MEDAN (Waspada): Ibu dua anak, Dita Pratiwi tengah mencari keadilan atas perlakuan mantan suaminya. Ia mengaku anaknya tidak dinafkahi, dituding selingkuh, laporannya soal penelantaran anak belum juga selesai, dan kini malah dilapor mantan suaminya karena dianggap melakukan diskriminasi terhadap anak.
Pada Jumat (3/2) siang, Dita memenuhi panggilan Unit 1 Subdit IV Renakta Dit Reskrimum Poldasu terkait laporan mantan suaminya MHD, perihal dugaan diskriminasi terhadap anak.
Dalam pemeriksaan undangan interogasi tersebut, Dita membawa dua anaknya, yakni AAM usia 2 tahun dan DVA, 1 tahun.
Usai memberikan keterangan ke penyidik, warga Jl. Pendidikan II, Desa Sei Rotan, Kec. Percut Sei Tuan itu mengatakan terpaksa tidak masuk kerja untuk memenuhi undangan interogasi.
“Walau gaji harus dipotong biarlah,” sebut Dita heran dirinya dilaporkan melakukan diskriminasi terhadap anak.
Sebab menurutnya, laporan mantan suaminya mengatakan tidak mengizinkan suaminya berjumpa dengan anak sejak Juli sampai November 2022, tidak benar. “Setiap bulan dia jumpa, tapi apa ada memberi nafkah, tidak ada,” ujarnya.
Menurut Dita, suaminya hanya pernah memberi pampers. “Apa itu bisa dimakan. Padahal Pengadilan Agama Medan sudah menetapkan dia untuk membiayai anak Rp500 ribu per bulan, tapi itupun tidak dikasih. Bukannya menjalankan kewajiban, malah memfitnah dan menuntut hak pula,” lirihnya.
Kepada penyidik, Dita menerangkan apa yang ditanya terkait anak. Ia menyebut punya bukti tidak ada melarang MHD bertemu anak. Karena setiap bertemu, MHD selalu membuat story di medsos dan itu di screenshot Dita. “Saksinya juga ada yang menyaksikan kalau aku tidak melarang dia ketika bertemu anak,” tegasnya.
Dita juga mengungkapkan kepada juru periksa terkait perlakuan MHD yang tidak memberikan nafkah anak dan telah dilapor ke Poldasu dan kini telah dilimpahkan ke PPA Polrestabes Medan.
Kawal Laporan Dita
Kuasa hukum Dita, Julheri Sinaga, SH, Sofyan Syahputra, SH dan Ahmaf Fitrah Zauhari, SH mengatakan pihaknya akan melaporkan kasus ini ke Komnas Perlindungan Anak, Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Sumut, agar mengawal laporan Dita.
Julheri menyebutkan, terkait laporan MHD, jelas mengganggu ketenangan dan jiwa kedua anak Dita. “Anaknya enggak bisa pisah sama ibunya, inilah lihat, ibunya diundang untuk interogasi, anaknya harus dibawa karena minta ikut. Kasihan kedua anak ini, sudahlah menjadi korban tidak dinafkahi, malah dirusak lagi ketenangannya dengan cara melaporkan ibunya yang bersusah payah mencari rezeki untuk mereka,” sebutnya.
Julheri mengatakan, kliennya telah melapor ke Poldasu terkait penelantaran anak, tapi kasusnya dilimpahkan ke Polresta Medan dan penanganan kasus terbilang lama.
Padahal menurutnya, bukti dan saksi sudah lengkap, apalagi putusan PA Medan telah mewajibkan MDH memberikan nafkah untuk anak sebulannya Rp500 ribu sudah ada. Namun terkait laporan MDH soal diskriminasi terhadap anak karena yang bersangkutan merasa tidak diberikan izin bertemu anak, laporannya tidak dilimpahkan ke Polresta Medan.
“Jika dibandingkan mana yang lebih serius, jelas penelantaran dan harusnya Polda yang menanganinya. Ini kenapa yang bisa dibilang hanya tudingan tanpa bukti harus Polda yang menangani. Cepat pula untuk undangan interogasinya. Ini namanya diskriminasi,” kata Julheri.
Ia berharap, pihak kepolisian mengatensi laporan Dita. “Kalau memang Polrestabes Medan tidak sanggup menyelesaikannya, kita harap Poldasu menariknya lagi,” kata dia.
Terpisah, juru periksa Polrestabes Medan dihubungi via seluler menyebutkan, pihaknya masih memanggil Bendahara PTPN II untuk dimintai keterangan terkait gaji MHD. “SP2HP nya sudah ada, di situ sudah kita jelaskan semua. Bisa diambil di kantor,” jelasnya melalui pesan WhatsApp.(m10)