Medan

Pemerintah Dinilai Abai, Masa Depan Mahasiswa UDA Di Ujung Tanduk, Konflik Yayasan Tak Kunjung Usai

Pemerintah Dinilai Abai, Masa Depan Mahasiswa UDA Di Ujung Tanduk, Konflik Yayasan Tak Kunjung Usai
Aksi damai puluhan dosen dan pegawai UDA Medan di depan Gedung Rektorat, beberapa waktu lalu. Mereka menolak Surat Rekonsiliasi sepihak yayasan dan meminta Kemendiktisaintek bertindak adil. Waspada.id/Ist
Kecil Besar
14px

MEDAN (Waspada.id): Konflik berkepanjangan yang melanda Yayasan Universitas Darma Agung (UDA) kini mencapai puncak kekhawatiran. Perseteruan internal yang tak kunjung selesai ini telah merampas harapan, bahkan masa depan ribuan mahasiswa yang tengah berjuang menuntaskan pendidikan mereka.

Tidak hanya mengacaukan aktivitas akademik, konflik tersebut juga membuat para mahasiswa terancam gagal mengikuti wisuda. Sebuah momen sakral yang seharusnya menjadi puncak perjalanan panjang penuh pengorbanan.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN

Bagi banyak keluarga, wisuda bukan sekadar seremoni, melainkan simbol keberhasilan dan pintu menuju masa depan yang lebih baik.

Namun kini, semua itu seolah dirampas begitu saja. Situasi diduga semakin diperparah oleh sikap pemerintah melalui LLDIKTI Wilayah I Sumatera Utara yang dinilai mahasiswa tidak menunjukkan ketegasan.

Lembaga yang seharusnya menjadi penengah justru dianggap sebagian mahasiswa bersikap pasif, bahkan terkesan condong memihak kepada salah satu kubu.

“Kami sangat menyesalkan sikap pemerintah. Pembiaran seperti ini sama saja membiarkan masa depan kami terkatung-katung,” ungkap sejumlah mahasiswa yang merasa kecewa dan frustrasi, Selasa (9/12).

Di tengah situasi yang semakin tidak menentu, ribuan mahasiswa UDA baik yang sudah berada di ambang wisuda maupun yang baru menyelesaikan tahap akhir perkuliahan menyatakan siap melakukan aksi perlawanan. Mereka menegaskan bahwa mereka adalah pihak yang paling dirugikan dalam konflik yayasan ini; para mahasiswa membayar kewajiban tepat waktu, tetapi hak-hak mereka sepertinya tidak pernah terpenuhi.

“Jangan tunggu kesabaran kami habis. Kami sudah terlalu lama diam dan terus bersabar,” seru para mahasiswa. “Selama ini kami tetap membayar uang kuliah, memenuhi kewajiban kami sebagai mahasiswa. Tapi mengapa hak kami diabaikan? Mengapa masa depan kami dipermainkan?”

Seruan ini ditujukan terutama kepada LLDIKTI, agar segera turun tangan menyelesaikan persoalan yang telah mencoreng dunia pendidikan tinggi di Sumatera Utara tersebut. Mahasiswa mendesak pemerintah untuk mengambil langkah cepat dan tegas demi memastikan proses wisuda tetap dapat berlangsung sesuai jadwal.

“Kami hanya meminta satu hal jangan rampas hak kami. Kami berjuang keras untuk sampai di titik ini. Jangan biarkan konflik internal menghancurkan masa depan ribuan mahasiswa,” tegas mereka.

Ribuan suara mahasiswa kini bergema, menuntut keadilan dan kepastian. Dan publik menunggu, apakah pemerintah akan mendengar jeritan mereka—atau justru membiarkan badai ini terus merusak perjalanan akademik generasi muda.

Sementara Kepala LLDIKTI Wilayah 1 Sumut Prof. Saiful Anwar Matondang, M.A,Ph.D,Senin (8/12) mengatakan pihaknya masih melakukan verifikasi data jika semua data mahasiswa sudah valid maka boleh wisuda.

“Operator Kami dan operator UDA sedang melakukan validasi dan terus berjalan” katanya seraya mengatakan pihaknya tunduk dengan perintah sesuai surat Direktur kelembagaan Diktisaintek . tanggal 21 Oktober 2025. Di mana badan penyelenggara UDA adalah yayasan 2025.

Namun, katanya, bila ada keputusan hukum berkekuatan tetap menyatakan sebaliknya. maka Diktisaintek akan membuat keputusan sebaliknya.Pada prinsipnya LLDIkti saat ini tunduk perintah Diktisaintek.

Semantara para dosen dan pegawai UDA hanya mengakui rektor yang dipilih berdasarkan keputusan Senat Akademik hal ini sesuai dengan Statuta UDA.

“Untuk itu rektor yang diangkat tanpa melalui proses pemilihan Senat Akademi maka itu melanggar Statuta UDA artinya tidak sah. Rektor yang sah hanya produk senat akademik berdasarkan Statuta UDA,” kata sejumlah dosen.

Oleh karena itu, para dosen UDA sangat menyayangkan keputusan Diktisaintek mengakui rektor yang pengangkatannya tidak berdasarkan Statuta UDA. Artinya Diktisaintek secara terang-terangan mengabaikan ketentuan Statuta UDA yang menjadi dasar pemilihan rektor di UDA. Karena itu kami mempertanyakan apa dasar Diktisaitek mengakui rektor yang dipilih tanpa melalui proses pemilihan senat seusai Statuta UDA.

” Jadi sangat aneh jika seorang rektor diangkat tanpa berdasarkan Statuta UDA dan diangkui. Hal ini lah yang membuat konflik UDA tak junjung tuntas yang akhirnya merugikan ribuan mahasiswa UDA, ” terang para dosen.

Sementara seperti diberitakan AHU (Administrasi Hukum Umum) milik Yayasan Perguruan Darma Agung (YPDA) versi HNK diblokir oleh Link: Kemenkumham (Kementerian Hukum dan HAM) pada Juni 2025, karena ada sengketa kepengurusan yang masih bergulir di pengadilan. sehingga semua kebijakan yang dibuat oleh pihak HNK (seperti pengangkatan rektor) dianggap tidak sah.(id14)


Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE