MEDAN (Waspada): Wakil Ketua DPRD Sumatera Utara, H. Salman Alfarisi, Lc., MA., menyampaikan keprihatinannya terhadap turunnya nilai ekuitas berdasarkan data yang tertuang dalam Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan (LPJP) APBD Tahun Anggaran 2024. Penurunan ekuitas dari Rp21,57 triliun pada tahun 2023 menjadi Rp21,37 triliun di tahun 2024, atau turun lebih dari Rp200 miliar.
Hal tersebut diungkapkan nya kepada wartawan menindaklanjuti laporan LPJP tahun 2024, sekaligus sebagai sinyal kuat kepada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara untuk memperhatikan persoalan ini ke depan.
“Penurunan ekuitas ini bukan sekadar angka. Ini adalah lampu kuning bagi kesehatan keuangan Provinsi Sumatera Utara,” tegas Salman kepada wartawan di Gedung DPRD Sumut, Rabu (16/07/2025)
Dijelaskannya, ekuitas mencerminkan kekayaan bersih yang dimiliki pemerintah daerah, yaitu selisih antara aset dan kewajiban. “Ketika angka itu turun, maka secara langsung mencerminkan bahwa kemampuan keuangan daerah sedang mengalami penyusutan,” terangnya.
Dijelaskan Salman, bahwa ada dua penyebab utama dari penurunan ekuitas sebesar Rp206,28 miliar yang terjadi hari ini. Pertama, defisit operasional.
Dalam Laporan Operasional (LO) 2024, tercatat defisit sebesar Rp53,33 miliar. Ini berbanding terbalik dengan tahun sebelumnya yang menunjukkan surplus sebesar Rp751,84 miliar.
“Kondisi ini mengindikasikan bahwa pendapatan tidak cukup untuk menutup belanja operasional. Ini cukup serius karena bisa mengganggu keberlanjutan program-program prioritas,” ujarnya.
Penyebab kedua adalah adanya koreksi ekuitas sebesar Rp152,95 miliar. Koreksi ini, kata Salman, belum dijelaskan secara rinci dalam Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK).
“Pemprovsu harus bisa menjelaskan apa sebenarnya yang terjadi? Apakah ada aset yang dihapuskan? Atau ada kewajiban tersembunyi yang baru diakui? Publik dan DPRD berhak tahu,” tanyanya heran.
Pria yang juga menjabat MPW PKS Sumut ini mengkhawatirkan dampak serius dari persoalan ini terhadap kinerja pemerintah daerah diantaranya kemungkinan menurunnya kesehatan keuangan daerah, kemampuan pembiayaan proyek strategis, program sosial, pembayaran utang jangka panjang dan yang lainnya.
“Selain itu kita tidak ingin persoalan ini memiliki dampak negatif lainnya diantaranya risiko pembiayaan defisit yang kemungkinan akan memicu penggunaan cadangan (SILPA) berlebihan, kemudian kebutuhan utang baru yang juga berpotensi membenani APBD di masa mendatang,” paparya.
Terkait persoalan ini, Salman Alfarisi mendorong langkah konkrit Pemerintah Provinsi Sumatera Utara diantaranya mendesak penjelasan rinci terkait koreksi ekuitas dan defisit operasional, melakukan audit proyek-proyek strategis yang realisasinya rendah, evaluasi kebijakan pendapatan, serta peningkatan belanja tak terduga, agar perencanaan anggaran lebih adaptif terhadap bencana dan kondisi darurat lainnya.
“LPJP 2024 menunjukkan bahwa pengelolaan fiskal kita belum cukup agresif dan strategis. Kalau ini dibiarkan, bisa berujung pada krisis fiskal jangka panjang. Kita (DPRD-red) akan serius mengawal ini,” pungkasnya. (cpb)