MEDAN (Waspada): Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) didesak untuk menyelesaikan permasalahan agraria dan konflik tanah yang dialami masyarakat dan petani.
Penjabat (Pj) Gubsu Hassanudin, diminta tidak membiarkan masalah ini menjadi berlarut, dan harus diselesaikan dimasa tugas ini juga.
Desakan kepada Pemprovsu tersebut disuarakan masyarakat lewat aksi unjukrasa yang berlangsung di depan Kantor Gubsu, Senin (10/6).
Unjukrasa dilakukan oleh masyarakat yang tergabung di dalam Aliansi Masyarakat Adat dan Petani di Sumut.
Dalam aksinya, massa menyampaikan beberapa poin tuntutan. Pertama, mendesak Pemprovsu agar konsisten melaksanakan keputusan pemerintah no 592.17321- 70/2/83 Prihal penyelesaian redistribusi Tanah obyek landreform yang telah di keluarkan dari areal hak guna usaha PTP-IX seluas 7.475,1180 hektar, di Deliserdang dan 2,609,8820 hektar di kabupaten Langkat untuk para petani
Kedua, mendesak kementrian BUMN RI agar memeriksa seluruh asset negara yang di kelola oleh PTPN II, yang massa aksi sinyalir, banyak yang di salah gunakan untuk kepentingan pribadi ataupun untuk kepentingan para pihak pengembang.
Ketiga, masyarakat adat dan petani menghimbau kepada pemilik-pemilik modal asing dan aseng agar hengkang dari tanah mereka duduki selama ini. Keempat, masyarakat adat dan petani meminta agar TNI dan polri mengutamakan melindungi masyarakat bumi putra.
Kelima, massa aksi mendesak Presiden Jokowi Widodo segera membuat Keppres, untuk melindungi, tanah-tanah milik masyarakat adat dan petani yang sudah, puluhan tahun di huni dan dikelola.
Keenam, massa aksi juga mendesak KPK agar mengusut PTPN II dan Nusa Dua Propertindo (NIDP) atas pengalihan lahan-lahan kepada pihak pengembang. Ketujuh, massa juga mendesak kepada Presiden, Jokowi Widodo untuk segera memberikan sertifikat pada petani, yang sudah puluhan tahun mengelola tanah, yang saat ini mereka tempati dan mendesak.
Kedelapan, Presiden Jokowi diminta segera membubarkan PTPN II dan PTPN I yang tidak menguntungkan bagi masyarakat, di Kabupaten Langkat dan Deliserdang. Kesembilan, massa meminta menghentikan pembangunan rumah mewah, yang hanya mengorbankan tanah milik masyarakat adat dan petani.
Ditemui staf
Sekitar dua jam berorasi, massa hanya temui oleh seorang Staf di Pemprovsu bernama Ngadimin. Massa sontak kesal, karena mereka ingin dijumpai dan disambut Pj.Gubsu Hassanudin. Sayangnya, Hassanudin sedang berada di luar Kota Medan.
“Kami tidak mau kau (Ngadimin) yang menanggapi tuntutan kami. Karena kau tidak bisa mengambil kebijakan dan keputusan,” teriak seorang massa aksi menggunakan alat pengeras suara kepada Ngadimin.
Salah satu pimpinan aksi, Muhammad Darul Yusuf, mengaku kecewa aksi mereka hanya disambut dan ditanggapi Ngadimin merupakan staf Biro Umum Pemprov Sumut, yang tidak bisa memberikan kebijakan, untuk menyelesaikan masalah mereka hadapi.
Darul mengungkapkan, Pj. Gubsu tidak bertanggungjawab atas penderitaan rakyatnya. Sehingga memilih menjalankan tugas di luar di Kota Medan. Karena, mengetahui ada aksi unjuk rasa ini.
“Itu lah (Pj Gubernur Sumut) kurang ajar. Surat sudah masuk 4 hari lalu. Dia sudah tahu mau turun aksi ini, dia lari. Itu kurang ajar, tidak bertanggungjawab atas rakyat yang dia pimpin,” kata Darul.
Darul mengungkapkan Masyarakat Adat dan Petani di Sumut, memiliki dan menguasai tanah dari Labuhan Batu hingga Hamparan Perak, sudah menempati lahan sekitar 60 tahun. Kini, terancam tergusur dan dirampas tanahnya. (m07)
Waspada/zul harahap
Massa yang tergabung di dalam Aliansi Masyarakat Adat dan Petani di Sumut, saat melakukan aksi unjukrasa di depan Kantor Gubsu.













