MEDAN (Waspada.id): Penyelenggaraan pemilihan Ketua Umum Perkumpulan Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan Indonesia (Aspadin) periode 2025-2028 pada Munas XI, 12 November 2025 lalu di Jakarta, dinilai tidak sesuai dengan kepatuhan terhadap prinsip dasar organisasi.
Mayoritas anggota mencatat tata tertib yang tidak sesuai AD/ART yang membatasi bakal calon Ketua Umum hanya untuk yang berdomisili di Jabodetabek.
Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) Aspadin Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Banten, Evan Agustianto mengatakan kebijakan yang diambil pada pemilihan Ketua Umum Aspadin pada Munas XI ini membatasi hak anggota dari berbagai daerah untuk mengajukan calon secara setara. “Harusnya dalam Munas kemarin usulan semua peserta diakomodir. Tapi terkesan ada ketidakadilan perlakuan yang dipaksakan oleh sekelompok kecil untuk menguasai Munas,” ujarnya yang disampaikan ke media melalui keterangan tertulis pada Senin (24/11).
Dia menuturkan mereka tidak menghitung peserta yang mayoritas berbeda sikap karena melihat adanya ketidakadilan tersebut. “Jadi, mereka mengabaikan peserta mayoritas dan tidak memperhitungkannya,” ucapnya.
Disampaikan, selain ketidaksesuaian AD/ART, terdapat dugaan pemberian fasilitas kepada DPD tertentu dan pembatasan akses informasi dan pelibatan terkait penyelenggaraan Munas yang diduga diarahkan untuk memuluskan kemenangan Ketua Umum terpilih saat itu, yaitu Firman Sukirman sebagai Ketua Umum baru.
Anehnya lagi, lanjutnya, upaya perwakilan anggota, beberapa Ketua dan Pengawas DPD untuk menyampaikan keberatan terhadap proses pemilihan juga ditolak. Hal itu terjadi karena adanya beberapa oknum Dewan Pengurus Pusat yang menghalangi melalui berbagai cara.
Karena menilai proses pemilihan tidak demokratis dan penuh dengan rekayasa, menurut Evan, mayoritas anggota Aspadin yang hadir atau lebih dari 75 anggota dari total 96 peserta, memilih untuk walkout dan menolak mengikuti proses pemilihan lebih lanjut. “Kami berpendapat bahwa seharusnya Munas mengutamakan asas transparansi, kebersamaan dan keadilan, menjunjung tinggi serta menghargai hak setiap anggota sebagai dasar dalam proses pengambilan keputusan,” katanya.
Dia menegaskan Munas sebagai forum tertinggi organisasi semestinya menjadi wadah penyampaian agenda dan usulan anggota serta diselenggarakan secara inklusif oleh Pengurus DPP, dan bukan didominasi oleh pihak tertentu.
Anggota Pengurus Bidang Advokasi DPP Aspadin periode 2022-2025, Eddy Setyahadi, juga melihat adanya keanehan lain pada Munas kali ini. “Biasanya pada Munas sebelumnya acara dimulai dengan laporan pertanggungjawaban Ketua Umum yang lama terlebih dulu. Tapi kali ini itu tidak dilakukan dan langsung mengadakan sidang pemilihan Ketua Umum tanpa menyerahkan kepengurusan kepada panitia Munas terlebih dulu,” tukasnya.
Tidak hanya itu, sidang untuk pemilihan Ketua Umum juga dilakukan tanpa pembahasan tata tertibnya (tatib) terlebih dulu dan tanpa meminta persetujuan dari anggota yang hadir apakah sesuai atau tidak. “Nah, kemarin itu langsung keluar itu tata tertib, dan itu pun tidak disetujui oleh forum karena berbeda dengan tatib Munas 3 tahun lalu,” tuturnya.
Dia menungkapkan adanya penghapusan satu pasal (pasal 4) pada tatib Munas yang sekarang, di mana pasal tersebut menyebutkan bahwa bila memungkinkan masih bisa untuk mengubah AD/ART. Misalkan, pada pemilihan Ketua Umum sekarang itu, AD/ART-nya itu dibuat berdasarkan satu suara satu DPD. “Sesuai AD/ART sebelumnya, kalau ada yang tidak setuju hal itu, kemungkinan AD/ART itu masih bisa diubah. Tapi, ada sekelompok tertentu yang memang sudah sengaja menghapus pasal tersebut agar mereka menang secara kalkulasi. Mereka takut, kalau berlaku satu suara satu anggota, bisa-bisa mereka kalah,” ucapnya.
Wakil Ketua DPD Aspadin Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta & Kalimantan Tengah, Rama Zakaria Rama, menegaskan Munas itu seharusnya wadah untuk menampung aspirasi dari semua anggota dan bukan kelompok tertentu saja. “Jadi apapun konteks permasalahan yang dibicarakan di Munas itu harus meminta pendapat dari semua anggotanya. Soal bagaimana Munas itu hanya mengatur hal yang berdasarkan kebijakan lembaga dalam hal ini asosiasi yaitu ada AD/ART, itu harus dilakukan secara dinamis dengan persetujuan semua anggota,” tukasnya.
Menurutnya, dinamika dari lembaga ini harus dibahas di forum tertinggi di mana mandat anggota ada di Munas. Jadi, berbeda kalau acara Raker yang forumnya itu hanya pengurus DPD atau DPP yang bisa mengikutinya.
Sekjen DPD Aspadin Jawa Timur, Mulyono Wibisono juga menyayangkan adanya ketidaksesuaian dengan kepatuhan terhadap prinsip dasar organisasi pada Munas Pemilihan Ketua Umum Aspadin baru-baru ini. Dia juga mengungkapkan adanya kejanggalan-kejanggalan dari AD/ART yang salah satu pasalnya dihilangkan. “Kalau nggak ada apa-apa, kenapa dihilangkan? Kita jauh-jauh datang menghadiri Munas di Jakarta dengan naik pesawat, ya paling tidak kita didengar lah. Tapi, kalau semua sudah ditentukan, lah kita ngapain di situ? Hasilnya tinggal dibacakan, ditandatangani semua, sudah terima jadi lah begitu. Kita nggak dianggap sama sekali,” cetusnya.
Di antara para anggota yang menyatakan tidak mengakui dan menolak kepengurusan baru yang dipilih dalam Munas saat itu mayoritas berasal dari DPD Sumatera Utara dan Aceh; DPD Sumatera Barat; DPD Jawa Barat, DKI Jakarta dan Banten; DPD Jawa Tengah, DIY dan Kalimantan Tengah; DPD Jawa Timur; DPD Bali dan Nusa Tenggara dan DPD Sulawesi Utara.(id20)












