Medan (Waspada): Dalam sidang putusan atas kasus korupsi penggelapan pajak PBB PT Al Ichwan Garment Faktory (AIGF) milik Ngarijan Salim, yang beralamat di Sei Mencirim/Sei Semayang, Kabupaten Deli Serdang, semua tuntutan Jaksa ditolak oleh Majelis Hakim PN Medan.
Adapun hasil penolakan tersebut setelah para majelis hakim rapat dan memutuskan bahwa tuntutan dari Kejaksaan Negeri Lubuk Pakam Ngarijan Salim tidak terbukti dan tidak memiliki alasan yang kuat dinyatakan bersalah.
Siaran pers yang diterima Waspada.id, Rabu malam menyebutkan, vonis bebas murni oleh PN Medan ini tertuang dalam putusan ketua majelis hakim yang dibacakan DR Dahlan SH MH.
Di mana Ngarijan Salim selaku pemilik PT AIGF agar dibebaskan dari terdakwa dan mengembalikan segala hak-haknya, atau dengan bahasa hukumnya vrijspraak.
Demikian putusan yang dibacakan ketua Majelis Hakim pimpinan sidang DR Dahlan SH MH, Senin (9/10/23).
Dalam putusan itu juga, Ketua Majelis Hakim meminta kepada kejaksaan Lubuk Pakam agar mengembalikan uang saksi Phonix, yang sempat disita oleh kejaksaan Lubuk Pakam, dengan alasan kekurangan kerugian negara sebesar Rp1.270.028.500, (satu milyar dua ratus tujuh puluh dua puluh delapan juta lima ratus rupiah) kepada saksi Phonix.
Sedangkan sebanyak 25 item barang bukti lainnya yang ada pada Kejaksaan Lubuk Pakam diserahkan kepada BPN Deliserdang, dan biaya perkara dibebankan pada negara.
Setelah membacakan putusan, Ketua Majelis Hakim DR Dahlan SH MH meminta pendapat kepada penuntut Umum Jaksa. Mungkin merasa kurang puas, pihak penuntut umum mengajukan kasasi.
Sudah Tepat
Secara terpisah, ahli hukum pidana DR Muhammad Arif Syahlefi SH MH menyebutkan, keputusan yang diambil PN Medan sudah tepat.
“Secara pribadi saya sudah 2 kali hadir mengikuti persidangan ini sebagai ahli hukum pidana,” ujarnya.
Mulai dari sidang pertama Di PN Lubuk Pakam dan yang kedua PN Medan, pendapat saya berdasarkan hukum pidana Saudara Ngarijan Salim tidak ada dasar hukumnya dijadikan tersangka dan beliau tidak bersalah.
“Jadi wajar sekali PN memutuskan terhadap Ngarijan Salim bebas murni lepas dari tuntutan Jaksa,” katanya.
Dari sudut kaca mata hukum, di mana Ngarijan Salim ini pemohon/pembayar pajak PBB dan kewajibannya sudah dipenuhinya atas perintah negara melalui Kepala Bapenda Deliserdang.
“Jangankan kita bercermin dari sisi hukum pidana, secara logika saja pemohon pajak sudah membayar lunas, kok bisa menjadi tersangka,” katanya.
“Alasan saya yang kedua saat waktu sidang di PN Medan tetap saya tegaskan itu Pak Ngarijan Salim tidak bersalah dan tidak dasar hukum pidananya untuk dijadikan terdakwa,” jelasnya.
Ini diperjelas dengan pembuktian audit kerugian negara yang dipakai kejaksaan Lubuk Pakam adalah audit swasta.
“Yah sah-sah saja tapi mereka hanya sebatas menghitung dan hasil hitungan kerugian negara itu, semestinya harus diserahkan pada Badan Pemeriksaan Keuangan Negara (BPK) atau inspekorat Deliserdang, ini nyatanya tidak, ” akhir Arif.
Menurut Badan Hukum Merdeka, yang beralamat di Jalan B Katamso pimpinan S Matondang SH dan Zennuddin Herman SH yang ditemui sangat mendukung sekali dengan keputusan PN Medan.
“Sejak kita mengikuti persidangan di PN Lubuk Pakam, kelihatan sekali perkara korupsi penggelapan Pajak PBB PT AIGF terkesan dipaksakan,” ujarnya.
Adapun acuannya terkesan dipaksakan dan secara hukum perkara ini banyak yang aneh.
Antara lain, di mana dalam persidangan acuan kerugian negara pihak audit swasta hanya hasil dari laporan Dinas Tata Ruang dan Pemukiman (Tarukim) Deli Serdang yang bukan ahlinya.
Dan lebih parahnya lagi ketika saat itu ditanya hakim mereka tidak pernah turun ke lapangan atau meninjau objek perkara. “Anehkan,” tutup Matondang dan Zen. (cpb/rel)











