Scroll Untuk Membaca

Medan

Pengamat Sebut Ada Krisis Etika Kepemimpinan Gubernur Sumut Bobby Nasution

Pengamat Sebut Ada Krisis Etika Kepemimpinan Gubernur Sumut Bobby Nasution
Pengamat anggaran dan kebijakan publik juga peneliti dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Sumut, Elfenda Ananda.Waspada.id/Ist
Kecil Besar
14px

MEDAN (Waspada.id): Dua pejabat tinggi Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprov Sumut) yakni Kadis Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim), Hasmirizal Lubis, dan Kadis Perkebunan dan Peternakan, Zakir Syarif Daulay dikabarkan mengundurkan diri hampir bersamaan.

Sumber internal menyebut pengunduran diri Kadis Perkim dipicu oleh perlakuan tidak pantas Gubernur Bobby Nasution yang diduga “mengusir” pejabat tersebut dalam sebuah acara resmi.

Kasus ini muncul di tengah ketegangan birokrasi, serapan anggaran rendah, dan lemahnya komunikasi gubernur dengan jajarannya.

‘’Pengunduran diri dua pejabat ini menunjukkan krisis kepemimpinan seorang gubernur kepada bawahannya dan budaya organisasi yang tidak sehat di lingkungan Pemprov Sumut,’’ tegas pengamat anggaran dan kebijakan publik, Elfenda Ananda.

Elfenda mengatakan itu, Minggu (19/10/2025), menanggapi berita Waspada.id berjudul “Diduga Tersinggung, Kadis Perkim Sumut Hasmirizal Lubis Mundur”.

‘’Ada krisis etika kepemimpinan Gubernur Sumut yang tindakannya tidak menghormati pejabat senior dan menunjukkan lemahnya pemahaman terhadap etika administrasi publik,’’ ungkap Elfenda.

Gaya kepemimpinan konfrontatif merusak moral ASN dan menciptakan ketakutan, bukan produktivitas. ‘’Gaya koboy saat menyetop kenderaan BL di perbatasan Sumut tepatnya Kabupaten Langkat dengan Provinsi Aceh adalah gambaran bahwa gubernur tidak memahami etika,’’ cetusnya.

Elfenda menyayangkan, instabilitas birokrasi dan rendahnya koordinasi serta minimnya klarifikasi resmi dari pejabat seperti Kepala BKD, Kominfo, dan Inspektorat memperlihatkan lemahnya koordinasi serta ketidaksiapan manajemen krisis di lingkungan Pemprov Sumut.

‘’Bagaimana mungkin para pejabat ini tidak dapat memberikan informasi saat ditanya wartawan terkait kedua pejabat ini. Selain itu, hal ini menunjukan adanya indikasi krisis tata kelola pemerintahan,’’ sebutnya.

Pengunduran diri pejabat ini menambah daftar persoalan di Pemprov Sumut: pergeseran anggaran hingga tujuh kali, OTT pejabat Dinas PUPR, dan serapan APBD 2025 yang baru merealisasikan tender kegiatan pembangunan senilai Rp1,2 triliun dari total anggaran Rp4,9 triliun yang tercantum dalam Rencana Umum Pengadaan (RUP) APBD 2025.

‘’Semua ini mengindikasikan disfungsi birokrasi dan lemahnya kontrol kepemimpinan,’’ tandasnya.

Elfenda menilai, krisis kepemimpinan seorang gubernur kepada bawahannya dan budaya organisasi yang tidak sehat di lingkungan Pemprov Sumut sebenarnya sudah dimulai dari awal gubernur terpilih membawa rombongan pejabat eselon di Pemko Medan ke Pemprovsu.

‘’Cara-cara halus kepala daerah (gubsu) untuk mengganti lewat pejabat yang tidak patuh dan nurut dilakukan dengan mencari celah dan kesalahan yang dilakukan pejabat eselon dengan tangan inspektorat dan BKD,’’ katanya.

Untuk itu, harusnya Inspektorat dan BKD tidak boleh sebagai alat untuk melegitimasi penggantian pejabat yang tidak disukai. Justeru, posisi Inspektorat dan BKD seharusnya memperkuat organisasi Pemprovsu agar lebih bisa berjalan secara maksimal.

‘’Sudah saatnyalah Pemprovsu berbenah diri agar tidak mengulangi kesalahan demi kesalahan. Rakyat sudah jadi korban dari kasus OTT korupsi jalan Sumut, rakyat jadi korban dengan rendahnya serapan anggaran yang berdampak pada terlambatnya masyarakat menikmati pembangunan,’’ ucapnya.

Dalam hal dua pejabat tinggi Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprov Sumut) yang melakukan pengunduran diri, Pemprov Sumut wajib menjelaskan secara terbuka alasan dan proses pengunduran diri dua pejabat ini.

Diperlukan protokol komunikasi publik dalam setiap dinamika internal pemerintahan. Presiden Prabowo harus melakukan teguran keras kepada Gubernur Sumut.

‘’Lewat Kementerian Dalam Negeri perlu memberikan leadership coaching bagi kepala daerah yang baru menjabat, khususnya dalam hal etika birokrasi dan komunikasi publik walaupun Gubernur Sumut telah melewati pembinaan retreat di Magelang,’’ tandas peneliti dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Sumut tersebut.(id96)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE