MEDAN (Waspada): Pemilik tanah Muliadi warga Desa Stabat Baru, Kecamatan Stabat, Langkat berharap aparat penegak hukum dapat menegakkan hukum dengan seadil-adilnya, terkait sengketa tanah yang dialaminya dengan BH.
“Kita harapkan keadilan bisa ditegakkan seadil-adilnya dengan bukti-bukti dan data otentik,” kata Suryani BR, penerima kuasa dari Muliadi, ketika mendatangi Harian Waspada, Senin (10/6).
Suryani mengatakan, sengketa tanah yang dialami dengan BH, juga warga Stabat, sudah berlangsung lama, belum berujung tuntas, karena ditemui dugaan pemalsuan dokumen dan pencemaran nama baik.
Hal itu terjadi ketika tahun 2016, lahan atau tanah yang sedang bersengketa itu diperoleh melalui jual beli dari Sejo ke Mulyadi pada tahun 2009, dengan luas 20×59 meter persegi melalui notaris Nilawati SH.
Tanah yang telah digantirugi tersebut terurai dalam akta pelepasan hak No 9 tertanggal 22 Juni Agustus 2009, yang diperoleh dari Pihak Pertama Berdasarkan Surat Keterangan Tanah No 593.12./SKT/II/2008 tertanggal 06 Februari 2008, atas nama Sejo warga Jl Desa Kwala Bingai, Stabat, Langkat.
“Setelah dibeli, Muliadi ingi. membangun ruko sebanyak 4 pintu, dan kemudian datang BH. Sebelum dibangun ruko itu, kita buatkan di tanah kosong bangunan seluas 4x 8 meter itu untuk dia usaha bengkel,” kata Suryani.
Tanpa Dipungut Biaya

GUDANG milik Muliadi yang digunakan BH. Waspada/Ist
Seiring berjalan waktu, BH memakai tanah untuk usaha bengkelnya tanpa dipungut biaya. Karena tak bayar, Muliadi ingin BH meninggalkan tanah kosong. Sejak 2013 sampai 2018, BH disuruh namun nggak mau. Tahun 2019, BH diusir oleh kepling dan lurah. Karena nggak mau keluar juga, ya kita rusakkanlah bangunan yang kita buat tadi,” katanya.
“Kata polisi, ngak bisa diusir karena tanah kebun…ya dihancurkanlah bangunan yang kita buat tadi, baru kita buat toko. Ee…malah kita yang dilaporkan,” kata Suryani.
Anehnya, setelah menggunakan kios itu, BH mengklaim tanah yang digunakan seluas 4×8 meter persergi itu adalah miliknya, dengan berdalih bahwa itu peninggalan mertuanya yang sudah dibelinya.
BH kemudian memperlihatkan surat notaris yang dikeluarkan Zulfan Damanik, yang sudah berubah luasnya dari 4×8 meter menjadi 20×40 bukan lagi 4×8 meter.
Menurut Suryani, surat notaris itu diragukan keabsahannya karena tanah tersebut miliki Mulyadi lengkap dengan surat-suratnya dan saksi-saksinya.
Dijelaskan Suryani, karena itu hak Muliadi, dia meminta BH tidak lagi menempati bangunan 4×8 meter itu. Tak senang, BH kemudian melaporkannya ke polisi atas kasus perusakan.
Diketahui kemudian, Mulyadi juga melakukan upaya hukum, dengan menggugat BH ke Pengadilan Negeri Stabat, namun disebut telah memenangkan pihak BH. Begitu juga ketka berproses di Pengadilan Tinggi hingga Mahkamah Agung dan berakhir di Peninjauan Kembali, sengketanya juga dimenangkan BH.
Dengan putusan itu, lanjut Suryani, Muliadi mengaku bingung dan tak mengerti apa yang terjadi. Kebingungan yang sama juga dialami orang yang menjual tanah, dan saksi, yang seluruhnya masih hidup dan berada di sekitaran Stabat.
Tak patah arang, Muliadi kembali menggugat BH di jalur perdata di PN Stabat, yang akhirnya dimenangkan Muliadi. “BH kemudian mengajukan banding di Pengadilan Tinggi Medan, yang hingga kini masih berproses,” kata Suryani.
Suryani juga akan melaporkan BH ke Poldasu dengan dugaan pemalsuan dokumen dan pencemaran nama baik. “Semua itu kita lakukan untuk menegakkan keadilan, dan berharap PT mencermati fakta-fakta hukum yang ada,” kata Suryani. (cpb)