Medan

Penutupan Sementara PT TPL Belum Sentuh Akar Masalah

Penutupan Sementara PT TPL Belum Sentuh Akar Masalah
Sekretariat Bersama Gerakan Oikumenis untuk Keadilan Ekologis Sumatera Utara (Sekber GOKESU) dan penggiat lingkungan dalam temu pers di Medan, Jumat (19/12). Waspada.id/ist
Kecil Besar
14px

MEDAN (Waspada.id): Sekretariat Bersama Gerakan Oikumenis untuk Keadilan Ekologis Sumatera Utara (Sekber GOKESU) mengapresiasi penutupan sementara operasional PT Toba Pulp Lestari (TPL), namun di sisi lain, langkah tersebut belum menyentuh akar masalah yang sebenarnya.

Hal ini disampaikan Sekber GOKESU bersama sejumlah penggiat lingkungan lainnya, dalam temu pers di Medan, Jumat (19/12).

Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN

Mereka menegaskan, penghentian sementara tidak sebanding dengan dampak kerusakan ekologis dan konflik agraria yang telah berlangsung selama puluhan tahun di wilayah konsesi PT TPL.

Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Sumut sebelumnya menerbitkan surat bernomor 500.4.4.44/237/DISLHK-PHPS/XII/2025 yang memerintahkan penghentian sementara seluruh kegiatan penebangan dan pengangkutan kayu eucalyptus oleh PT TPL. Langkah ini menyusul kebijakan Kementerian Kehutanan yang pada 8 Desember 2025 menangguhkan akses penatausahaan hasil hutan di wilayah Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH), termasuk di Sumatera Utara.

Meski demikian, Sekber GOKESU menilai kebijakan tersebut belum menyentuh akar persoalan. Mereka menegaskan, penghentian sementara tidak sebanding dengan dampak kerusakan ekologis dan konflik agraria yang telah berlangsung selama puluhan tahun di wilayah konsesi PT TPL.

Sekber GOKESU mengungkapkan bahwa pada 24 November 2025, Gubernur Sumatera Utara sempat menyatakan komitmen menerbitkan rekomendasi tertulis penutupan PT TPL dalam waktu satu minggu. Namun hingga kini, rekomendasi tersebut belum terbit. Dalam pertemuan lanjutan pada 27 November 2025, Pemprov Sumut kembali menunda dengan alasan belum lengkapnya data dari 12 kabupaten/kota.

Sementara itu, Ketua Sekber GOKESU Pastor Walden Sitanggang menegaskan bahwa keterlambatan keputusan pemerintah justru memperbesar risiko bencana di masa depan.

“Ini bukan hanya soal administrasi, tapi soal keberanian politik untuk melindungi alam dan rakyat,” ujarnya.

Pembiaran

Direktur Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM), Rocky Pasaribu, yang hadir dalam temu pers itu, menilai alasan tersebut tidak dapat terus dijadikan pembenaran.

“Keputusan Kementerian Kehutanan dan DLHK Sumut sudah cukup menjadi dasar kuat. Jika pemerintah provinsi terus menunda, artinya ada pembiaran terhadap kerusakan lingkungan,” tegas Rocky.

Ia menyatakan, jika rekomendasi penutupan permanen PT TPL tidak segera dikeluarkan, masyarakat sipil siap meningkatkan tekanan politik melalui aksi besar pada awal 2026.

“Kami akan terus melawan hingga TPL ditutup permanen. Jika tuntutan ini tidak dipenuhi, kami siap melakukan aksi kepung istana pada Januari 2026 dengan massa yang jauh lebih besar,” tegas Rocky dalam.

Menurut Rocky, keputusan Kementerian Kehutanan dan DLHK Sumut menjadi modal politik dan hukum yang sangat kuat untuk mendorong penutupan permanen PT TPL.

“Apalagi jika diperkuat dengan rekomendasi tertulis Gubernur Sumatera Utara, yang menurutnya akan menjadi sinyal jelas bahwa negara mengakui adanya pelanggaran serius dalam praktik operasional perusahaan tersebut,” pungkasnya. (id06)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE