MEDAN (Waspada): Wili Erlangga, SH Kuasa Hukum Dhody Thahir menyayangkan sikap pihak-pihak yang mengatasnamakan Forum Mahasiswa Pemerhati Kebijakan Publik yang melakukan demonstrasi terhadap diri kliennya di depan Kantor DPRD Sumut dan Pengadilan Tata Usaha Negara Medan.
Mereka dinilai tanpa meneliti terlebih dahulu sebenarnya pihak mana yang dirugikan dalam perkara itu, karena pada dasarnya Dhody Thahir tidak pernah menonjolkan kedudukannya selaku anggota DPRD Sumut.
“Kemudian, terhadap perkara tanah ini telah berlangsung jauh sebelum Dhody Thahir menjabat sebagai anggota DPRD, sehingga kami mohon agar seluruh pihak mematuhi proses hukum yang sedang berjalan,” kata Wili dalam keterangan tertulisnya di Medan, Kamis (26/10).
Lebih lanjut Dhody Thahir ketika diwawancarai melalui sambungan telefon menjelaskan dirinya sangat keberatan terhadap tindakan pendemo yang diduga kerap kali mencemarkan nama baiknya, sehingga dirinya akan menindak tegas dengan memproses dengan hukum yang berlaku.
Wili Erlangga, S.H. membantah bahwa tidak benar pihaknya mengintimidasi nenek yang sudah tua, itu playing victim (bertindak seolah-olah sebagai korban) sekali.
“Justru kami sangat mematuhi dan menghargai proses hukum yang sedang berjalan, karena jual beli tanah di atas sita jaminan tersebut jelas merupakan dugaan tindak pidana dan saat ini tengah dilakukan penyelidikan lebih lanjut oleh Kepolisian. Mari kita serahkan kepada pihak Kepolisian apakah ini bersalah atau tidak, dan untuk itu kami sangat menyayangkan sikap pihak-pihak yang tidak menghargai proses penegakan hukum yang sedang berjalan,” ujarnya.
Berhak
Lebih lanjut dijelaskan oleh Kuasa Hukum Dhody Thahir yang diwakili oleh Wili Erlangga, SH dan Stella Guntur, SH dari Kantor Hukum Hasrul Benny Harahap & Rekan tentang duduk kasus yang sebenarnya terjadi, bahwasanya Dhody Thahir adalah satu-satunya pembeli yang berhak atas tanah seluas + 15 hektar bertempat di Jalan Tangkahan Batu, Desa Sigara-Gara, Patumbak, Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara.
Hal itu berdasarkan Putusan PK II No. 756PK/Pdt/2021 tertanggal 15 Desember 2021 yang menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam No. 84/Pdt.G/2001/PN.Lp tertanggal 10 Juni 2002, sehingga demi hukum Ibu Kirem Br. Ginting harus menjual tanah seluas + 15 hektar tersebut kepada Dhody Thahir dan mematuhi putusan yang berkekuatan hukum tetap tersebut.
Selain itu, atas tanah seluas + 15 hektar tersebut telah diletakkan sita jaminan oleh Pengadilan Negeri Lubuk Pakam berdasarkan Berita Acara Sita Jaminan (Conservatoir Beslag) No. 02/2002/CB/84/Pdt.G/2001/PN-LP tertanggal 26 Februari 2002. Hingga saat ini atas sita jaminan tersebut belum pernah dilakukan pengangkatan dan/atau pencabutan atas sita jaminan.
Sehingga seyogyanya, atas tanah tersebut tidak diperbolehkan untuk dilakukan perbuatan hukum seperti jual beli, peralihan hak, pembebanan hak tanggungan, karena tanah tersebut masih merupakan objek sengketa. “Apakah diperbolehkan di Indonesia untuk melakukan jual beli tanah yang masih menjadi objek sengketa ?,” tanyanya.
Lebih lanjut dijelaskan Wili dan Stella, “Terlebih lagi terhadap pihak-pihak masyarakat yang menghuni perumahan rumah pondok alam yang berada di atas tanah tersebut, tidak tepat apabila masyarakat melakukan keberatan kepada klien kami yaitu Dhody Thahir.
“Seharusnya masyarakat mengajukan keberatan kepada feveloper yang hingga sampai saat ini masih menjual rumah tersebut padahal di atas tanah itu masih sedang dalam proses perkara di Pengadilan Negeri Lubuk Pakam dan Pengadilan Tata Usaha Negara Medan,” pungkasnya. (cpb)