MEDAN (Waspada): Kasus pekerja migran Indonesia (PMI) ilegal akan terus berulang jika kesempatan kerja di dalam negeri tidak tersedia secara luas dan memadai. Selain itu juga diperlukan kesungguhan pemerintah daerah mengambil peran dalam mendesain persoalan pekerja migran di daerahnya masing-masing.
“Masyarakat yang bekerja di dalam negeri juga banyak yang informal, tapi tidak memadai dari segi penghasilan. Maka banyak masyarakat yang tertarik untuk bekerja di luar negeri,” ujar Dr Agusmidah Ismail, SH, M.Hum (foto) dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU), Senin (21/3).
Ia menanggapi peristiwa tenggelamnya kapal kayu yang bermuatan 89 PMI ilegal yang menyebabkan dua orang tewas, dan puluhan lainnya tenggelam, Sabtu (19/3).
Menurut Dr Agusmidah, banyaknya orang yang memilih menjadi PMI ilegal karena syarat bekerja di luar negeri umumnya tdk terpenuhi. Misalnya persoalan umur yang telah melewati batas maksimal.
“Untuk bekerja ke luar negeri ada syarat yang harus dipenuhi. Karenanya orang yang usianya telah melewati batas yang dibolehkan, yang tidak bisa bekerja menjadi PMI secara legal. Dalam hal ini BP2MI (Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia) sudah benar, bahwa harus ada syarat untuk menjadi PMI,” sebutnya.
Menjawab pertanyaan Waspada, dia mengatakan bahwa persoalan batas usia itu sejalan dengan aturan internasional, yang berkaitan dengan permintaan user. Jadi kasus-kasus pekerja migran ilegal yang melewati batas umur tidak bisa dilegalkan. Karena itu kalau yang melebihi usia itu dinegosiasi.
Ditegaskan, peran pemerintah daerah sebenarnya sangat dituntut dalam membenahi persoalan PMI ilegal ini. “Pemerintah daerah sudah tau kelemahan dalam persoalan PMI ini. Makanya kesungguhannya harus ada di pemerintah daerah,” sebutnya.
Dia menegaskan pemerintah daerah harus mendesain persoalan PMI ini agar persoalan PMI ilegal tidak terjadi secara berulang. Desain yang dilakukan pemerintah daerah yang dimaksud sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang No. 18 tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.
“Misalnya Pemda membuat layanan terpadu satu atap dan melakukan perlindungan ke luar negeri sejak pra penempatan PMI,” sebutnya.
Namun dari riset yang pernah dilakukan di Kabupaten Langkat, Dr Agusmidah menyebutkan, DPRD Langkat tidak menyetujui anggaran untuk PMI.(m05)