen Amiruddin Pinem SH, serta jajaran pengurus lainnya, PB PASU mengingatkan pemerintah, sebagaimana dalam pembukaan UU Dasar 1945 alinea keempat, bahwa tujuan nasional negara Republik Indonesia dalah melindungi rakyatnya. Kemudian hal ini juga merujuk pada ketentuan Pasal 33 ayat 3 UUD 1945.
“Berdasarkan amanat UUD 1945 sebagai konstitusi negara Republik Indonesia, kiranya harus menjadi perhatian bagi pemerintah untuk membatalkan relokasi atau setidak-tidaknya menunda relokasi atau pengosongan warga masyarakat Pulau Rempang,” sebutnya.
Sebab, apabila tujuan pemerintah merelokasi warga Pulau Rempang adalah untuk tujuan investasi demi kebaikan dan peningkatan kesejahteraan warga, justru malah sebaliknya yang ada tindakan penggusuran.
“Relokasi tersebut justru menyebabkan penderitaan bagi warga Pulau Rempang, sehingga tujuan awal untuk meningkatkan kesejahteraan bagi warga masyarakat menjadi tidak tercapai,” ungkapnya.
Karena itu, PB PASU meminta pemerintah agar tidak memaksakan kehendak untuk merelokasi atau menggusur warga Pulau Rempang, bila masyarakat secara luas memang tidak menghendakinya.
“Karena kehendak pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan warga dengan cara memanggil investor dengan menggusur warga Pulau Rempang ternyata tidak disetujui oleh masyarakat sebagai pemilik kedaulatan di republik ini,” imbuhnya.
Seharusnya, pemerintah mencari alternatif investasi lain yang lebih baik dan tidak mengganggu aspek kenyamanan, ketenteraman dan kondusifitas warga, sebab keamanan warga sejatinya telah dijamin oleh konstitusi negara Republik Indonesia.
“Kami mengecam adanya tindakan refresif oleh aparat keamanan yang mengarah pada aksi pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang bersifat universal yang wajib dijunjung tinggi dan dihormati oleh semua pihak tanpa kecuali, serta meminta agar aparat kepolisian membebaskan seluruh warga masyarakat Pulau Rempang yang ditahan akibat terdampak dalam aksi penolakan relokasi dimaksud,” pungkasnya. (m32).