MEDAN (Waspada): Ketua Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI) Sumatera Utara, Dr. H. Burhanuddin Harahap menyampaikan kehadiran organisasi ini berkat perjuangan dan kegigihan ulama tangguh pembelajaran Mazhab Syafi’i atas nama Maulana Syekh Sulaiman Arrasuli.
Hal ini disampaikan Burhanuddin Harahap, Senin (6/5) sekaitan HUT Perti ke 96.
Disebutkannya, perkembangan agama Islam di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari kiprah para tokoh agama dan ulama besar yang giat menyebarkan ajarannya di berbagai wilayah.
Sejauh ini, Sumatera Barat merupakan salah satu daerah yang melahirkan banyak ulama terkemuka. Di antara ulama terkemuka tersebut adalah Syekh Sulaiman Arrasuli.
Syekh Sulaiman Arrasuli al-Minangkabawi, lahir di Candung, sekitar 10 km. sebelah timur Bukittinggi, Sumatra Barat, 1287 H./1871 M., wafat pada 29 Jumadil Awal 1390 H./1 Agustus 1970 M.
Ia adalah seorang tokoh ulama dari golongan Kaum Tua yang gigih mempertahankan madzhab Syafi’i. Tak jarang pula, beliau dipanggil dengan sebutan “Inyik Candung”. Ayahnya, Angku Mudo Muhammad Rasul, adalah seorang ulama yang disegani di kampung halamannya.
Syekh Sulaiman Arrasuli, yang lebih dikenal oleh para muridnya dengan nama Maulana Syekh Sulaiman Arrasuli, sejak kecil memperoleh pendidikan awal, terutama dalam bidang pelajaran agama, dari ayahnya.
Sebelum meneruskan studinya ke Mekkah, beliau pernah belajar kepada Syeikh Yahya al-Khalidi Magak, Bukittinggi, Sumatera Barat.
Pada masa itu Masyarakat Minang masih menggunakan sistem pengajian surau dalam bentuk halaqah sebagai sarana transfer pengetahuan keagamaan.
Pendidikan terakhir Syekh Sulaiman Arrasuli al-Minangkabawi adalah di Mekkah.
Ulama yang seangkatan dengannya antara lain adalah Kiai Haji Hasyim Asyari dari Jawa Timur (1287 H/1871 M – 1366 H/1947 M), Syekh Hasan Maksum, Sumatra Utara (wafat 1355 H/1936 M), Syekh Khathib Ali al-Minangkabawi, Syekh Muhammad Zain Simabur al-Minangkabawi (sempat menjadi Mufti Kerajaan Perak tahun 1955 dan wafat di Pariaman pada 1957), Syekh Muhammad Jamil Jaho al-Minangkabawi, Syekh Abbas Ladang Lawas al-Minangkabawi dll.
Sementara, ulama Malaysia yang seangkatan dan sama-sama belajar di Mekkah dengannya antara lain adalah Syekh Utsman Sarawak (1281 H/1864 M – 1339 H/1921 M), Tok Kenali (1287 H/1871 M – 1352 H/1933 M) dll.
Sekembalinya dari Mekkah, Syekh Sulaiman mendirikan pondok pesantren di tanah kelahirannya di Bukittinggi, Sumatera. Beliau berusaha untuk mempertahankan pengajaran menurut sistem pondok.
Namun pada akhirnya, pengajian sistem pondok secara halaqah dengan bersila di lantai dalam pendidikan Syekh Sulaiman Arrasuli mulai dikombinasikan menjadi sistem persekolahan, duduk di bangku pada 1928, namun kitab-kitab yang diajar tidak pernah diubah.
Bahkan sistem halaqoh ala pondok pesantren juga tetap dilaksanakan hingga saat ini.
Dalam waktu singkat, pesantren yang didirikannya mendapat dukungan penuh dari masyarakat sekitarnya.
Dukungan ini mendorong bertambahnya jumlah murid yang menuntut ilmu di pesantren.
Murid-murid yang belajar di pesantren tersebut tidak hanya berasal dari daerah setempat, melainkan juga datang dari berbagai wilayah Sumatera Barat, Riau, Jambi, Bengkulu, Tapanuli, Aceh, dan bahkan, ada yang datang dari Malaysia.
Materi utama pendidikan di pesantren tersebut adalah pengajaran paham Ahlussunnah wal Jamaah dan madzhab Syafi’i. Syekh Sulaiman sangat konsisten menjalankan paham dan madzhab ini.
Dirikan PERTI
Pada tahun 1928 itu juga, Beliau bersama sahabat-sahabatnya Syekh Abbas Ladang Lawas dan Syekh Muhammad Jamil Jaho menggagas berdirinya Persatuan Tarbiyah Islamiyah. Baik dalam sistem pendidikan maupun perjuangannya, Syekh Sulaiman Arrasuli dan kawan-kawannya secara tegas dan berani mempertahankan dan berpegang dengan satu mazhab, yakni Madzhab Syafi’i.
Selain aktif di dunia pendidikan agama, Syekh Sulaiman juga aktif di dunia politik dan keorganisasian.
Sejak tahun 1921, ia bersama dua teman akrabnya, Syekh Abbas dan Syekh Muhammad Jamil, serta sejumlah ulama ‘kaum tua‘ (golongan ulama yang tetap mengikuti salah satu dari empat madzhab dalam fiqh.
Maliki, Syafi‘i, Hanafi, dan Hambali) Minangkabau, membentuk organisasi bernama ‘Ittihadul Ulama Sumatera‘ (Persatuan Ulama Sumatera) yang bertujuan untuk membela dan mengembangkan paham Ahl al-Sunnah wa al-Jama‘ah madzhab Syafi‘i.
Salah satu kegiatannya adalah menerbitkan majalah Al-Radd wa Al-Mardud sebagai sarana untuk menjelaskan serta mempertahankan paham Ahlussunnah wal Jamaah madzhab Syafi’i.(m22)











